Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Salma turun perlahan dari tangga, ia menatap Zayad yang tampak duduk tenang menunggu dirinya di ruangan tamu. Wanita itu menarik nafas dalam terlebih dulu, dan mencoba tetap tenang. Salma kemudian kembali melangkah turun untuk menemui sang suami.
"Mas." panggilnya lembut.
Salma mendekat tersenyum manja, hendak duduk di atas pangkuan Zayad. Pria itu tersentak dan menahan sang istri, "Tidak, Salma. Maaf."
Mata Salma mengerjap, namun ia tetap tersenyum, "Maryam tidak di rumah. Katanya mau program anak kedua? Em...sepertinya sudah cocok juga, Mas. Bagaimana jika kita berikan adik untuk Maryam? Sepertinya aku sudah siap."
Alis Zayad bertaut, "Bukankah, kamu bilang nggak mau punya anak lagi?"
"Kali ini sepertinya sudah mau, aku siap kok Mas."
Zayad menatap lekat Salma, pria itu menghela nafas berat dan menggeleng pelan, "Sudah terlambat, Salma."
Salma menelan ludah kasar, namun ia tetap tersenyum, "Maksud kamu?"
"Duduklah dulu, aku akan bicara serius dengan kamu."
Salma duduk, tepat di depan Zayad. Pria itu menatap Salma kembali, sedikit memajukan tubuhnya. Penuturan Zayad pun seketika membuat Salma terhenyak, hingga air matanya mengalir.
"Salma, sepertinya kita sudah tidak bisa lagi. Tentang rumah tangga ini."
Salma menggigit bibir bawahnya, dengan masih menangis, "Kenapa? Mas, jangan sampai kamu ucapkan talak."
Zayad memejamkan matanya sejenak, meredam gejolak emosionalnya. Tentu ia juga tidak mau gegabah, "Tidak akan kukatakan sekarang. Tapi, inilah yang ingin aku katakan sama kamu."
"Apa karena aku tidak mau punya anak lagi? Karena aku terlalu sibuk bekerja? Karena aku jarang bersama kalian? Aku sesibuk itu, karena itukan, Mas?"
Zayad sedikit tersentak, Salma menyuarakan yang memang itulah kesalahan wanita itu. Zayad kini dilanda rasa bingung, "Ya, karena itu."
"Mas, kamu tahu nggak..gimana rasanya nggak punya ayah sejak masih kecil? Belum lagi, ayah kami ternyata memiliki anak dari wanita lain. Kamu nggak tahu kan, bagaimana dulu ibuku berjuang bekerja sejak ayah meninggal? Mas, aku disini hanya meminta..coba aja mas berada di posisiku..hiks."
Zayad kembali tersentak, pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, "Tapi, aku merasa ini udah keterlaluan, Salma."
"Lalu, sampai nggak bisa di maafkan? Kemudian mas mau buang aku gitu aja? Lalu mas akan mencari wanita lain, yang muda, yang cantik, bisa patuh sama mas. Begitu, kan? Pasti begitu."
Zayad berdiri menatap Salma dengan sendu, "Aku tidak mencintaimu lagi, Salma. Ya, aku jahat..anggap saja begitu."
"Dari dulu juga memang nggak cinta sama aku. Benar, kan?"
Deg,
Mata Zayad membulat, "Maksud kamu?"
Giliran Salma kini berdiri, masih menangis menyuarakan isi hatinya, "Bukankah kita memang menikah karena perjodohan? Dari awal memang nggak cinta. Tapi semakin lama aku semakin cinta sama kamu, mas. Dan kamu nggak?"
Zayad menggeleng pelan, "Astagfirullah."
"Ingat setiap janjimu saat kita menikah, mas. Kamu itu udah lukai hatiku sebagai istrimu!"
Salma menangis kembali, kian histeris. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Zayad duduk kembali dengan lesu, hatinya bimbang saat ini. Namun, bayang-bayang wajah Naura seperti menyapa ingatannya.
"Apa benar ini cinta?" lirih pria itu.
"Seharusnya kasih aku waktu, mas. Jangan begini padaku. Karena Maryam sakit dan kita bertengkar, lalu mau menyudahi rumah tangga ini. Apa harus sesimpel itu, mas?!" cecar Salma.
