NovelToon NovelToon
I Want You

I Want You

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Office Romance / Cintapertama
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan dan kakak kandungnya membuat Rada mengambil keputusan untuk meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia.

Pernikahan yang gagal membuat Rada menutup hati dan tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi pertemuan dengan Gavin membuatnya belajar arti cinta sejati.

Saat Gavin menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa menolaknya termasuk keinginan untuk menikahi Rada. Ia tahu hati Rada sudah beku, tetapi Gavin punya segala cara untuk menarik wanita itu ke sisinya.



Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan penulis dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

Suasana makan malam itu kembali ramai oleh obrolan orang tua mereka, tapi di antara canda dan tawa yang memenuhi ruang makan luas itu, Rada dan Gavin tenggelam dalam keheningan masing-masing.

Setiap kali ia menatap sekeliling, Rada melihat betapa sempurnanya dua keluarga itu berpadu: ayah-ayah mereka yang sibuk membicarakan proyek kerja sama, ibu-ibu mereka yang sudah mulai menyinggung soal konsep lamaran sederhana, dan Karina yang tak henti menggoda adiknya dengan gurauan tentang “akhirnya punya calon adik ipar.”

Rada memandangi gelas jus di depannya tanpa benar-benar fokus, pikirannya berisik oleh rasa takut dan pertanyaan yang belum punya jawaban. Benarkah ini keputusannya? Kegagalan pernikahan sebelumnya benar-benar membuatnya ragu, tapi Rada juga tidak ingin kalah dari El dan Naysa lalu ide pernikahan dengan Gavin seolah menjadi solusi, tapi benarkah ini yang Rada inginkan?

Di sisi lain meja, Gavin masih terlihat sama. Dia begitu tenang, tidak banyak bicara. Namun setiap kali Rada tanpa sengaja menoleh ke arahnya, dia balas dengan tatapan yang terlalu lama untuk disebut kebetulan, terlalu tenang untuk disebut perhatian biasa.

Setelah makan malam selesai, Lauren memaksa semua orang pindah ke ruang tamu untuk menikmati teh hangat. Karina sibuk mengambil foto diam-diam dengan ponselnya.

“Setidaknya nanti kalau kalian beneran tunangan, aku udah punya foto kalian berdua waktu pertama kali makan malam keluarga,” kata Karina sambil terkikik.

Rada hampir tersedak mendengarnya. “Tunangan?” ulangnya pelan, tapi tak ada yang memperhatikan.

Ia melirik ke arah Gavin, berharap pria itu menimpali atau menolak gurauan itu, tapi Gavin hanya meneguk tehnya tenang, seolah kata tunangan bukan hal besar sama sekali.

Beberapa menit kemudian, ayah Rada menoleh ke arah anaknya. “Rada, Papa rasa kamu beruntung bisa kenal keluarga Agler. Papa dan Mama percaya Gavin anak baik, bertanggung jawab. Papa yakin kamu akan bahagia.”

“Terima kasih, Pa.” Rada memaksakan senyum, menatap ayahnya, lalu menunduk sopan

Tak lama kemudian, Lauren menepuk lembut tangan Rada. “Dua keluarga kita sudah cocok. Kalau kalian berdua juga tidak keberatan, mungkin minggu depan pernikahan bisa dilangsungkan.”

Rada tersentak kecil, jantungnya langsung berdegup cepat. Tapi sebelum ia sempat menjawab, suara Gavin terdengar pelan tapi tegas. “Baik, Ma.”

Semua kepala menoleh padanya. Termasuk Rada. Tatapan mereka bertemu untuk sepersekian detik, cukup lama untuk membuat Rada melotot tajam. Ia memang tidak masalah dengan pernikahan ini, tapi juga tidak secepat itu.

“Gavi, kamu nggak keberatan?” tanya Karina dengan senyum geli.

“Tidak. Aku tidak keberatan,” kata Gavin singkat, meletakkan cangkirnya perlahan, lalu menatap Rada tanpa mengalihkan pandangan.

Lauren dan ayah Rada saling pandang dengan senyum penuh arti. Sementara itu, Rada hanya bisa terdiam, antara terkejut, bingung, dan takut. Karena dari semua kemungkinan yang ia pikirkan tentang Gavin, yang paling tidak ia duga adalah…

dia benar-benar setuju.

Namun pertanyaan di kepala Rada tak kunjung usai. Apakah ini hanya formalitas? Atau… apakah Gavin benar-benar berniat menjadikannya nyata?

“Tante, aku ingin berbicara sebentar dengan Gavin,” kata Rada tiba-tiba pada Lauren, Gavin menatapnya sekilas dan sudut bibirnya sedikit terangkat.

Mata Lauren berbinar senang, dengan riang ia menyetujui. “Tentu, Rada. Kalian bisa menggunakan ruang baca, disana tidak akan ada yang menguping.”

