Diana, dia adalah seorang ibu muda beranak satu. Istri yang sangat patuh pada suaminya dan juga memiliki cinta yang besar pada keluarga kecilnya. Tak pernah terbayangkan olehnya, jika sang suami yang terkesan pendiam dan hanya mau berinteraksi pada orang yang telah di kenal bahkan mampu menduakan cintanya.
Diana seorang yatim piyatu, dan hanya memiliki seorang kakak perempuan. Disitulah kesulitan yang akan ia hadapi sendiri, tak ada tempat pengaduan ketika ada luka di hatinya.
Akan kah kisah cintanya dalam berumah tangga bisa bertahan setelah di duakan? Tentu, karena Diana hidup mempunyai prinsip dan juga kepercayaan. Wanita pintar tidak akan kalah pada wanita penggoda.
Dan cerita ini asli karangan author semata, hanya saja sudah sering terjadi di linkungan hidup sekitar kita. Mari simak cerita manarik ini, yang mampu membuat hati tersentuh di setiap pembacanya.
No penjiplakan dan copy paste ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sellamanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Seminggu telah berlalu. Diana masih bersikap seolah tidak tau apa-apa. Karena ia sendiri yang menanamkan di dirinya untuk terus bersabar, jadi dengan sendirinya pun Allah memberi kekuatan tersendiri di hatinya.
Ketika orang lain tau, pastilah akan ada guncingan yang bilang, kenapa bagus pisah aja? Ngapain bertahan bagus cari yang lain? Dan juga pasti ada yang bilang pertahankan demi anakmu.
Dan kenyataannya Diana tidak pernah cerita dengan siapa pun, bahkan dengan kakaknya sekalipun. Ia ingin semuanya berjalan sesuai alur, mengikuti air, hingga tiba waktunya maka akan ia bongkar bongkahan batu yang menghalang jalannya.
Diana tidak lagi memikirkan suaminya yang pulang malam, atau berbohong dengan seribu alasan, tidak, tidak pernah. Ia hanya fokus terhadap anaknya juga proses pelunturan lemak di tubuhnya.
Tapi bukan berarti tidak melayani suaminya. Hal itu selalu ia lakukan termasuk Sunnah Rasulullah.
Kewajiban sebagai seorang istri tetap ia perankan dengan baik.
Insyaallah dengan kekuatan yang Allah berikan ia masih sanggup dengan semuanya.
"Sayang, udah turun berapa Kg?" Tanya Bagas sewaktu memakai pakaian.
"Alhamdulillah. Udah *5*Kg yah."
"Wah pantes udah ada bentuknya gitu hehe."
Diana terus menjalani hari-harinya dengan menjaga pola makan, olahraga juga melaksanakan puasa Sunnah. Agar terhindar dari penyakit selama menjalankan ke inginannya.
...***...
Diana membongkar plastik yang ada di sudut lemari, dan betapa kagetnya dia dan merutuki kebodohannya sendiri.
Ternyata oleh-oleh yang akan di berikan kepada sang mertua sampai ia lupakan, padahal sudah hampir sebulan lamanya.
Huh ternyata karena memikirkan hal berat yang akan kujalani sampai bisa melupakan mu ibu mertuaku.
Diana berjalan keluar kamar, melihat suaminya yang membaca koran dan di temani Alif yang sedang mencoreti kertas.
"Yah, ayah."
"Ayah lupa sesuatu enggak?"
Dahi Bagas berkerut.
"Enggak deh kayaknya, kenapa sayang? Kan kamu ulang tahun masih lama."
Diana menenteng plastik dan menggoyangkan di depan wajah Bagas.
"Apa ini sayang?" Tanya heran.
"Ini oleh-oleh yang akan kita kasih ke ibu, masak Ana lupa ayah juga enggak mau ingetin, berarti sia-sia dong di beli, mana mahal lagi."
"Milihnya juga lama." Sambung Bagas.
"Nah itu ayah tau! Mumpung ini enggak ada kegiatan masih pagi juga, mending kita kesana yah? Udah hampir dua bulan loh yah enggak kesana."
Bagas tampak berpikir, iya juga ya, selama ini hanya selalu menjumpai Risah yang banyak drama, pikirnya.
"Bener kan yah?"
"Ha enggak lah sayang, mana mungkin."
"Apanya yang enggak mungkin? Ayah ngaco ya? Ana nanya apa jawabnya apa."
Oh astaga, hanya karena Risah. Aku kira Diana bisa baca pikiran hati aku, ternyata salah toh. Ampun hampir saja. Batinnya.
"Ya udah iya ayo, Alif siap-siap kita mau kerumah nenek."
