dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
014. Jebakan Jodoh
Fandi tengah berada di pusat pelatihan bela diri. Setiap tahunnya Fandi akan mencoba seni beladiri yang berbeda dari yang sebelumnya. Tiap akhir bulan Fandi juga mengasah kemampuan bela diri yang sudah di kuasainya bersama kedua sahabatnya tentu saja. Sampai sekarang dirinya sudah menguasai sedikit 5 seni bela diri yaitu pencak silat, karate, judo, muay Thai, dan taekwondo. Saat ini Fandi tengah mempelajari tentang Brazilian Jiu-Jitsu, seni bela diri yang berasal dari Brazil, seni bela diri ini menekankan teknik grappling dan kontrol lawan. Yang dimaksud teknik grappling sendiri adalah teknik dalam seni bela diri yang melibatkan pegangan, kuncian, dan lemparan untuk mengendalikan dan menaklukkan lawan.
Seni bela diri ini tidak terlalu susah bagi Fandi karena dirinya sudah menguasai beberapa seni bela diri lain. Jerry dan Randu juga ikut berlatih. Pekerjaan mereka yang selalu berhubungan langsung dengan berbagai pelaku kriminal tentu saja berbahaya jika mereka tidak menguasai berbagai macam seni bela diri. Tak jarang beberapa target juga menggunakan senjata tajam untuk melawan petugas.
"Jadi gimana hubungan lu sama Diandra?" Jerry bertanya pada Fandi yang tengah meminum air.
Fandi, Jerry, dan Randu tengah beristirahat. Latihan hari ini sudah berakhir, ketiga lelaki itu sedang duduk lesehan bersama beberapa pria lain yang tidak mereka ketahui namanya.
"Gitu-gitu aja. Gue bingung mulai dari mana." Fandi menjawab setelah selesai minum, tenggorokannya terasa kering.
"Bego si Lo. Jangan sampe yang dulu keulang lagi." Randu bertitah pada Fandi, mengingatkan sahabatnya akan masa lalu.
Dulu Fandi melepaskan Diandra karena ingin mengejar karir, Diandra sendiri tidak tahu akan hal itu. Fandi meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan sedikitpun. Fandi sendiri sadar akan sikap cuek Diandra sekarang adalah akibat dari apa yang dirinya tabur dulu, Fandi menuainya sekarang. Untuk mendapatkan Diandra lagi maka Fandi harus ekstra mengeluarkan segala cara, tentu saja cara yang baik.
"Gimana urusan sama mantan lo?" Jerry kembali mengajukan pertanyaan.
"Yang jelas bagi gue udah selesai. Nggak ada lagi urusan sama mereka." Fandi menjawab tegas pertanyaan Jerry.
"Lu tahu, mantan lo itu ngirim pesan ke gue." Randu merogoh tasnya, lelaki itu lalu mengeluarkan handphone miliknya dan membacakan isi pesan yang beberapa hari lalu sempat dikirim oleh Hilda. "Bilangin ke Fandi, buka blokiran nomor gue atau gue bakal bunuh diri." Randu membaca pesan tersebut lalu menunjukkan kepada Fandi dan Jerry.
"Gila. Gila sih ni cewek." Jerry menggelengkan kepala, dirinya merasa merinding sendiri.
"Gue nggak perduli. Tetap nggak akan perduli, mau ni cewek mati sekalipun udah nggak ada urusan lagi sama gue. Diandra gue balik lagi, dan gue anggap ini petunjuk buat hubungan gue sama dia di masa lalu."
Fandi mulai menerawang, jika diingat-ingat dirinya dulu pernah beberapa kali berdoa pada Tuhan agar diberikan petunjuk akan hubungannya dengan Hilda. Mungkin inilah salah satu cara tuhan menunjukan bahwa dirinya memang tidak berjodoh dengan wanita itu.
"Ngomong-ngomong tu cewek dapat nomor lu dari mana?" Jerry bertanya kepo kenapa Hilda bisa mendapatkan kontak Randu.
"Lu lupa, gue pernah deket sama sepupunya." Randu menjawab santai sambil memutar botol air minumnya di lantai.
"Sianying. Tobat dah lu mending, ngeri juga lama lama. Ingat umur sob." Jerry memberi petuah.
"Emang gue mau tobat, ini lagi ngerayu tuhan biar Sisil luluh." Randu menyengir tanpa dosa.
"Sisil siapa lagi?" Fandi bertanya heran, cewek Randu sangat banyak, setiap cerita pasti berbeda orang.
