7 tahun bertahan, lalu ditinggal tanpa alasan. Hanna pikir, cinta sudah cukup menyakitkan untuk dicoba lagi dan mungkin sudah saatnya ia memilih dirinya sendiri.
Namun jika bukan karena cinta yang pergi tanpa pamit itu.. mungkin dia tidak akan bertemu dengan dr. Hendra.
Sayangnya, dr. Hendra seperti mustahil untuk digapai, meski setiap hari mereka berada di bawah atap yang sama.
Kali ini, akankah Hanna kembali memilih dirinya sendiri? Entahlah..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon deborah_mae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NAMA YANG TAK ASING
Pagi ini cuacanya cukup membuat hati Hanna sangat berbahagia. Karena biasanya setiap berangkat kerja pasti selalu panas terik. Seakan-akan setiap satu orang memiliki satu matahari untuk dibawa kemana-mana.
Semua orang yang ada di ruangan pun merasakan hal yang sama. Mereka semua datang dengan wajah yang penuh senyum sembari menenteng sarapan yang baru saja mereka beli di kantin.
"Nah gini kek kalo bisa mah tiap hari cuacanya adem ya kan" gumam Angela.
"Eh tapi kalo cuaca adem gini biasanya AC kita kayak ngerti gitu lho kak. Otomatis jadi panas gitu padahal mah ga ada diutak-atik suhunya dih sebel" sambung Febi.
"Bawel" canda Hanna dengan terkekeh.
Saat sedang meneguk susu hangatnya, telepon dari dr. Zidan pun masuk.
"Selamat pagi kakak ku.. Ada kabar baik dan tidak baik nih kakak ku.."
Dengan wajah yang lelah, Hanna meletak gelasnya dengan cepat. "Ada apa lagi sih dooook"
"Oke singkat saja. Kabar baik: aku balik ke Graha sehat. Udah rindu anak istri nih kakak ku. Kabar buruk: ga ada satupun dokter yang mau gantiin aku buset" jawab dr. Zidan
"Lah? dr. Arga emang gabisa ya?" tanya Hanna.
"Arga lagi gak bisa kakak ku. Katanya bosan disini jumpa sawit semua. Kalo di Graha Sehat bisa jumpa bidadari katanya. Nah.. penasaran nih siapa bidadarinya hahaha" canda dr. Zidan
Dengan cepat Hanna mengalihkan pembicaraan
"Kayanya bakalan ada dokter baru gak sih, dok? Optimis dulu yuk"
"Kayanya sih engga ya kak. Yauda deh aku gak mau pusing. Oke selamat melanjutkan sarapannya ya kakak ku. Maaf mengganggu.." tutup dr. Zidan
Selang beberapa menit, Bu Vannya datang menemui Hanna.
"Han, kamu udah tau kalo dr. Ningsih mau cuti melahirkan selama 3 bulan?" tanya Bu Vannya.
"Waduh. Bulan ini banget nih Bu cuti nya? Terus nanti laporan tagihan obat untuk Hanna gimana dong Bu? Ke siapa Hanna bisa minta nya?" tanya Hanna dengan raut wajah kecewa.
"Aku denger anaknya dr. Sarah bakalan gantiin dr. Ningsih untuk sementara ini." jawab Bu Vannya
"Ooh gitu ya Bu? Yaudah deh. Entar kalo udah ada kabarnya, boleh kabarin ke Hanna ya Bu biar Hanna bisa koordinasi ke beliau." pinta Hanna.
"Tapi...aku gak yakin kamu bisa tahan sama dia sih, Han. Aku lupa nama nya siapa. Dia itu udah lama di luar negeri. Dia pun tugas kesini karena disuruh emaknya."
Hanna mulai khawatir. Maksud dari Bu Vannya "aku gak yakin kamu bisa tahan sama dia sih, Han" apa?
"Siap-siap aja lah bakalan nahan emosi sama dia, ya Han. Besok pagi dia bakalan dikenalin ke kita. Jadi besok jam delapan pagi kita semua diminta ngumpul di aula. Ada pangeran soalnya" ucap Bu Vannya dengan nada yang lelah.
Semua orang di ruangan yang awalnya bersemangat, menjadi muram.
Hanna seseorang yang paling anti berurusan dengan orang yang menyebalkan dan menyusahkan pun hanya bisa menghela napas panjang.
"Semoga aku panjang umur dan ga ada penuaan dini" gumam Hanna.
***
Keesokan paginya, semua pegawai back office, staff kasir, registrasi, perawat, dan para dokter yang sudah selesai shift malam hadir di aula untuk berkenalan dengan dokter baru yang sudah diberitahu sebelumnya oleh Bu Vannya.
Pagi itu Hanna tidak bisa ikut karena dia sedang sakit.
Saat direktur sudah selesai menyampaikan kata sambutannya, dia mulai memanggil dokter baru itu untuk memperkenalkan diri.
Dia melangkah dengan langkah kaki yang tegas. Hari ini dia berpakaian sangat santai. Hanya kemeja lengan panjang berwarna putih dengan kancing atas yang terbuka, memperlihatkan kalung silver yang dia pakai serta celana hitam yang senada dengan warna sepatu nya. Rambutnya hitam legam, dipangkas rapi dengan model undercut klasik. Bagian sampingnya tipis, namun bagian atasnya nampak tebal dan rapi. Setiap helainya terlihat kaku dan tegas.
Ekspresinya datar dan matanya seolah menatap semua orang tanpa benar-benar melihat siapa pun.
"Selamat pagi, semuanya. Saya Hendra. Mulai Minggu ini saya ditugaskan untuk menggantikan dr. Ningsih" katanya singkat.
Beberapa petugas medis seperti perawat dan dokter umum yang selesai berjaga malam saling menatap terlihat di raut wajah mereka yang khawatir karena ekspresi dr. Hendra yang terlihat seperti seseorang yang killer.
Tak lama kemudian, Bu Vannya memperkenalkan diri kepada dr. Hendra.
"Selamat pagi, dok. Saya Vannya Kadept unit Keuangan dan Akuntansi" ucap Bu Vannya.
"Pagi, Bu. Oh iya nantinya saya akan koordinasi ke ibu mengenai klinik kebun ya?" tanya dr. Hendra
"Iya benar, dok. Tapi sepertinya untuk lebih intens nya ke anggota saya saja. Besok dia akan saya minta untuk menemui dokter"
"Oke.. boleh..boleh. Kalo boleh tau, namanya siapa Bu? Supaya saya besok saya gak bingung kalo tiba-tiba ada orang asing datang nyamperin saya" ucap dr. Hendra dengan ekspresi judesnya.
Bu Vannya menahan ego nya untuk menegur cara bicara orang seperti dr. Hendra. Namun dia masih bisa menahan dirinya.
"Hanna. Namanya Hanna, dok" jawab Bu Vannya dengan tenang.
Entah kenapa dr. Hendra seperti familiar dengan nama itu. Dia berpikir sejenak mengingat-ingat.
"Hanna ya?.. Hanna... Hmm..."