Bagas pun berjalan menuju kamar untuk mengganti pakaiannya. Tentu Diana juga ikut akan berganti juga.
"Dasar aneh." Ucapnya lirih jadi Bagas tidak mendengar.
...***...
Mereka berangkat dan sempat mampir ke toko roti yang terkenal sangat enak dan tentunya juga mahal.
Untuk orang tua mah enggak ada harga mahal harga murah. Enggak akan sebanding juga kalau di itung sama jasa-jasanya itu.
Rumah mertua dan rumah yang mereka tinggali saat ini terletak cukup jauh juga, bisa memakan waktu 1 jam lebih, itupun kalau tidak macet.
Kalau macet bahkan bisa 2 Jam lebih.
Rumah ibu Bagas termasuk dalam pusat kota, jadi daerahnya selalu ramai.
Sebenarnya mereka juga mempunyai rumah di daerah desa yang masih jauh lebih asri. Hanya saja ketika ayahnya meninggal ibu memutuskan untuk pindah.
Jadi rumahnya di kontrakan saja, dan ibu berpesan kepada anak-anaknya tidak akan ada yang boleh menjual rumah tersebut.
Karena itu adalah hasil jerih payahnya kepada suaminya dulu.
"Sayang kita sampai."
"Ayo Alif kita turun nak." Ucap Diana dan Alif langsung mengemplok ke Diana.
Sementara Bagas memakirkan mobilnya dulu.
"Assalamualaikum, ibu."
"Walaikumsalam. Siapa ya?"
Tak lama pintu terbuka, dan Eva adik iparnya yang membuka pintu.
"Kakaaakkkk!!!" Serunya gembira dan langsung memeluk Diana dengan erat.
Perbedaan usia mereka tidak jauh hanya terpaut 3 tahun saja, jadi masih bisa ber akrab ria.
"Siapa yang datang dek?"
Tanya ibunya dari arah ruang tv.
Mereka tidak menjawab dan langsung masuk untuk memberi kejutan.
"Ibuuu. Diana rindu."
Rangkulnya dan menciumi pipi mertuanya.
Diana melakukan itu semua dengan tulus tanpa kepura-puraan.
Ia menatap wajah mertuanya yang sudah mulai memiliki garis keriput, tanda usianya sudah melewati setengah abad. Ia terus mengagumi seorang wanita yang telah melahirkan suaminya. Dan apakah ibu akan kecewa jika tau kelakuan anaknya yang sekarang? Batin Diana.
Tanpa bisa di kontrol, tanpa tau dan memberi aba-aba. Air matanya jatuh setetes melewati pipi mulusnya, Ia langsung menghapus dan kembali tersenyum.
"Jangan menangis, mengadulah kepada ibu jika kau tidak sanggup na. Datang lah kemari hanya sekedar berbagi beban bagi ibu tidak masalah, dari pada harus melupakan ibu karena kalian bahagia." Ucapnya tanpa menatap Diana.
"Seorang ibu tidak pernah berharap anaknya akan datang membawa apapun terkecuali rasa rindu yang mereka masih simpan dan ingat untuk orang tuanya."
"Ibuuu." Ucapnya lirih.
"Katakanlah." Kali ini ia menatap wajah Diana.
Bagas datang ketika Diana akan bercerita, sehingga ia mengurungkan niatnya.
"Ibu." Dan mencium tangan ibunya juga kedua pipinya.
"Anak baik tapi terkadang nakal." Ucap ibunya dan menepuk pundak anaknya.
"Alif mana sayang?"
"Dibawa Eva yah, beli ice cream."
Jawabnya dan terus memeluk tangan mertuanya.
"Kalian udah makan?" Tanya ibu.
"tadi pagi udah Bu, sekarang belum." Jawab Diana tanpa malu.
Ia mengeluarkan isi dari tas yang ia bawa.
"Bu maafkan kami ya, kami bukan melupakan ibu hanya saja belum sempat kesini karena ayah nya Alif masih kerja lembur terus, mungkin rezeki anak Bu. Jadi kemarin kami liburan bareng sama kak Mita. Nah terus Ana bawa oleh-oleh buat ibu, Eva juga mas Andre."
Ia menjeda sebentar dan menatap Bagas.
"Hanya saja karena terlalu sibuk, kami lupa." Dan Diana nyengir bak kuda yang di tusuk hidungnya.
"Maaf ya Bu." Ucapnya dan masih tetap bergelayut manja.
"Sudah ibu duga, kalian pasti lupa. Udah sana pergi ke belakang siapin makanan di meja." Ucapnya.
ibu ramini, Ya itu namanya.
