Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.
Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ana menolak
Setelah gagal mendapatkan dukungan dari Andre, Lisa memberi saran kepada Lusi untuk menemui Ana.
“Mama, kita tidak bisa menyerah begitu saja. Kalau Andre menolak, kenapa tidak mencoba orang yang paling dekat dengan Dave?” ujar Lisa sambil melipat tangannya di depan dada.
“Siapa maksudmu?” tanya Lusi dengan mata menyipit, berusaha menebak jalan pikiran putrinya.
Lisa menyeringai. “Ana. Istri Dave itu.”
Lusi mengernyit. “Ana? Kau pikir dia akan membantu kita?”
“Kenapa tidak?” Lisa mengangkat bahu. “Ana pasti menderita hidup bersama Dave yang egois itu. Kalau kita bisa mempengaruhinya, maka segalanya akan lebih mudah. Lagipula, kalau dia menolak, kita selalu bisa sedikit... menekannya.”
Lusi mulai berpikir. Ide itu memang terdengar masuk akal. Jika mereka bisa membuat Ana berada di pihak mereka, maka peluang untuk menyingkirkan Dave akan semakin besar.
Tanpa membuang waktu, ibu dan anak itu menyusun rencana. Mereka harus menemui Ana secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Dave atau Andre.
___
Sore itu, langit mulai berubah warna, menciptakan gradasi jingga yang indah di balik jendela besar ruang tamu. Dave duduk di kursi rodanya, mengamati tanpa suara saat Ana duduk di sofa, memeluk boneka besarnya dengan erat.
Ana tidak menyadari keberadaan Dave di ambang pintu. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada boneka, mengusap lembut bulu halusnya, lalu menghela napas panjang seolah sedang berbicara dengan sesuatu yang bisa memahami isi hatinya.
“Seandainya kau benar-benar hidup, aku pasti sudah mengeluh padamu,” gumam Ana pelan.
Dave mengerutkan kening. Ia tidak berniat menguping, tetapi suara Ana terdengar begitu lirih, penuh kesepian.
Ana mengusap mata, entah karena mengantuk atau karena ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Lalu, gadis itu tersenyum kecil—bukan senyum bahagia, tetapi senyum yang tampak dipaksakan.
“Aku tidak boleh terlalu berharap. Aku sudah terbiasa, kan?” bisiknya pelan, seolah mengingatkan dirinya sendiri.
Dave menatap Ana lebih lama.
Untuk pertama kalinya, ia melihat Ana dari sisi yang berbeda. Selama ini, ia menganggap Ana hanyalah gadis keras kepala yang tidak pernah diam, tetapi sore ini, Dave menyadari sesuatu.
Ana bukan hanya keras kepala. Ana adalah seseorang yang terbiasa mengalah, terbiasa diabaikan, dan terbiasa tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
Boneka besar yang dipeluknya seperti representasi dari kebahagiaan yang tidak pernah bisa ia miliki di masa kecilnya.
Dave seharusnya tidak peduli.
Tapi untuk alasan yang tidak bisa ia jelaskan, ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa tidak nyaman melihat Ana seperti ini.
Namun, seperti biasa, Dave memilih diam. Ia mendorong kursi rodanya perlahan, kembali ke kamarnya tanpa mengganggu Ana, berpura-pura bahwa perasaan aneh yang baru saja muncul itu tidak pernah ada.
___
Saat malam semakin larut, Ana baru saja selesai membereskan meja makan setelah menyiapkan makan malam untuk Dave. Namun, langkahnya terhenti di koridor saat melihat dua sosok berdiri di dekat pintu belakang rumah.
Lusi dan Lisa.
Ana mengernyit, merasa terkejut dan tidak nyaman dengan kedatangan mereka yang tidak diundang.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Ana dengan nada tajam.
Lusi tersenyum licik. “Kami ingin bicara denganmu, Ana. Hanya sebentar saja.”
“Aku tidak punya urusan dengan kalian.” Ana berusaha menutup pintu, tapi Lisa cepat mencegahnya, mendorong tubuh Ana hingga terdorong sedikit ke belakang.
“Jangan sok keras kepala,” kata Lisa dengan nada penuh ejekan. “Kami datang dengan tawaran yang menarik untukmu.”
Ana mengerutkan kening, tidak suka dengan nada bicara Lisa.
“Aku tidak tertarik dengan tawaran apa pun dari kalian.”
