NovelToon NovelToon
Ketika Sakura Mekar Kembali

Ketika Sakura Mekar Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:464
Nilai: 5
Nama Author: Abdulpro

Shinamura Haruki, seorang siswa SMA kelas dua berusia 16 tahun, baru saja mengalami patah hati terburuk. Empat bulan lalu, cintanya ditolak saat malam Natal. Dalam kesedihan, ia memutuskan untuk membeli kopi sebelum pulang, tapi takdir berkata lain. Ia malah ditabrak oleh Aozora Rin, gadis teman satu sekolahnya. Bagaimana pertemuan tak terduga ini akan mengubah kisah cinta mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdulpro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alasan Kuat

Senja perlahan menelan mentari. Langit berubah menjadi gradasi jingga dan ungu yang memukau. Yui merapikan buku-buku di meja, bersiap untuk pulang.

"Terima kasih banyak, Om, sudah mengizinkan Yui main ke sini," ucapnya tulus kepada ayah Renji. Ayah Renji menyambutnya ramah.

“Ah, nggak usah sungkan. Ini ada sedikit jajanan buat dibawa pulang. Anggap saja tanda terima kasih karena sudah mau ngajarin Renji belajar.”

Yui menerima bungkusan itu dengan wajah berbinar.

“Wah, makasih banyak, Om. Jadi repot gini.”

“Repot apanya, sih. Kapan-kapan main lagi aja, jangan sungkan.”

“Iya, Om. Kalau begitu, aku pamit dulu.” Yui melangkah keluar rumah, memandangi jalan yang mulai gelap dengan lampu-lampu jalan yang menyala temaram.

“Eh, Haruki? Kamu masih di sini? Aku kira udah pulang,” katanya terkejut melihat Haruki yang sedang duduk bersama ibu Renji, asyik bermain catur sambil ngemil snack dari toples.

Haruki berdiri, menepuk celananya.

“Belajarnya udah selesai? Yaudah, ayo bareng. Terima kasih banyak ya, Tante. Lain kali saya main lagi.”

“Iya sama sama, hati hati di jalan ya”.

Renji yang mendengar percakapan itu dari dalam rumah, buru-buru keluar menghampiri Yui dan Haruki.

"Yui, pulang sama aku aja. Udah malam, bahaya buat perempuan," bujuknya.

Yui tersenyum, memalingkan wajahnya sejenak. "Enggak usah. Aku pulang bareng Haruki kok, lagian rumah kami searah.”

Mendengar jawaban itu, Renji sontak menahan kesal. Ia mendekat ke Haruki, berbisik dengan nada menahan amarah,

“Kamu sengaja ya, bikin aku panas? Kamu udah punya cewek incaran sendiri, tapi masih aja ikut campur urusanku!”

Tangannya meraih kepala Haruki, menarik rambutnya ke atas. Namun belum sempat lebih jauh, ibunya langsung menjewer telinga Renji keras-keras.

“Ya ampun, Renji! Terserah Yui lah mau pulang sama siapa. Kamu ngapain ribut segala?”

Yui dan ayah Renji tak kuasa menahan tawa melihat pemandangan itu.

"Daripada kamu ribut nggak jelas, mending bereskan tempat belajar kamu sana! Masa ibu terus yang harus beres-beres setiap hari!”

Haruki hanya tersenyum kecil, menepuk bahu Renji. “Santai aja. Aku cuma nganterin Yui karena sekalian lewat. Aku nggak bakal rebut dia darimu.”

Renji menghela napas panjang. Ia tahu betul, Haruki bukan tipe orang yang akan menusuk dari belakang. Toh, justru dirinya yang dulu mempertemukan Yui dengan Haruki.

“Iya deh, jaga dia, jangan sampai kenapa-kenapa”.

Tak lama kemudian, Haruki mengeluarkan motornya. Yui naik ke boncengan, lalu mereka melambaikan tangan pada keluarga Renji sebelum berangkat.