Rasa sayang ke anaknya jarang ia tunjukkan tetapi lebih kepada perbuatan, sehingga siapa saja dapat merasakan melalui perlakuan bukan perkataan.
Mereka sudah berkumpul di meja makan.
"Alif makan yang banyak, nanti enty(aunty) belikan jajan lagi." Ucap Eva dan mengelus kepala Alif.
"Janji enty?"
Eva tersenyum dan mengangguk.
"Mas Andre enggak kesini Bu?" Tanya Bagas.
"Hem." Raut wajahnya jadi berubah sendu.
"Dia udah jarang datang, lagi ada masalah keluarga."
"Masalah, masalah apa?" Diana tampak penasaran.
"Biasalah kak, ke pincut gaun muda." Jawab Eva santai.
Bagas langsung terbatuk, dan Diana pun dengan sigap memberikan minum kepada suaminya.
"Mas mu itu gas main gila dengan anak seusia Eva. Eva cerita sih katanya lagi musim juga karena mereka mau uangnya aja, hanya aja udah terlalu fatal. Anaknya katanya hamil dan istrinya enggak terima jadi minta cerai, ibu udah pusing jadi enggak mau lagi ikut campur, ibu enggak mau dia kesini dulu sebelum masalahnya selesai, ibu kemarin sempat sakit karena mikirkan hal itu.
Jadi Eva melarang dia untuk datang begitu juga dengan ibu. Ibu sengaja tidak mau memberi tau kalian, Karena untuk apa masalah memalukan harus ibu ceritakan, biar dia sendiri mengaduh. Toh nyatanya dia juga enggak berani ngadu ke adiknya kan."
Terang ibunya.
Adiknya juga begitu kok Bu. Batin Diana.
Bagas hanya terdiam mendengarkan cerita ibunya.
"Ibu, sebenarnya enggak mau mas mu sampai cerai, apalagi anaknya kasian. Tapi mau bagaimana, semua tergantung keluarga istrinya, mereka tidak terima."
"Jadi sekarang ini mas Andre tinggal dimana Bu?" Diana menanggapi.
"Masih bersama istrinya. Dia juga enggak mau cerai, dan akan bertanggung jawab setelah itu meninggalkan wanita simpanan itu."
"Jahat sekali, menurut ibu gimana?" Tanya Diana.
Ibu terdiam nampak berpikir.
"Ibu juga enggak tau, di sisi lain wanita itu sudah mengandung, dan sisi lainnya ibu enggak mau menantu yang lain selain kakak ipar mu.
Kalau Bagas sampai begitu juga, terus terang ibu lebih baik mati saja sehingga tidak terlalu memendam rasa kecewa terlalu lama, karena anak yang ibu didik sedari kecil hanya bisa membuat hati perempuan sakit, itu sama aja menyakiti hati perempuan yang melahirkannya."
Tuturnya, dan berhenti makan. Mungkin sudah tidak berselera kalau sudah bahas Masalah Andre.
Untuk kedua kalinya Bagas terbatuk dan wajahnya memerah.
"Mas Bagas kenapa sih, dari tadi batuk-batuk terus, padahal ibu hanya ngasih nasehat. Kayak dia juga selingkuh aja." Gerutu Eva sambil menyuapkan makanan ke mulut Alif.
Iya memang benar. Diana.
Iya memang kamu benar dek. Bagas.
Selesai makan mereka berbincang di ruang tv. Dan Alif tertidur karena kelelahan juga kekenyangan.
Diana duduk di sebelah mertua dan memijat lengannya. Sang ibu menonton tv dan menikmati sentuhan dari Diana, mungkin ia juga ingin di perlakukan seperti ini.
Eva duduk di sofa sambil memainkan ponselnya dan sesekali tertawa, entah apa yang ia lihat batin Diana.
...***...
Cinta seorang ibu tidak pernah ada habisnya. Bahkan seorang ibu bisa saja membenci suami karena di khianati, dan menghilangkan rasa cinta dan sayangnya.
Tapi cinta seorang ibu terhadap anak tidak akan pernah hilang sampai ia menutup usia.
Kenapa? Karena anak adalah separuh jiwanya. Terkadang ada seorang ibu yang kecewa terhadap anak, mengumpat, menyumpah, bahkan mengusir sekalipun.
Pasti bakal ia lakukan. Tapi di balik itu, tidak pernah sedikit pun rasanya cinta dan sayangnya terhadap anak akan luntur.
Bersambung..
fight dong tp dgn elegan
suami dah celup msh ditrima
ah sungguh egois lelaki
Rama tersirat ada kejahatan dibalik kebaikannya selama ini
cari masalah aja sih