Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Selidiki
Satu bulan telah berlalu. Pencarian Raffaele untuk mencari keberadaan Valeria sudah berhenti. Pria itu sudah menyerah. Tentang siapa saja yang membantu Valeria kabur pun belum ia temukan. Ini benar-benar membuatnya penasaran.
Sedangkan kehidupan Valeria di Giethoorn begitu damai dan bahagia. Ditambah, malam ini ia akan dikunjungi oleh kakaknya berserta anak dan istrinya. Valeria sangat merindukan mereka. Ia sudah tidak sabar menunggu mereka datang. Walaupun sejak tadi pagi, ia merasakan badannya kurang enak. Dan sempat muntah-muntah juga. Sekarang saja masih merasa mual.
"Nona Valeria sudah enakan badannya?" Tanya Victoria.
"Masih mual Bibi, tapi nanti juga mendingan. Paling karena asam lambungku naik saja ini." Ujar Valeria.
"Aduh, makanya pas Bibi suruh makan yang banyak itu nurut Nona, kalau sakit begini saya juga ikutan sedih dan khawatir." Kata Victoria, wanita paruh baya itu tampak khawatir.
Sementara wanita yang sedang dikhawatirkan itu malah mengulas senyumnya. Senyum yang baru satu minggu ini kembali.
"Aku tidak apa-apa Bibi. Jangan sedih gitu." Valeria mengusap bahu Victoria.
"Oh iya, Bibi Victoria sudah menyiapkan makanan apa saja? Yang kemarin itu aku minta udah dibuatkan? Soalnya itu makanan kesukaan kak Brian." Ujar Valeria.
"Sudah Nona. Semuanya sudah siap, kita tinggal menunggu Tuan Brian dan keluarganya datang." Jawab Victoria.
Di Italia, tepatnya di sebuah pertemuan para kolega perusahaan. Raffaele kini berhadapan dengan Stevan duduknya. Mereka berdua saling memberikan tatapan tajam dan dingin. Penuh permusuhan. Tapi tidak dengan Stevan dia tampak biasa saja tapi memang ada kemarahan pada dirinya ketika mengingat cerita yang diberikan oleh Valeria satu bulan yang lalu.
Namun, sebuah senyuman miring tertarik dari salah satu sudut bibir pria paruh baya tersebut. Ia sudah mendapatkan jawabannya, mengapa Raffaele menghabisi orang tua menantunya. Bahkan menghancurkan Valeria. Ia memiliki sebuah bom atom yang bisa mengguncang perasaan pria di hadapannya saat ini.
"Saya rasa sejak tadi tuan Stevan ini terus menatap ke arah saya." Suara Raffaele dingin menusuk sampai ke tulang orang-orang di sana.
Sementara yang menjadi lawan bicara Raffaele hanya biasa saja tanpa takut seperti yang lainnya. Stevan terkesan santai dan malah kembali menyesap minumannya.
"Saya hanya kagum saja dengan Anda tuan Raffaele. Sayangnya kita tidak bisa bekerja sama." Sindir Stevan, padahal yang enggan diajak kerja sama adalah dirinya sendiri.
Dulu, beberapa kali Raffaele pernah melayangkan permintaan kerja sama dengan Stevan. Namun pria paruh baya ini tak mau menerimanya. Entah apa alasannya. Namun setelah itu, seringnya Stevan yang selalu tertangkap basah melakukan pengintaian ketika dirinya sedang melakukan transaksi ilegal di dunia mafianya. Kini Raffaele mengetahui satu hal, dia ternyata musuh sang ayah tiri.
"Terimakasih. Tapi saya risih dengan tatapan Anda itu." Balas Raffaele.
"Maaf kalau begitu." Ujar Stevan dengan mudahnya.
Semakin malam pesta pertemuan antar pemilik perusahaan itu semakin seru. Ada yang sedang bermain wanita. Ada juga yang hanya saling mengobrol.
Berbeda dengan Raffaele yang saat ini duduk sendirian. Dengan segelas wine di tangannya. Ia masih kepikiran kemana Valeria menghilang. Pemikirannya tersebut buyar saat kedatangan seseorang yang turut duduk di sampingnya.
"Boleh saya duduk di sini?" Ujar pria tersebut.
Bibir Raffaele tertarik sebelah. "Tumben Anda mendekati saya. Sepertinya sejak tadi memang Anda mengincar saya."
Sindiran dari Raffaele tersebut hanya dibalas sebuah kekehan Stevan. Sebelum ia berbicara sesuatu yang langsung membuat Raffaele menoleh ke arahnya.
"Saya dengar Anda menyekap seorang wanita?" Ujar Stevan.
"Berita dari mana itu?" Raffaele mengeles setelah beberapa menit tadi terdiam.
"Apa Anda memata-matai saya?" Tanya Raffaele.
"Bisa dibilang begitu. Lalu, siapa wanita itu?" Ujar Stevan.
"Bukan urusan Anda." Balas Raffaele.