“Terimakasih, Tante.” Ucap Rada lalu menoleh kepada Gavin. “Kamu tidak keberatan kan?”

“Tidak sama sekali.” Jawab Gavin berdiri, ia berjalan lebih dulu ke ruang baca dan Rada mengikuti dari belakang.

Ruang baca terletak di ujung lantai satu, Gavin membuka pintu di depannya dalam diam, lalu memberi isyarat agar Rada masuk lebih dulu.

"Heh! Jadi kamu sudah tahu ya, kalau aku kerja di perusahaanmu?" Todong Rada begitu Gavin masuk dan berdiri beberapa langkah darinya. Ia sudah penasaran sedari tadi karena Gavin selalu tenang dan tidak terkejut sama sekali saat ia mengatakan kalau ia bekerja di Apexion.

Sebelah alis Gavin terangkat, menatap geli pada Rada yang uring-uringan. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana, ia bersandar ke dinding lalu berkata santai. "Tentu saja aku tahu siapa saja yang bekerja di perusahaanku. Kenapa itu jadi masalah buatmu?"

"Bukan masalah. Ha-hanya saja..." Rada memutar matanya kesana-kemari, mencari balasan yang pas.

"Hanya apa?" Tanya Gavin menegakkan punggungnya, matanya tak beranjak sedikitpun dari Rada yang tampak mungil. Tinggi Rada yang hanya sedikit diatas dadanya membuatnya terlihat lucu di mata Gavin.

"Sudahlah, yang jelas aku nggak mau orang-orang kantor tahu kalau kita saling kenal. Jangan sok akrab denganku." Kata Rada berkacak pinggang.

"Nanti juga semua orang akan tahu kalau kita menikah," ujar Gavin.

Rada terdiam sebentar, lalu melanjutkan dengan sedikit keheranan. "Kamu benar-benar setuju menikah denganku?"

"Ya, kan tadi aku sudah bilang kalau aku setuju.” jawab Gavin cuek.

Rada mengepalkan tangannya, ia tidak senang dengan Gavin yang selalu tenang dan menanggapinya seolah bukan apa-apa.

Tidak ingin bicara lagi, Rada meninggalkan ruangan itu sambil menghentakkan kakinya kesal.

"Ayah, Bunda, ayo pulang!" Kata Rada menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berbicara serius dengan orang tua Gavin.

"Lho, Gavinnya mana? Dia ninggalin kamu?" Tanya Lauren keheranan melihat Rada datang sendirian dengan wajah kesal.

"Apa Gavin menggertakmu?" Tanya Lauren lagi, kali ini nada suaranya cemas.

"Nggak ada yang menggertak Rada, ma." Belum sempat Rada menjawab, Gavin menjawab dengan gaya cool. Pria itu duduk disamping kakaknya, tanpa menoleh sedikitpun pada Rada.

"Sudahlah, Ren. Itu masalah anak muda, biarkan mereka menyelesaikannya." Kata Juan.

"Benar. Barusan kami sudah diskusi, jadi pertunangan akan dilakukan tiga hari lagi dan pernikahan Minggu depan.” Kata Edwin membuat Rada melotot tidak percaya, sementara Gavin tenang-tenang saja.

"Mama setuju! Semakin cepat semakin baik," balas Lauren tersenyum sumringah.

"Aku juga," Karina tidak mau kalah, ikut menimpali.

“Ya,” jawab Gavin singkat, Rada hanya mengangguk.

Setelah pembicaraan selesai, Rada dan orang tuanya pamit pulang.

"Rada, hati-hati di jalan ya. kalau nanti kamu butuh bantuan, kamu hubungi saja Gavin!" Kata Lauren seraya melambaikan tangan ke arah Rada yang duduk di kursi belakang. Gadis itu hanya tersenyum canggung dan mengangguk kaku.

Malam mulai larut ketika kedua keluarga akhirnya berpamitan. Mobil keluarga Argaya baru saja keluar dari gerbang besar rumah Agler, meninggalkan udara malam yang dingin.

Begitu pintu utama menutup, suasana rumah perlahan hening. Sebelum naik ke lantai atas, Lauren masih sempat berpesan pada Gavin.

“Kalau Rada butuh sesuatu nanti, kamu bantu, ya. Mama suka sekali gadis itu.”

Gavin hanya menjawab lembut, “Baik, Ma,”

Ia berjalan ke arah jendela besar ruang tamu, tangannya dimasukkan ke saku celana. Dari sana, lampu-lampu kota tampak berkilauan di kejauhan. Tapi pikirannya tidak di sana. Pikirannya hanya tertuju pada satu nama. Rada.

"Mama kelihatannya senang banget," ujar Karina tiba-tiba berdiri disampingnya.

