NovelToon NovelToon
MAFIA'S OBSESSION

MAFIA'S OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Mafia
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Areta dipaksa menjadi budak nafsu oleh mafia kejam dan dingin bernama Vincent untuk melunasi utang ayahnya yang menumpuk. Setelah sempat melarikan diri, Areta kembali tertangkap oleh Vincent, yang kemudian memaksanya menikah. Kehidupan pernikahan Areta jauh dari kata bahagia; ia harus menghadapi berbagai hinaan dan perlakuan buruk dari ibu serta adik Vincent.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Keesokan harinya, pukul sepuluh pagi, Areta terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuh.

Ikatannya sudah dilepas, tetapi pergelangan tangannya memerah.

Ia mendapati Vincent sudah rapi mengenakan setelan jas di samping ranjang.

"Bangun. Kita ada janji," perintah Vincent.

Areta memaksakan diri bangkit, meskipun setiap gerakan terasa menyakitkan.

Vincent mengajaknya ke sebuah butik mewah yang ada di letak tengah kota.

"Aku akan mengajakmu ke pembukaan hotel milik klienku malam ini. Kamu harus terlihat seperti Nyonya Vincent," ujar Vincent dengan tatapannya yang tidak pernah lepas dari Areta.

Sopir segera melajukan mobilnya menuju ke butik terkenal pilihan Vincent.

Di sepanjang perjalanan mereka berdua hanya diam membisu.

Mereka memasuki butik dan beberapa pelayan wanita menyambut dengan hormat.

Vincent memilihkan gaun malam berwarna biru tua yang elegan untuk Areta.

"Coba ini," Vincent menyerahkan gaun itu pada Areta.

Areta beranjak menuju ruang ganti untuk mencoba gaun malam itu.

Tiba-tiba, Vincent menoleh pada para pelayan dan Jonas.

"Kalian semua, keluar. Tunggu di luar."

Para pelayan menoleh dan sedikit terkejut saat mendengar perkataan dari Vincent.

Mereka segera membungkuk dan meninggalkan butik, menutup pintu kaca.

Vincent berjalan cepat menuju ruang ganti yang ditutup Areta.

Ia mendorong pintu itu terbuka dan melangkah masuk.

Areta yang baru saja akan mengenakan gaunnya tersentak. Ia hanya mengenakan pakaian dalam.

"Vincent! Apa yang kamu lakukan? Keluar!" teriak Areta, mencoba menutupi tubuhnya dengan gaun biru itu.

Vincent mengabaikannya dan berdiri di belakang Areta, mencengkeram bahu gadis itu dengan kuat, lalu merobek gaun dalam yang dikenakan Areta hingga terlepas.

"MMMMPPHH!"

Tubuh Areta menegang, antara takut dan terkejut.

Tanpa basa-basi, Vincent membalik tubuh Areta, memaksa gadis itu bersandar di dinding ruang ganti yang sempit.

Tatapannya liar dan dominan. Ia dengan cepat melucuti pakaiannya sendiri.

"Hukumanmu belum berakhir, Areta," bisik Vincent, suaranya serak. "Dan aku tidak bisa bekerja dengan pikiran yang terganggu olehmu."

Ia mengangkat kedua kaki Areta, melingkarkannya di pinggangnya dan tanpa pemanasan, ia memasukkan senjatanya ke mahkota Areta.

Areta menggelengkan kepalanya keras-keras, mencoba menolak, rasa sakit yang membakar kembali menyerang.

Vincent tidak memberi ampun dan langsung menutup mulut Areta dengan ciuman brutal.

Ciuman itu kasar dan menuntut, menenggelamkan setiap jeritan yang teredam Areta.

Namun, di tengah ciuman yang menyesakkan itu, gairah yang dibangun oleh Vincent semalam kembali menyeruak.

Areta yang tubuhnya lelah dan sakit namun jiwanya terikat oleh trauma, tanpa sadar membalas ciuman khas suaminya.

Sebuah respon otomatis yang membuat Vincent menyeringai penuh kemenangan.

Suara desahan teredam Areta yang bercampur dengan hentakan keras yang ditimbulkan oleh Vincent terdengar menggema di ruang ganti butik yang sunyi itu.

Dominasi Vincent kali ini lebih cepat dan intens, seolah ia ingin menghabisi Areta sebelum ia terlambat untuk pertemuannya.

Areta merasa dirinya kembali mencapai batas, sebuah puncak yang ia benci, namun tak bisa ia tolak.

"Ahhhh..."

Diiringi erangan dalam dan penuh dominasi, terdengar erangan Vincent yang mencapai klimaksnya.

Ia menyirami rahim Areta sekali lagi, mengikat gadis itu lebih dalam padanya.

Vincent menarik diri, wajahnya kembali dingin dan profesional.

Ia merapikan pakaiannya, lalu menatap Areta yang terengah-engah dan menangis tanpa suara.

"Kau punya waktu lima menit untuk memakai gaun itu," perintah Vincent dingin. "Dan ingat, ini adalah yang terakhir kali kamu mencoba lari dariku."

Ia meninggalkan Areta sendirian, terpaku di ruang ganti, diselimuti rasa sakit, kehinaan, dan rasa jijik yang tak terhingga pada dirinya sendiri.

