Kekurangan kasih sayang dari papanya, membuat Jessica Maverick selalu mencari perhatian dengan melakukan tindakan di luar batas, hingga dia juluki sebagai manizer atau pemain pria.
Sampai-sampai pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Jessica kerap kali mengundurkan diri. Mereka tidak sanggup memantau pergerakkan Jessica yang liar dan binal itu.
Tindakan yang dilakukan Jessica bukan tanpa sebab, dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari sang papa. Namun, bukannya mendapatkan perhatian, malah berujung mendapatkan pengawalan lebih ketat dari sebelumnya.
Felix namanya, siapa sangka kehadiran pria berkacamata itu membuat hidup Jessica jadi tidak bebas. Jessica pun berencana membuat Felix tidak betah.
Apakah Felix sanggup menjalankan tugasnya sebagai bodyguard Jessica? Lalu apa yang akan terjadi bila tumbuh benih-benih cinta tanpa mereka sadari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Ular Berbisa
"Aiden, lihat ada Jessica di sini, beri dia pelajaran sekarang, lihatlah Mia terluka gara-garanya," kata Stella seketika.
Mendengar ucapan Stella, Jessica langsung tersenyum miring. Kini dia tahu mengapa dua wanita berbisa ini berada di kantor papanya sekarang.
Jessica tak segera memberi komentar, malah melipat tangan di dada sambil menunggu drama apa yang akan dilakukan Stella dan Mia selanjutnya.
Dan dapat dipastikan Aiden akan memarahinya nanti. Menyadari hal itu Jessica jadi malas berlama-lama di sini.
"Benar Pa!" Mia spontan menghampiri Aiden kemudian bergelayut manja di tangan Aiden sambil memandang sinis Jessica.
"Pipiku jadi sakit gara-gara ulah Kakak Pa, kakak kasar sekali sama aku, padahal aku hanya menyapanya tadi saat di kampus," sambung Mia kembali.
Melihat pemandangan di depan, hati Jessica berdenyut perih. Dia cemburu! Cemburu pada papanya yang disentuh Mia saat ini.
Aiden tak segera menanggapi, malah melirik Jessica tiba-tiba. Raut wajahnya datar dan sulit sekali terbaca.
Jessica justru mendengus pelan lalu mencondongkan tubuhnya ke samping.
"Felix, temuilah pria ini dulu. Aku malas menonton drama ibu dan anak sialan ini,"kata Jessica, melirik sinis Stella dan Mia.
Belum sempat Felix menanggapi. Jessica bergerak cepat keluar dari ruangan. Stella dan Mia melototkan mata mendengar ucapan Jessica barusan.
"Aiden, lihat lah Jessica benar-benar tidak sopan pada kita, hukumlah Jessica sekarang juga," ujar Stella. Menahan kesal kala Aiden tak kunjung memberi komentar.
"Felix, ikuti Jessica jangan sampai hilang dari pandanganmu." Aiden tak segera menanggapi, malah melirik ke arah Felix.
"Baik Tuan." Sebelum pergi, Felix menundukkan kepala sejenak lalu bergegas keluar dari ruangan.
Meninggalkan Stella dan Mia saling lempar pandang sejenak dengan mata melotot keluar.
"Aiden kenapa kau membiarkan Jessica pergi, ini waktu yang tepat untuk kau mendidik Jessica," ucap Stella. Sesekali melirik Mia untuk berakting menangis.
Saat diberitahu Mia bila Jessica menamparnya tadi di kampus. Tanpa pikir panjang Stella mengajak Mia untuk bertemu Aiden. Dia ingin memberi Jessica pelajaran.
Meskipun dia tahu bila Aiden selama ini hanya memarahi Jessica melalui kata-kata. Sebab selama menjadi istri kedua Aiden, Stella belum terlalu mengenal Aiden. Lelaki ini lebih banyak diam dan terkesan cuek padanya. Kendati demikian, segala keperluannya selalu terpenuhi.
"Benar kata Mama, berilah hukuman untuk Kakak, Pa, agar dia tidak lagi mengangguku," ucap Mia dengan mata berkaca-kaca. Dia hendak bersandiwara.
Untuk kedua kalinya, Aiden tak bersuara. Lelaki bertubuh tinggi itu menurunkan tangan Mia dengan pelan. Lalu melangkah cepat menuju kursi kebesarannya.
"Aiden," ucap Stella, menahan geram karena Aiden tak juga menanggapi.
"Bisakah kalian berdua duduk dulu, kedatangan kalian kemari membuat kepalaku makin pusing." Duduk di kursi kebesaran, dengan tangan terlipat di dada Aiden memandang dingin Stella dan Mia bergantian.
Stella langsung membeku. Suaminya sulit sekali ditebak. Tanpa membalas satu patah kata pun Stella memberi kode pada Mia untuk duduk bersama di sofa.
