Aku Shella, seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah Menengah Atas.
Berawal dari penolakan ibu dan saudariku yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku, membuatku berubah menjadi gadis yang tidak memiliki hati dan pendendam.
Aku juga bertekad ingin merampas apa yang dimiliki oleh saudariku.
Aku bahkan tidak mengeluarkan air mataku saat ibuku dinyatakan meninggal dunia.
Hingga terungkapnya sebuah rahasia yang begitu mengguncang kewarasan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayah Terluka
Ini kali pertama Ayah tidak menepati janjinya soal kepulangan nya. Bos Luo sudah memberitahu kalau Ayah masih ada pekerjaan yang belum selesai.
Namun aku tetap merasa tidak terima, mengapa Ayah tidak menghubungi ku langsung. Aku terduduk di bangku sambil menatap sembarangan dengan tatapan kosong.
Tidak ada lagi yang spesial untuk saat ini, untuk bergerak sedikit saja aku sangat enggan. Mungkin dimata bos Luo aku masih terlihat seperti anak-anak yang menantikan kepulangan Ayahnya.
Memang benar, hanya usiaku yang bertambah. Pola pikir dan tingkahku masih tertinggal dibangku Sekolah Dasar.
Entah berapa lama aku menghabiskan waktu duduk sendirian dikursi ini, aku hanya tersadar karena ada paman Rangga yang menendang pelan kursi yang ku duduki.
Hati-hati, bisa-bisa kamu kemasukan...
Aku menoleh dengan malas, terlalu lelah jika harus meladeni pria matang ini. Energi ku pagi ini tidak terisi dengan benar, jadi aku tidak akan meladeninya.
Ada apa paman...
Hanya itu, setelahnya aku kembali fokus pada hobiku yang baru, yaitu melamun. Untuk menghela nafas saja rasanya sangat berat untuk kulakukan.
Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat...
Tempat apa itu paman...
Nanti juga kau tahu, ayo ganti bajumu...
Kali ini aku mulai tertarik, mungkin itu dapat menghalau rasa galau didalam hatiku. Walau masih agak berat kaki melangkah, namun tetap harus ku lakukan daripada dilanda kerinduan yang menggunung.
Setelah selesai mengganti pakaian tidurku, aku segera turun dan kembali bergabung dengan paman Rangga.
Didalam perjalanan pun aku tidak ingin membuka mulutku sama sekali. Berbagai pertanyaan berkecamuk didalam otakku.
Bagaimana jika ternyata Ayah sedang terluka, dan untuk menutupi itu ia sengaja mengatakan pekerjaanya belum selesai.
***
Dibelahan kota lain, Julian, Ayah Shella sedang dalam posisi berlutut lengkap dengan todongan senjata tepat dikepalanya.
Bukankah sudah ku peringatkan untuk tidak mengusik bosku?
Julian sama sekali tidak takut, walau diwajahnya sudah dipenuhi luka-luka, ia tetap menatap dengan mata menyala.
Biarkan aku bertemu dengannya, aku harus memastikan sesuatu !!!
Ia masih tak gentar ingin merealisasikan kemauannya. walau tubuhnya sudah lebam-lebam akibat dihajar oleh anak buah dari pria yang selama ini dicarinya.
Bos tidak dalam posisi untuk ditemui. Pulanglah atau kau akan tinggal nama !!!
Mendengar itu, Julian hanya bisa tertawa keras-keras. penyelidikan nya pada kecelakaan yang merenggut nyawa istrinya selalu menemui jalan buntu saat ingin menemui saksi.
Katakan pada bosmu, aku tidak akan menyerah!!!
Beberapa pria berbaju hitam itu segera bergerak menjauh, tertinggal Julian yang masih meratapi semuanya.
Ia bahkan tidak berani menanyakan tentang kecelakaan itu pada putri nya yang merupakan saksi dalam kejadian itu.
Selain karena itu dapat memacu trauma yang berlebihan, Julian juga tidak ingin Shella mengingat kenangan pahit itu.
ANNA.!!!
ANNA.!!
Anna....
Bagaimana cara ku membalas mereka???
Ia meraung sambil memukul-mukul tanah tempat nya duduk. Julian sendiri merasa kecewa pada dirinya karena sebagai seorang agen nasional, ia tidak dapat memecahkan kasus kecelakaan yang merenggut nyawa istrinya.
Setelah lelah menangisi istrinya, ia kemudian bergegas menuju mobilnya yang terparkir diluar ruangan.
Keterbatasan akses yang ia punya juga menjadi alasan mengapa sangat sulit untuknya menyelidiki semuanya secara diam-diam.