Udara malam menusuk kulit, membuat Yui merapatkan jaket tipisnya.

“Haruki, kita mampir ke minimarket dulu, ya?”

“Boleh,” jawab Haruki singkat. Ia memarkir motor di depan minimarket, duduk menunggu di bangku luar.

“Haruki, kamu mau beli apa?” tanya Yui yang hendak masuk.

“Terserah kamu aja.”

Dia lalu masuk ke minimarket, membeli sesuatu. Beberapa menit kemudian, Yui kembali dengan roti hangat dan dua cangkir kopi.

“Nih, ada coklat sama keju. Kamu suka yang mana?”

“Coklat aja deh. Makasih ya,” kata Haruki sambil menerima roti darinya.

Mereka makan berdua di bangku minimarket. Lampu neon di atas kepala berkelip samar, sementara lalu-lalang kendaraan melintas di jalan depan.

“Menurutmu, besok Renji bisa nggak ya dapat nilai bagus?” tanya Yui sambil menggigit rotinya.

Haruki mengunyah pelan sebelum menjawab.

“Semoga sih bisa. Tadi aku lihat dia serius kok belajarnya.”

Yui terdiam, pikirannya melayang pada momen siang tadi. Renji lebih banyak bercanda daripada benar-benar memperhatikan saat mereka belajar. Hatinya sedikit gelisah, seolah ada sesuatu yang mengganjal.

"Kamu kenapa? Kok kayaknya kepikiran gitu?" tanya Haruki, menatapnya penuh selidik.

Yui menunduk, tahu bahwa Haruki bisa membaca suasana hatinya. "Enggak apa-apa kok..." gumamnya pelan.

"Jangan bohong. Wajahmu kelihatan jelas kalau lagi ada masalah. Tentang Renji?" Haruki mendesak lembut.

Yui akhirnya menghela napas. "Tadi dia... enggak serius sama sekali. Padahal aku sudah susah-susah datang buat belajar, tapi dia malah terus-terusan menggodaku. Malah bikin kesal."

"Bikin kesal gimana?" tanya Haruki, keningnya berkerut.

"Waktu aku mau tanya rumus, dia malah bilang,

'Tuh kan, baru sebentar saja sudah butuh aku.' Aku jadi kesal, kan? Rasanya, aku cuma... mau fokus belajar," cerita Yui, suaranya sedikit bergetar.

"Aku jadi berpikir, apa memang dia enggak pernah menganggapku serius?"

Haruki mengangguk paham. "Renji memang begitu. Dia enggak bisa menunjukkan perasaannya dengan cara yang normal. Itu caranya menarik perhatianmu. Kamu tahu sendiri, kan?"

"Aku tahu, tapi... apa harus begitu terus? Dia enggak pernah berubah," keluh Yui, menatap Haruki.

"Aku merasa dia itu tidak bisa serius. Aku mau dia bertingkah lebih dewasa."

"Mungkin dia juga bingung," jawab Haruki, mencoba membesarkan hati Yui.

"Dia pasti merasa senang karena kamu mau datang untuknya. Cuma... cara dia menunjukkannya saja yang masih kekanak-kanakan."

Yui tetap menunduk, merenungkan kata-kata Haruki. Ia tahu, di balik semua candaan Renji, ada perasaan yang tulus. Namun, ia juga berharap Renji bisa lebih terbuka dan serius.

Hubungan mereka terasa seperti teka-teki, dan Yui belum menemukan jawabannya.

“Renji mungkin nggak sepenuhnya serius belajar. Tapi percayalah, Yui. Dia selalu punya cara untuk cari perhatianmu. Dia cuma pengen kamu ada di sisinya,” ucap Haruki tenang.

Yui tersentak. “Hah? Cari perhatian… buat aku?”

Haruki tersenyum samar. “Kamu belum sadar, ya? Nanti juga kamu bakal ngerti.”