"Anda ini dekat sekali dan menurut sekali ya sama ayah tiri Anda. Saya lihat apapun perintahnya Anda bakalan melakukannya. Benar begitu?" Stevan kembali memancing pembicaraan dengan Raffaele.
Sedangkan Raffaele mulai terganggu. Ia butuh ketenangan. Sedangkan Stevan malah hadir menemuinya sekarang ini.
"Sudah sewajarnya saya melakukan itu. Sebagai balas budi saya untuk orang yang telah menolong saya." Jawaban Raffaele itu membuat Stevan tertawa lirih penuh ejekan.
"Balas budi ya? Apa tuan Raffaele ini sudah pernah menyelidiki sesuatu tentang ayah tiri Anda tersebut? Siapa tahu ada kejutan di sana. Sesuatu yang sangat jauh berbeda dengan perkiraan Anda ini tuan Raffaele." Stevan begitu berani mengatakan ucapan seperti itu pada Raffaele.
Semakin dibiarkan, Raffaele menganggap Stevan ini semakin berbicara yang aneh. Ia tak mengerti mengapa pria itu memintanya mencari tahu tentang ayah tirinya yang selama ini baik padanya. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan sekarang ini, tapi pria di depannya ini mengetahuinya.
"Anda mengatakan seperti itu karena merupakan musuh ayah tiri saya." Ujar Raffaele, berkata seolah dirinya tidak penasaran akan perkataan Stevan tadi.
"Tepat sekali. Tapi juga bukan hanya itu, saya hanya kasihan saja denganmu dijadikan tameng dan dimanfaatkan oleh ayah tirimu itu." Balas Stevan.
"Apa maksud Anda? Katakan langsung jika Anda memiliki masalah dengan saya atau ayah tiri saya. Tidak perlu berbelit-belit seperti ini." Raffaele marah.
Tapi Stevan lagi-lagi menyikapinya dengan terkekeh rendah. Kemudian dia berdiri dan memutuskan untuk pergi dari sana.
"Jika Anda penasaran dengan apa yang saya katakan tadi. Cari tahu sendiri kebenarannya. Bukankah Anda ini Mafia kuat? Sangat mudah harusnya menemukan jawabannya." Ejek Stevan.
Raffaele memandangi punggung pria yang kini telah menghilang dari balik pintu. Ia belum pernah selama ini berbicara dengan Stevan. Dan baru kali ini pria tersebut mengajaknya berbicara. Tapi bagaimana pria itu tahu jika dirinya pernah menyekap seorang wanita?
Raffaele menggeleng. Tidak! Bukan itu yang membuatnya penasaran sekarang ini. Tapi perkataan Stevan yang lain. Yang meminta dirinya untuk menyelidiki ayah tirinya sendiri.
...****...
"Aku kangen banget sama kak Brian." Pelukan Valeria mengerat. Lalu kemudian berganti memeluk kakak iparnya setelahnya baru si kecil. Keponakannya yang begitu menggemaskan.
"Kalian bagaimana kabarnya? Semua di sana baik-baik saja kan?" Tanya Valeria.
Tangan Brian terangkat, mengelus puncak kepala adik perempuannya itu. Setelahnya mengangguk. Ia bingung akan mengatakannya atau tidak, jika beberapa minggu yang lalu, Raffaele mendatanginya di rumah.
"Semuanya baik-baik saja Valeria. Walaupun sempat pria itu datang ke rumah untuk mencarimu." Bukan Brian yang menjawab tapi Ines.
"Apa?! Dia datang? Tapi... tapi kalian tidak baik-baik saja kan? Pria itu tidak melakukan kejahatan kepada kalian kan?" Ada ketakutan di wajah Valeria ketika membicarakan tentang Raffaele.
"Tidak Valeria, kamu tenang saja. Semuanya baik. Dia juga tidak akan tahu kamu di sini." Balas Ines.
Valeria menghembuskan napasnya penuh kelegaan. Kekhawatirannya tidak terjadi. Setiap mendengar tentang pria itu, traumanya akan kembali muncul.
"Syukurlah kalau begitu, ayo kita ke ruang makan. Aku sudah menyiapkan beberapa menu makanan untuk menyambut kedatangan kalian. Ayo Erin, aunty gandeng." Valeria berjalan lebih dulu dengan Erin. Sementara Brian dan Ines masih di belakang.
"Sebaiknya kita jangan membicarakan pria itu sayang. Biarkan Valeria tenang tanpa bayang-bayang pria itu. Aku bisa melihat ketakutan di mata adikku itu tadi ketika mendengar Raffaele mendatangi rumah kita." Ujar Brian pada sang istri.
"Baiklah, maafkan aku karena terlalu gegabah tadi." Jawab Ines.
rasain loh raff bikin lama Thor normal kan usia 4 bulan baru terasa nyaman Siska Raffael Ampe 4 bulan ,itu belum seberapa dibanding kan luka hati Valeri
topi ya ga salah jg sih kamu kan di dokterin
i hope happy ending mereka berdua
apa ga ada cctv nanti Raffa lihat temennya bantuin apa ga ngreog