Lusi tertawa kecil. “Oh, kau pasti tertarik, Sayang.”
Wanita itu melangkah lebih dekat, memandang Ana dengan sorot mata tajam.
“Kau pasti tahu betapa menyebalkannya hidup dengan Dave, bukan? Pria lumpuh yang dingin dan egois, yang bahkan tidak memperlakukanmu dengan baik,” ujar Lusi, suaranya penuh manipulasi. “Kami hanya ingin membantumu keluar dari penderitaan itu.”
Ana diam, tapi matanya menatap tajam ke arah Lusi dan Lisa.
“Keluar dari penderitaan?” Ana mengejek. “Maksud kalian, menyingkirkan Dave?”
Lisa menyeringai. “Kau cepat mengerti.”
Ana menggeleng dengan ekspresi dingin. “Aku tidak akan melakukan itu.”
Lisa mendengus kesal. “Ana, jangan bodoh! Dave itu tidak mencintaimu! Dia hanya menikahimu untuk kepentingannya sendiri!”
Lusi menambahkan, “Jika kau bekerja sama dengan kami, kau akan bebas. Kami bisa memberimu uang, hidup yang lebih baik.”
Ana tetap teguh. “Aku tidak akan menghancurkan hidup suamiku sendiri, tidak peduli seberapa buruk dia memperlakukanku.”
Mendengar jawaban Ana, Lisa mulai kehilangan kesabaran. Ia meraih lengan Ana dan mencengkeramnya dengan kasar.
“Kau pikir kami memberimu pilihan?” bisik Lisa dengan nada mengancam. “Kalau kau tidak membantu kami, maka kami akan memastikan hidupmu lebih buruk dari ini. Mama bisa membuat Dave menceraikanmu, dan kau akan kehilangan segalanya.”
Ana menatap Lisa tanpa rasa takut.
“Silakan coba,” jawabnya dingin. “Aku tidak takut pada kalian.”
Lusi menatap Ana dengan tatapan marah. Ia tidak menyangka Ana akan sekeras kepala ini.
“Baiklah,” katanya akhirnya, “Tapi ingat, Ana. Tawaran ini tidak akan selamanya ada. Jika kau berubah pikiran, kau tahu harus menghubungi siapa.”
Lusi dan Lisa akhirnya pergi, meninggalkan Ana dengan perasaan marah dan muak. Ia tahu ibu dan anak itu tidak akan berhenti sampai di sini, dan ia harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam permainan mereka.
Setelah Lusi dan Lisa pergi, tiba-tiba saja Pak Wen menghampiri Ana yang sedang dalam kebingungan. Pak Wen sudah lama bekerja di rumah ini, sejak Dave masih kecil.
"seburuk apapun Tuan Dave memperlakukanmu, aku harap kau tetap setia kepadanya, Ana." Kata Pak Wen menegaskan.
"Pak, kenapa mereka ingin menyingkirkan Dave?" tanya Ana penasaran.
"Harta kekayaan, Lusi menginginkan semua harta peninggalan keluarga Hertawan jatuh ke tangannya. Tapi sayang, dalam surat wasiat yang ditulis Tuan Hertawan tidak ada nama Lisa ataupun Lusi."
Ana membuang napas pelan, dari pernikahan terburuknya, ia justru terjebak pada permasalahan Dave.
"Apa aku harus memberitahu Dave?" tanya Ana yang meminta pendapat pak Wen.
Pak Wen menggelengkan kepala lalu menjawab. "Bicarakan lebih dulu kepada Tuan Andre."
Ana menjawab dengan anggukan, sejahat apapun perlakuan Dave kepada dirinya, tidak akan mungkin ia menjadi perempuan yang jahat. Dan hingga pada akhirnya, malam ini Ana tidak bisa tidur dengan tenang sebab memikirkan tentang Dave.
"Dave tidak bisa berjalan, kalau dia kenapa-kenapa bagaimana?" gumam Ana dalam hati.
Ana melirik Dave yang sudah tidur, pria itu sama sekali tidak tahu kalau Lusi dan Lisa datang ke rumah ini hanya untuk mengajak Ana bekerjasama menyingkirkan dirinya.
eh.... ada lagi kak othor, dave kan lumpuh kenapa tiba² jalan😭
kalo aku jadi ana, pasti aku akan minta uang bulanan. taat boleh tapi kesejahteraan diri harus prioritas🤭🤣