Areta berdiri terhuyung sambil menatap pantulan dirinya di cermin, matanya sembap dan tubuhnya lebam.

Ia membenci dirinya sendiri karena respon naluriahnya pada sentuhan Vincent.

Ia menghapus air matanya, menarik napas dalam-dalam.

"Aku tidak akan membiarkan Clara menang, dan aku tidak akan membiarkan dia memperlakukanku seperti ini" batinnya yang menggunakan kebencian dan kemarahan sebagai penyemangat.

Ia mengambil gaun biru tua yang elegan itu. Gaun itu pas di tubuhnya, mengubahnya menjadi sosok yang anggun dan mahal.

Areta menghapus air mata di matanya, menggantinya dengan tatapan dingin dan kosong, meniru Vincent.

Ia keluar dari ruang ganti. Vincent sedang berdiri di depan kaca, memperbaiki dasinya.

"Sempurna," gumam Vincent, menatap Areta dari ujung kaki hingga kepala.

Gaun mahal itu berhasil menyembunyikan semua rasa sakit dan kehinaan yang ia rasakan.

Vincent meraih tangan Areta, genggamannya kuat.

"Malam ini, kamu adalah istriku yang paling sempurna. Tersenyumlah, Areta. Jangan pernah tunjukkan kelemahanmu di depan umum."

Kemudian Mereka meninggalkan butik dan menuju mobil. Vincent segera mengemudi, tampaknya menuju lokasi acara.

"Kita masih punya waktu sebelum acara dimulai. Aku lapar," ucap Areta tiba-tiba, suaranya datar, tanpa emosi.

Vincent menoleh sekilas, terkejut mendengar permintaan yang sangat biasa itu dari Areta yang biasanya hanya pasrah.

"Aku akan memesan makan siang di hotel klienku. Kita harus tampil maksimal," jawab Vincent, menolak.

"Aku tidak mau makan makanan mewah. Aku ingin makan di tempat yang ramai dan normal, Vin. Aku ingin makan di food court. Aku mau mie goreng."

Vincent menepikan mobilnya, menatap Areta dengan pandangan menilai.

Ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu; tidak ada ketakutan, hanya tekad yang aneh.

Mungkin ini caranya menegaskan keberadaannya setelah hampir mati.

"Kamu ingin makan di food court dengan pakaian seperti ini?" Vincent mencibir, merujuk pada gaun elegan yang mereka kenakan.

"Kalau begitu, aku tidak akan makan sampai acara selesai. Dan aku pasti akan pingsan di tengah ballroom," balas Areta santai, memegang ancaman yang ia tahu akan melukai citra Vincent.

Vincent menghela napas panjang, kekalahan kecil itu membuatnya jengkel sekaligus tertarik.

"Baiklah," putusnya, memutar setir. "Tapi kamu hanya punya waktu tiga puluh menit."

Sopi Vincent mengemudi ke mall terdekat dan mereka memasuki food court yang ramai. Kontras antara penampilan mewah mereka dimana Vincent dengan jas mahal, Areta dengan gaun desainer dengan suasana riuh dan santai di food court sangat mencolok, menarik perhatian semua orang.

Areta berjalan langsung menuju stan makanan.

"Aku mau mie goreng spesial, dua porsi," pesan Areta pada penjual, nadanya terdengar seperti ia memesan di restoran bintang lima.

Vincent berdiri di sampingnya, menjaga jarak, wajahnya tegang karena rasa tidak nyaman harus berada di tempat umum yang ramai dan tidak privat.

Setelah pesanan datang, Areta duduk di salah satu meja plastik, mengambil sumpit, dan mulai menyantap mie goreng kesukaannya dengan lahap, seolah ia belum makan selama berhari-hari.

Ia mengabaikan tatapan semua orang dan juga Vincent.

"Kamu tidak mau?" tanya Areta, tanpa mengangkat kepala dari mangkuk mie gorengnya.

Vincent hanya menggeleng. "Aku tidak makan di tempat seperti ini."

"Sayang sekali. Kamu melewatkan hal terbaik di dunia," balas Areta.

Vincent hanya memperhatikan Areta. Ekspresi Areta yang menikmati makanan itu tanpa kepura-puraan adalah hal yang sangat asing di antara drama dan kepalsuan yang selalu mengelilinginya.

Ia melihat Areta yang 'normal', bukan Areta si jaminan.

Mangkuk mie goreng pertama habis dalam hitungan menit.

Areta beralih ke mangkuk kedua, makan dengan tenang namun cepat.

Vincent memandangi Areta, merasa sedikit terkejut bahwa gadis yang baru saja ia siksa di ruang ganti bisa duduk di hadapannya dan menikmati mie goreng dengan ketenangan seperti itu.

Ia menyadari, Areta tidak hanya mencoba lari secara fisik, tetapi juga mencoba lari secara mental. Dan dia menggunakan 'normalitas' seharga mie goreng untuk melakukannya.

1
putrie_07
cinta gila😆😆😆😆
lanjut Thor💪😘
اختی وحی
ikut gemeter😄
اختی وحی
semangat thor,makin seru
my name is pho: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!