Naren kehilangan pekerjaannya dan terpaksa kerja serabutan demi menghidupi istri serta tiga anaknya.
Namun pengorbanannya tidak cukup untuk menahan hati Nadira, sang istri, yang lelah hidup dalam kekurangan dan akhirnya mencari kenyamanan di pelukan pria lain.
Di tengah getirnya hidup, Naren berjuang menahan amarah dan mempertahankan keluarganya yang perlahan hancur.
Mampukah Naren tetap mempertahankan keluarga kecilnya di tengah peliknya kehidupan? Menurunkan Ego dan memaafkan istrinya demi sang buah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka yang tidak pernah sembuh
Jarum jam sudah menunjukkan angka 10 malam, tetapi para wanita yang ada di Vila masih berada di Rooftop terrace menikmati angin malam dan bintang-bintang di langit. Banyak hal yang mereka lakukan bersama. Entah mengabadikan momen atau bermain game.
Tampaknya mereka benar-benar menikmati liburan kali ini tanpa memikirkan pekerjaan dan usaha yang mereka pegang masing-masing.
Suara deringan telepon berhasil menghentikan tawa ke empatnya. Dan langsung dijawab oleh sang pemilik.
"Aku ke kamar sebentar," ujar Nadira.
"Cie-cie pasti mau lepas kangen dulu sama suaminya," celetuk Leona mengoda Nadira. Toh Leona tidak tahu kondisi rumah tangga Nadira.
Kini yang tersisa di rooftop hanya Leona, Shanaya dan Arina. Mereka terlibat pembicaraan bisnis satu sama lain sampai akhirnya tidak sengaja membahas pengawal yang sedang mengawasi melalui cctv vila.
"Memang pesona kamu nggak diraguin ya. Semua mata terus tertuju padamu, termasuk calon mantan suami Nadira. Padahalkan tadi istrinya juga tenggelam," cetuk Arina. Teman yang mulutnya agak ceplas-ceplos. Tidak berpikir sebelum bicara. Kadang ucapannya ada benarnya hanya saja cara penyampaian yang salah sehingga beberapa orang merasa Arina sengaja menyindir.
"Calon mantan suami Nadira?" Kening Leona mengerut. "Naren?" tebaknya. Pasalnya yang menolong tadi adalah Naren.
"Iya Naren." Shanaya mengangguk antusias.
"Oh jadi istrinya mas Naren adalah Nadira? Ih beruntung banget tahu Nadira bisa dapat suami spek mas Naren."
"Loh-loh kok panggilnya mas? Diakan pengawal kamu Leona!" Protes Shanaya.
"Sebelum jadi pengawal aku udah kenal duluan sama mas Naren. Ingat nggak pas aku pernah cerita tentang sopir online yang memperingatkan modus kejahatan?"
"Ingat dong. Waktu itu aku selamat karena ingat kata-kata kamu," celetuk Shanaya.
"Sopir itu adalah mas Naren."
"Gila sih. Jangan bilang kamu naksir sama dia." Tebak Arina.
"Heh, nggak lah. Aku cuma kagum saja sama dia. Mas Naren nggak gengsi kerja apa saja demi anak dan istrinya. Dia juga kehilangan pekerjaan karena di fitnah, buktinya om Eril terima dia jadi pengawal pribadi aku." Elak Leona. Memang pada dasarnya dia tidak memiliki perasaan apapun pada Naren. Hatinya sudah dipenuhi oleh calon suaminya yang telah meninggal karena kecelakaan.
Leona terdiam, kini ia bertanya-tanya kenapa Naren dan Nadira memutuskan untuk berpisah? Padahal tatapan Naren jika sedang membahas anak-anak dan istrinya selalu berbinar. Nadira pun tampaknya wanita baik-baik.
"Jangan-jangan waktu di taman itu ..." lirih Leona ketika mengingat Naren tampak hancur di taman kesayangannya.
Leona terus menerka, sedangkan yang berusaha diteka pikiranny, sedang berada di ruang cctv bersama William. Naren tidur dalam posisi duduk setelah bertukar kabar dengan anak-anaknya.
Pria itu terbangun ketika jarum jam menunjukkan angka 12 malam karena merasa sangat haus, dan diruangan itu kehabisan air.
"Mau kemana?" tanya William.
"Ambil minum, mau nitip kopi?"
"Boleh." William mengangguk.
Naren pun menuju dapur yang berada di dalam Vila. Membuka kulkas untuk mengambil air, sekalian merebus air untuk membuat kopi. Sembari menunggu, dia duduk di atas meja pantri, mengetuk-etukkan jarinya.
Samar-samar dia mendengar suara perempuan tidak jauh darinya. Di antara temaram cahaya, Naren berjalan takut kalau saja Leona dalam bahaya.
Namun, semakin ia penasaran lukapun kian dalam ia rasakan. Percakapan mesra Nadira dengan seseorang di seberang telepon, membuat dadanya terasa dihantam batu besar.
Ia sudah tahu Nadira selingkuh, dan alasan mereka berpisah adalah perihal tersebut. Namun, tahu mereka masih memiliki hubungan dan baik-baik saja menjadi luka tersendiri di relung hatinya.
"Mas Naren?"
Naren menoleh dan mendapati wanita lain berdiri di belakangnya.
"Sekarang saya tahu alasan kalian berpisah."
"Nona butuh sesuatu?" tanya Naren seolah tidak mendengar ucapan Leona sebelumnya.
"Kuas dan palette knife saya patah."
"Dimana saya bisa mendapatkannya Nona?"
"Loteng, setelah mendapatkan bisa bawa ke Rooftop terrace Mas?"
"Bisa."
Naren mengangguk, sebelum mengambil keperluan melukis Leona, ia terlebih dahulu membawa kopi William ke ruang cctv.
Sedangkan Leona masih berada di dapur, menatap Nadira yang masih fokus bertukar suara dengan kekasihnya di saat ada suami di sekitarnya.
"Dia nggak sebaik yang aku kira," gumam Leona.
.
.
.
.
.
.
Aduh-aduh pengawal tampam sepertinya sangat populer.
udah kmu sm shanaya aja aku dukung pake bgtttt😄
tapi jangan Leona deh orang tuanya konglomerat takut Nanti Naren nya juga minder
dan takutnya orang tua Leona ga mau menerima anak2 Naren
jadi sama shanaya aja
semoga Naya juga sayang anak2 Naren