Gavin menoleh sekilas, lalu meninggalkan Karina di ruang tamu. Ia masuk ke kamarnya yang ada di rumah ini, terletak di lantai dua. Kamar yang jarang sekali ia tempati sejak lulus sekolah menengah pertama.

Gavin duduk bersandar di kepala ranjang. Ia memejamkan mata, wajah Rada langsung hadir dalam kepalanya.

Nerada Athalia Argaya, dia gadis tercantik yang pernah dilihat Gavin. Tidak hanya cantik parasnya, tapi juga hatinya. Rada mudah menarik perhatian, seperti sekarang, kedua orang tuanya begitu senang saat Rada akan menjadi menantu mereka.

Mungkin Rada tidak ingat, tapi sampai hari ini Gavin masih mengingat pertemuan pertama mereka. Gavin tak sengaja melihatnya saat ulang tahun Agler company. Dia masih remaja saat itu, namun sangat menarik perhatian.

"Apa yang kamu pikirkan sekarang?" Tanya Karina yang kembali muncul, kali ini dia berdiri di ambang pintu.

Gavin mendengus, kakaknya suka tiba-tiba muncul di sekitarnya dan itu cukup menjengkelkan bagi Gavin.

"Nggak ada." Dusta Gavin.

"Bohong. Kamu pasti sedang memikirkan gadis tadi kan? Dia itu kan yang di maksud oleh teman-temanmu? Gadis yang kamu taksir sejak lama, ayo ngaku!" Todong Karina menjatuhkan diri di ranjang adiknya.

Gavin berdecak kesal, lalu bangkit dari ranjang. Ia mengambil jaket dari dalam lemari dan memakainya.

"Heh! Mau kemana? Jangan jadi adik durhaka."

Gavin mengabaikan kakaknya, bahkan dengan sengaja mengunci pintu dari luar lalu pergi dari rumah itu dan kembali ke apartemennya.

Saat masuk ke mobilnya, pikiran Gavin masih berputar pada Rada. Sejak lama Gavin tahu dirinya pengecut. Ia mengenal Rada bertahun-tahun lalu, bukan secara langsung, tapi lewat lingkaran teman bisnis keluarga dan acara sosial di New York. Saat itu Rada selalu tampak bahagia, gadis muda yang pintar dengan senyum yang hangat tapi sulit dijangkau.

Meski berada di lingkaran yang sama dan keluarga mereka setara, Gavin hanya pengagum dalam diam. Seseorang yang selalu berada di barisan belakang, menatap Rada dari jauh tanpa berani menyapa. Ia mungkin adalah orang yang bisa menaklukkan siapapun, tetapi tidak cukup berani untuk mendekati Rada. Lagipula semua orang juga sudah tahu Rada sudah bertunangan dengan Elvino Vanouven, tidak mungkin Gavin mengganggu tunangan orang lain. Sampai kabar itu datang: pernikahan Rada gagal, tunangannya berselingkuh dengan kakaknya sendiri.

Gavin ingat betul malam ketika ia mendengar berita itu dari seorang teman lamanya di New York. Ada sesuatu di dadanya yang bergetar, bukan bahagia, tapi semacam dorongan yang tak bisa ditolak. Ia tidak tega, tapi juga tidak bisa diam.

Sejak saat itu, ia mulai bergerak. Diam-diam.

Melalui asistennya, Alex, ia mengetahui Rada memutuskan kembali ke Indonesia. Ia juga tahu Rada mencari apartemen. Jadi Alex “ kebetulan menawarkan unit milik Gavin tanpa memberi tahu siapa pemiliknya sebenarnya.

Semua langkah kecil itu sudah ia rencanakan jauh sebelum mereka akhirnya bertemu secara tidak sengaja di lorong apartemen.

Pertemuan yang Rada anggap menyebalkan, tapi bagi Gavin, itu satu-satunya cara agar ia bisa melihat gadis itu tanpa perlu menyembunyikan diri lagi.

Dan malam ini, ketika semua orang menganggap pernikahan mereka hanyalah kesalahpahaman, Gavin tahu dengan pasti, ia tidak keberatan.

Sama sekali tidak.

Ia menatap pantulan dirinya di kaca jendela, senyum samar terlukis di bibirnya. “Kesalahpahaman, ya…” gumamnya pelan. “Kalau itu cara semesta menyatukan kita, aku tidak akan menolak.”

...۝۝۝...

1
Lunaire astrum
💯
Lunaire astrum
Bagus juga. Nanti baca lagi, mau ke warung dulu
Ega
Suka sama karakter Gavin🥰🥰🥰
Ega
cowok kyak El nih nyebelin banget deh😏
Adit monmon
cinta dlm diam ya vin🤭
Nda
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!