"Cewek mana lagi ni? Sebenarnya cewek lu ada berapa dah gua tanya." Jerry juga bereaksi sama seperti Fandi.
"Sisil, Sisilia. Temennya cewek lu berdua." Randu memandang heran kedua sahabatnya.
Sementara Fandi dan Jerry kompak saling tatap. Sisilia yang mereka tahu memiliki sifat kurang lebih seperti Randu. Keduanya sering melihat Sisilia jalan dan nongkrong dengan pria berbeda-beda. Bahkan menurut cerita Githa selaku pacar Jerry, Sisilia merupakan pemain lama yang kini kembali aktif setelah putus dengan pacarnya yang terakhir. Hal ini diketahui juga oleh Fandi, karena beberapa hari yang lalu Fandi dan Jerry bertemu dengan Sisilia di mall, tengah makan siang dengan seorang pria bermata sipit, lalu dihari yang sama tepatnya di sore hari ketika keduanya sedang joging, Fandi dan Jerry juga melihat Sisilia duduk di taman bersama pria lain sedang menikmati pemandangan danau buatan di taman itu.
"Pemain handal ketemu pemain handal ini mah." Jerry berbisik pelan kepada Fandi, sedangkan Randu yang hanya mendengar sekilas bisikan Jerry bertanya kepala lelaki itu.
"Apa Jer, lu ngomong apa dah. Pemain apa?"
"Enggak." Jerry menggelengkan kepala. "Semoga berhasil kata gue mah."
"Semangat bro." Fandi mengepalkan kedua tangannya lalu mengangkatnya ke udara menyemangati sang sahabat.
Malam harinya Fandi diberi kabar oleh salah satu Tantenya agar ikut berkumpul dirumah sang nenek. Ibu dan ayah Fandi juga mengabari dirinya, begitu juga dengan Lingga yang bahkan sampai beberapa kali menelpon. Fandi pun segera meluncur kesana karena merasa sedikit khawatir, neneknya beberapa bulan terakhir kembali drop, bahkan beberapa kali juga dilarikan ke rumah sakit.
Sekitar satu setengah jam perjalanan dari rumahnya, Fandi sampai di kediaman sang nenek. Sudah ada beberapa mobil disana, mobil-mobil itu milik para om dan tantenya, ada juga mobil sepupu-sepupu Fandi yang lain.
Begitu Fandi masuk kedalam, suasana hening seketika menyelimuti kedatangannya. Wajah sanak keluarga Fandi tampak tegang ketika melihat kehadiran lelaki itu. Fandi jadi heran sendiri dengan keluarganya. Fandi lalu menyalimi tetua keluarga, seperti om dan tantenya, tak lupa nenek serta kedua orangtuanya. Keluarga dari pihak ayah lebih tepatnya.
"Duduk nak." Bu Gina menyuruh putranya duduk di tengah-tengah dirinya dan Pak Abidin, ayah Fandi.
Fandi pun menuruti perkataan sang ibu. Fandi duduk di sofa panjang yang diletakan melingkar di ruang tengah rumah nenek Fandi. Pak Abidin sendiri adalah anak ke tiga dari lima bersaudara. Nenek Fandi sendiri bernama Minah, anak tertua nenek Minah berjenis kelamin laki-laki, saat ini menetap di London karena urusan pekerjaan, lalu anak keduanya dan ketiganya juga laki-laki, sementara keempat dan anak kelimanya berjenis kelamin perempuan. Mereka semua menetap di Indonesia, berbeda pulau saja. Namun sesekali berkumpul bersama tentu saja.
"Ada apaan si?" Fandi berbisik pada Lingga yang mendadak pindah tempat duduk menjadi di sampingnya.
Tadinya Lingga duduk dipojokan, di sebelah pak Abidin. Tapi entah mengapa mendadak pindah ketika Fandi sudah duduk. Lingga tidak menjawab pertanyaan yang Fandi lontarkan, dirinya hanya mengangkat bahu acuh. Kalau saja tidak di colek sang ayah, Lingga sendiri enggan duduk di sebelah abangnya. Lingga alergi. Fandi yang kesal dicueki Lingga mencubit betis sang adik yang membuat Lingga meringis tertahan, Lingga menggunakan celana pendek tentu saja memudahkan Fandi untuk langsung mengapit kulit kaki Lingga.
"Ada apa ya ini om, tante, nek?" Fandi mengajukan pertanyaan karena sudah tidak tahan dengan suasana kikuk didalam rumah dua lantai itu.