Suasana mendadak dingin padahal tadi saat masuk ke dalam ruangan, hawa di sekitar tampak biasa saja.
Sementara itu, di luar ruangan. Felix tampak panik kala belum juga menemukan Jessica.
"Oh my God, ke mana Nona? Bisa mati aku kalau Nona sampai kenapa-kenapa," cicit Felix sambil celingak-celinguk ke segala arah.
Felix pun kembali menyusuri gedung bertingkat tinggi tersebut. Karena tak kunjung menemukan Jessica. Felix memutuskan meminta bantuan pada seorang security untuk menunjukkan di mana letak ruang CCTV. Felix berencana mencari Jessica melalui CCTV.
Tanpa diketahui Felix, Jessica saat ini sedang menangis tersedu sedan di ruangan yang tak pernah dipakai lagi. Ruangan ini terletak di paling belakang gedung dan jarang sekali dilewati karyawan kantor.
Jessica merasa sepi sekali. Tak ada satu pun orang yang menyayanginya. Meskipun memiliki harta berlimpah, hidup Jessica terasa sangat hampa, seolah-olah kehadirannya tidak pernah diinginkan ke dunia.
"Ah sudahlah Jessica, untuk apa kau tangisi Aiden sialan itu hah! Sebaiknya sekarang kau harus cepat-cepat menyelesaikan pendidikanmu, setelah itu kau kabur dan hidup sendirian," kata Jessica menghapus cepat air matanya.
Puas menangis Jessica memutuskan untuk keluar dari ruangan. Dia hendak menunggu Felix di dalam mobil saja. Namun, belum sempat keluar dari bangunan, tepatnya di lantai satu.
Stella dan Mia berdiri di depannya sekarang dengan tatapan nyalang.
"Cepat juga para pelacur ini mengadu pada lelaki itu," kata Jessica sambil menyeringai tipis seketika.
Jessica tak boleh menampakkan kesedihannya pada dua ular berbisa di hadapannya saat ini.
Sontak perkataan Jessica, membuat rahang Stella dan Mia tiba-tiba menegang. Tanpa banyak kata keduanya menjambak rambut Jessica, tapi bukan Jessica namanya kalau tidak membalas.
Hanya seorang diri, Jessica membuat Stella dan Mia berteriak histeris sekarang.
"Argh, lepaskan aku wanita sialan!"pekik Mia dengan mendongakkan kepala.
"Berani kau melawan Mammu, Jessica! Lepaskan rambut Mamamu ini hah!" Stella merasa rambutnya mulai rontok sekarang. Tarikan yang dilakukan Jessica ternyata sangat kuat, hingga rasa perih mulai mendera di seluruh kulit kepalanya.
"Haha." Jessica justru tertawa keras sambil mengabaikan rasa sakit yang menjalar di kepalanya sejak tadi.
Tak ada yang mau mengalah, ketiganya sama-sama menggerakkan tangan. Meskipun Jessica sendirian, tapi dia terlihat unggul. Mungkin karena tinggi badannya, Jessica tidak kewalahan membalas mama dan saudara tirinya itu.
Perkelahian Jessica, Stella dan Mia, tentu saja mengundang perhatian para karyawan yang lalu lalang di sekitar. Termasuk Aiden yang diberitahu sekretarisnya ada keributan di lantai satu, lelaki itu lantas bergegas turun ke lantai dasar.
Felix yang melihat dari CCTV pun berlari cepat menuju sumber masalah.
"Papa, Kak Jessica menyerangku duluan tadi!" Ketika melihat Aiden di sekitar, dengan napas terengah-engah Mia segera menurunkan tangan lalu bergegas menghampiri Aiden.
Begitu pula Stella. Sekarang, rambutnya terlihat acak-acakkan.
Berbeda dengan Jessica, tampak sangat tenang dengan kedatangan Aiden.
"Apa yang dikatakan Mia benar, Jessica menyerang kami duluan tadi, ini tidak bisa dibiarkan Aiden, Jessica bisa membuat namamu hancur, bersikap lah tegas dengan Jessica," timpal Stella sengaja mengompori.
Jessica hanya diam saja, memilih memalingkan muka ke samping dan menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.
Sebab Jessica sudah tahu alur drama pendek Stella dan Mia ini akan ke mana. Mau melawan pun percuma rasanya karena dia yakin sekali papanya akan berpihak pada dua manusia berbisa itu.
Palingan Aiden akan melarangnya keluar malam dan jajannya pun akan dikurangi.
"Tuan Aiden, semua yang dikatakan Nyonya Stella dan Nona Mia tidak benar, Nona Jessica lah yang diserang mereka terlebih dahulu!" kata Felix yang tiba-tiba datang menghampiri Jessica.
Felix tak sadar langsung menggenggam tangan kanan Jessica. Jessica membeku ditempat kala tangannya dipegang dengan sangat erat saat ini.
siapa pulak itu yang datang