Wanita itu mendekat dan memukuli bahu Zayad, "Tega kamu, mas! Jahat sama aku."
Zayad memegangi kedua tangan sang istri, Salma pun menangis histeris dan memeluk suaminya tersebut. Zayad terdiam di tempatnya, dengan hati yang berkecamuk. Sungguh, ia dilanda rasa ragu saat ini. Pria itu kebingungan. Sementara Salma, justru tersenyum tipis di pelukannya namun masih histeris menangis.
"Sudah dulu bicaranya. Aku mau tidur." tutur Zayad mengurai pelukan.
Zayad pergi begitu saja dengan berjalan lesu, dalam hati pria itu terus Istigfar. Salma menatap punggung Zayad dengan tangisannya, "Mas..aku mohon, pikirkan baik-baik!"
Zayad hanya diam dan masuk ke dalam kamar mereka. Pria itu shalat sebentar, Salma juga terlihat masuk ke dalam kamar dan naik ke atas ranjang. Wanita itu berbaring dengan sisa isakan tangisnya. Zayad sedikit terganggu dengan shalatnya, hatinya seperti mencari-cari kenyamanan saat ini. Akhirnya, pria itu pun melanjutkan dengan shalat Istikharah.
Pria itu meminta petunjuk Allah atas keputusan sulit yang ia hadapi saat ini. Dan nyatanya di tempat lain, Naura juga melakukan hal yang demikian. Wanita itu shalat Istikharah untuk meminta petunjuk Alla atas permohonan Zayad pada dirinya.
Dua insan itu saling shalat bersama, namun di lokasi yang berbeda. Bahkan air mata keduanya mengalir, sebab rasanya ini menyesakkan. Zayad yang bingung karena ia tersiksa akan rumah tangganya. Dan Naura yang bingung, apakah ia memang harus menerima permintaan pria itu. Sementara Zayad adalah suami Salma, kakaknya.
* * *
"Zayad...!"
Zayad tersentak di pagi hari, mendapati orang tuanya datang ke rumahnya secara tiba-tiba. Salma muncul dan berlari kecil memeluk lengan Zayad kala Yasir ayah Zayad berteriak marah pada puteranya.
"Ayah, jangan marah sama mas Zayad, Salma mohon!"
Laras ibu Zayad juga ada disana, ia terduduk lemah ditemani Zayn adik Zayad. Tadi malam, nyatanya Salma menelepon ibu Zayad dan mengadu pada ibu mertuanya tersebut. Zayad tidak tahu soal itu karena ia tidur, Salma menelepon mereka saat di luar kamarnya.
Yasir menatap Zayad dengan tegas, "Jangan..jadi laki-laki yang nggak bertanggung jawab! Ayah nggak pernah ngajari kamu seperti itu! Paham..?!"
Zayad terlihat kebingungan, Zayn menatap sang kakak dengan sendu.
"Kurang apa baiknya Salma?! Dia memang wanita karir, harusnya kamu paham itu. Jangan karena masalah sepele. kamu hampir talak dia. Bahaya sekali kamu, Zayad!" tekan Yasir dengan emosi.
Zayad menunduk, dengan helaan nafas yang berat, "Ya, Allah."
Salma juga menunduk saja, terus memeluk lengan Zayad. Namun wanita itu sejujurnya tersenyum tipis, sepertinya rencananya kini berhasil. Salma memang harus mencari dukungan yang kuat saat ini. Yaitu orang tua Zayad yang memang sudah suka padanya sejak dulu.
Namun, Laras disini lebih banyak diam. Entah kenapa sebagai seorang ibu, hatinya seperti terketuk oleh sesuatu. Laras menatap ke arah Salma dengan lekat, ia mengusap dadanya. Apalagi saat menatap Zayad, hati Laras seketika terasa perih.
"Mas, sudah. Jangan marahi Zayad lagi." pinta Laras.
"Nggak bisa! Anak ini harus ditegasi. Seenaknya saja begitu sama istrinya. Harus hati-hati jika bicara dalam keadaan emosi. Jangan sampai dia berucap hal yang nggak di inginkan Allah. Allah itu benci perceraian, Zayad! Ingat itu. Jangan kamu macam-macam dengan kata cerai. Terpikir pun, jangan! Ayah kecewa sama kamu."
Zayad hanya diam menunduk, namun pria itu terus menyebut nama Allah.
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