Hening sejenak, hanya suara kendaraan yang lewat memecah keheningan mereka. Lalu, tanpa banyak kata lagi, mereka menghabiskan roti dan kopi sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

Sesampainya di rumah, ibunya Yui langsung menyambut cemas.

“Akhirnya kamu pulang juga, Ibu khawatir banget.” Ia mencubit pipi putrinya lembut.

“Hihi, maaf, Bu. Haruki yang anterin aku pulang.” Yui menunjuk ke arah pagar, tempat Haruki berdiri sopan.

“Terima kasih banyak ya, Haruki,” ucap ibunya dengan tulus.

Haruki mengangguk, lalu pamit pulang. Malam itu ia makan bersama ibunya, lalu menyiapkan diri untuk ujian.

Di sela-sela belajar, ponsel Haruki bergetar, memecah kesunyian malam yang dingin.

Sebuah notifikasi dari Rin muncul di layarnya. Haruki meraih ponselnya, melihat pesan dari Rin.

"Haruki, kamu udah persiapan buat ujian besok belum?"

Haruki memotret buku yang sedang dipelajarinya, buku yang halamannya penuh dengan coretan dan stabilo berwarna-warni.

"Udah, nih," jawabnya singkat sambil mengirimkan foto tersebut.

"Aku bingung nih, besok aku bisa ngerjain soal ujian enggak, ya?😭" balas Rin. Pesannya terdengar khawatir, seolah-olah beban ujian sudah terasa berat di pundaknya.

Melihat kekhawatiran Rin, Haruki tersenyum.

"Kamu pasti bisa."

"Kan kamu sudah belajar bareng Aika dan Hana. Mereka kan pintar-pintar," tambahnya. Ia ingin Rin mengingat betapa kerasnya mereka sudah berusaha.

"Iya, sih. Tapi tetap aja deg-degan. Semoga besok lancar, ya," balas Rin.

"Aamiin, semoga kita berdua bisa dapat nilai yang memuaskan," Haruki mendoakan.

Waktu terus berjalan, dan kantuk mulai menyerang. Mata Haruki terasa berat. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 11 malam.

"Aku mau tidur duluan ya, udah ngantuk banget," tulis Haruki, mengakhiri pembicaraan.

"Selamat malam, Haruki 🌙✨," balas Rin, disertai stiker bulan dan bintang.

Balasan itu membuat Haruki tersenyum kecil. Ada rasa hangat yang menjalar di hatinya. Ia meletakkan ponselnya, menutup lampu kamar, dan bersiap untuk beristirahat.

Keesokan harinya, Haruki tiba di gerbang sekolah. Di sana, ia melihat Renji dan Yui sudah sibuk dengan buku-buku mereka, tampak serius. Tak lama, Rin dan Hana menyusul, dan mereka semua berjalan bersama menuju ruang ujian yang telah ditentukan.

"Aduh! Aku masih belum paham tentang materi ini," keluh Naomi pada Hana, suaranya terdengar cemas.

Hana menepuk pundak Naomi. "Tenang, kita sudah belajar banyak. Jangan menyerah, kita pasti bisa!" Ia tersenyum meyakinkan.

Suasana di dalam ruang ujian terasa tegang. Setiap murid berusaha keras untuk fokus pada soal di depan mereka. Haruki menulis dengan lancar, sementara Yui tampak percaya diri, sesekali merapikan poninya. Rin terlihat sedikit kesulitan, namun ia menggenggam pensilnya erat-erat, bertekad untuk tidak menyerah.

Hening kelas hanya diisi suara gesekan pensil di atas kertas. Waktu terasa begitu cepat berlalu.

"Baik, waktu habis!" Suara pengawas memecah keheningan.

Satu per satu, para murid mengumpulkan lembar jawaban mereka, lalu berjalan keluar ruangan dengan wajah letih.

Di koridor, Aika langsung menyapa dengan ceria. "Akhirnya selesai juga! Gimana kalian, lancar?"