Para detektif yang menangani kasus itu tak kunjung mendapat titik terang atas kasus itu sehingga perlahan-lahan kasus itu terlupakan begitu saja.
Karena tak ingin membuat putri tercinta nya menunggu lama, Julian segera menancap gas menuju kota tempat tinggal mereka.
***
Kembali pada paman Rangga, ternyata dia membawaku ke sebuah rumah sakit yang berdiri dengan megahnya di tengah-tengah pusat perkotaan.
Kami keluar dari mobil dan memandangi bangunan ini dengan seksama, mungkin paman Rangga juga tengah mengagumimu bangunan ini.
Siapa yang sakit, bibi Anggie?? Aku tidak dapat kabar apapun..
Ck, bukan ibu!
Oh. Lalu??
Kau tahu, bangunan mewah ini adalah hasil rancangan ku..
Aku tertegun mendapati bahwa paman Rangga membawaku jauh-jauh ketempat ini hanya untuk pamer.
Paman membawaku kesini hanya untuk mengatakan itu?
Paman sungguh seorang narsistik.
Namun bukan jawaban yang kudapat, melainkan sebuah pukulan ringan mendarat di kepalaku.
Mengapa isi otakmu sedangkal itu?
Ayo,,,
Sebelum paman melangkahkan kakinya, aku menarik tangannya. Lantas kalau bukan bibi Anggie, siapa yang sakit?
Paman sakit?
Atau ada sesuatu yang kulewatkan?
Aku bertanya seperti itu karena tiba-tiba rasa khawatir ku tertuju pada Ayah. Aku tidak akan melangkahkan kaki ku masuk kedalam jika paman Rangga tidak mau menceritakan nya.
Ini untukmu,
Aku masih dilanda kebingungan tentu saja, memangnya ada apa denganku? Aku sama sekali tidak merasakan gejala sakit apapun.
Aku baik-baik saja paman, tidak perlu memeriksanya. Aku aman kok, sungguh.
Mendengar itu paman Rangga semakin tersenyum.
Telingamu, kita akan melakukan pemeriksaan dan jika cocok kau akan kembali mendapatkan pendengaranmu.
Mengetahui itu semua, aku hanya diam tak tahu harus merespon seperti apa. Namun satu hal yang pasti, aku tidak semudah itu menerima bantuan dari orang lain.
Paman, aku rasa aku tidak bisa menerima ini,,
Mengapa?
Aku tidak ingin paman Bersimpati denganku hanya karena aku tidak dapat mendengar. ,,,
Seketika hati ku merasa sakit mengingat betapa sulitnya aku dan Ayah untuk mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan.
Kita harus pulang paman...
SHELL!!! YOU OKAY? ?
Paman Rangga sudah sangat banyak membantuku, tidak mungkin untuk urusan pendengaranku juga harus dibantu oleh paman Rangga lagi.
Aku mengucapkan itu semua dengan mata yang berkaca-kaca. Namun aku tetap pada pendirianku, aku berjalan melewati mobil yang paman Rangga dan aku kenakan tadi.
Baiklah-baiklah, aku tidak akan memaksa..
Paman Rangga akhirnya mengalah dan aku berhasil dicegahnya untuk melangkah lebih jauh.
Kita akan pulang ....
Ucapnya sambil membukakan pintu mobil untukku. Memang aku sedikit tergiur tapi juga merasa bersalah karena harus menolak tawaran bagus itu.
Biar bagaimana pun juga, aku masih memiliki rasa segan dan rasa tidak enak hati jika harus menerima semua kebaikan paman Rangga.
Paman, maaf. Seharusnya paman cerita dari awal..
Aku sangat menyayangkan tindakan paman Rangga yang secara tiba-tiba membawa ku untuk melakukan semua itu.
Tidak masalah, suatu saat kalau sudah butuh kamu bisa minta padaku lagi.
Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda setuju. Mungkin benar suatu saat nanti, aku yang akan meminta bantuan itu padanya.
Diperjalanan, kami hanya terdiam dengan pikiran kami masing-masing. Hingga tiba dirumah pun sama, masih sama-sama diam membisu.
Terimakasih paman,,,
Aku berucap setelah keluar dari mobil. Dan aku melanjutkan langkahku menuju kamarku saja. Namun belum sempat aku menaiki tangga, tanganku sudah digenggam oleh seseorang.
AYAH!!!
Tatapan mataku membola melihat luka-luka yang Ayah terima didalam tubuhnya..
.
.
.
Next...