Raut wajah lesu dan gerakan tangan menggaruk kepala dari teman-temannya sudah menjadi jawaban yang jelas.

"Lumayan... masih ada lima mata pelajaran lagi," keluh Renji.

"Semangat semuanya!" Haruki mencoba menyemangati, meskipun ia sendiri merasa lelah.

Mereka mengangkat tangan dengan lesu, seraya berucap pelan, "Yee..." Suara mereka terdengar lebih seperti erangan.

Setelah menyelesaikan seluruh ujian, Hana mengajak Yui pergi ke rumahnya.

"Yui, nanti aku main ke rumahmu, ya?" pinta Hana dengan mata berbinar penuh harap.

"Aku mau minta saran buat liburan ke pantai minggu depan."

Yui mengangguk setuju. "Tentu saja. Boleh."

Mereka berjalan pulang bersama, langkah kaki mereka terasa ringan setelah beban ujian terangkat. Langit sore yang cerah seolah ikut merayakan.

"Senang banget akhirnya bisa liburan!" seru Hana, melompat kecil.

"Aku sudah bosan lihat buku dan rumus."

Yui tersenyum. "Sama. Aku sudah enggak sabar. Jadi, kamu mau minta saran apa?"

"Hmm... aku boleh pinjam pakaian renangmu enggak?" tanya Hana, suaranya sedikit mengecil saat ia melirik sedih ke arah dadanya. "Punyaku sudah rusak. Kalau pinjam punya Rin, ….. kebesaran."

"Boleh kok," jawab Yui sambil tertawa kecil.

"Kamu coba saja dulu, nanti pilih yang cocok."

Di rumah Yui, Hana mencoba beberapa pakaian renang. Ia melihat dirinya di cermin, memutar tubuhnya ke kiri dan kanan.

"Yang ini saja, deh. Kayaknya pas. Yang lain agak kebesaran," ucap Hana, sedikit canggung.

Yui membungkus pakaian renang itu dalam kantong plastik.

"Terima kasih, Yui! Kalau sudah selesai, aku kembalikan," ungkap Hana, lalu berpamitan untuk naik bus.

Keesokan harinya, pengumuman hasil ujian tiba. Ada pengumuman tambahan bahwa selama seminggu ke depan tidak ada pelajaran, hanya remedial untuk siswa yang nilainya kurang.

Rin mendapat dua mata pelajaran yang harus di remedial, Hana dan Naomi masing-masing satu. Lalu Renji... ia mendapat empat mata pelajaran.

Guru mengumumkan dengan tegas, "Murid yang nilainya masih kurang akan mengikuti remedial."

Mendengar itu, Yui langsung melirik ke arah Renji. "Makanya, waktu itu aku ajarin enggak serius. Jadi remedial, kan?" Suara Yui terdengar kesal, namun ada nada kepedulian yang ia sembunyikan.

Renji hanya bisa tersenyum masam. "Ya gimana lagi, kamu bawelnya minta ampun. Jadi aku enggak bisa konsentrasi, kan?"

"Tuh, kan! Nyalahin aku lagi!" Yui membalas, tapi ia tidak bisa menahan senyum.

"Kamu remedial apa saja?"

"Kimia, Fisika, Matematika, sama Bahasa Inggris," jawab Renji lesu. "Banyak banget."

Di sisi lain, Rin dan Hana justru tersenyum, seolah menganggap remedial ini sebagai hal yang biasa.

Haruki, Yui, Aika, dan Souta kemudian pergi ke perpustakaan. Mereka melanjutkan membaca buku, meski pikiran mereka sudah melayang. Di antara tumpukan buku, mereka membicarakan rencana liburan ke pantai minggu depan, sebuah harapan kecil setelah melewati ujian yang melelahkan.

(Bersambung…)

1
Felipa Bravo
Characternya bikin terikat! 😊
Abdul Jabbar: Nantikan terus bab selanjutnya, upload setiap hari Selasa dan jumat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!