Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......
😱😱😱😱
Penasaran????
Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....
Hanya disini.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Kalian dari mana?" tanya Banyu heran, tiba-tiba dua gadis cantik sudah duduk di depannya.
"Kami abis muter-muter cari kos-kosan," Anne yang menjawab.
"Hah, siapa yang mau ngekos? Elo, Ne?" kekeh Banyu, "Di kos-kosan banyak nyamuknya. Betah elo?" katanya terkekeh.
"Eh iya lupa!!! Kebal nyamuk nggak bakal diserang nyamuk lah. Nanti takut duluan?" kikik Banyu. Kia ikutan tersenyum sambil duduk di depan Banyu, meja yang menjadi sekat mereka.
"Bangke..... Buat Kia tau?" sewot Anne, wajahnya cemberut. Banyu malah ngakak.
"Gue mau pesen jus alpukat susu dong?" ucap Anne, "Elo apa, Ki?" gadis itu melirik ke arah sahabatnya yang sedang memperhatikan Banyu.
Kia menyipitkan mata, memperhatikan Banyu yang duduk santai di kursi sambil mengerjakan tugas, sepertinya. Padahal, teman-temannya sedang sibuk melayani pembeli, sementara dia malah asyik mengerjakan tugas kampus.
"Samain aja?" ucap Kia.
"Gue panggilin pelayan!" ucap Banyu melambaikan tangan memanggil salah satu pelayan.
Kia jadi bingung. Bukannya dia juga pelayan. Terus kenapa panggil orang lain? Kenapa nggak dirinya aja yang melayani pembeli?
"Bukannya elo juga kerja di sini, Nyu?" tanya Kia, "Kenapa Lo panggil pelayan lain, sementara lu enak-enakan duduk ngerjain tugas di sini?" ujar Kia.
Banyu dan Anne reflek menoleh ke arah Kia. Lalu beberapa menit kemudian keduanya terbahak-bahak. Kerutan di dahi Kia semakin bertambah.
"Jadi, elo mikirnya dia tuh pelayan di sini?" gelak Anne. Kia menganggukkan kepalanya.
Bukannya begitu? Eh, Banyu tertawa renyah.
"Ternyata elo polos banget ya! Mudah banget dibohongi!" kata Banyu, tertawa geli.
"Maksudnya?" kedua alis Kia menukik tajam.
"Dia ini anak pemilik cafe, Ki!" sela Anne, masih tertawa.
"Hah?"kaget Kia, "Ta-tapi pemiliknya kan om-om?"
"Buuhahahahah......!" Si Banyu malah terbahak-bahak.
"Maksudnya Om Guntur?" ujar Anne. Kia menganggukkan kepala cepat.
"Om Guntur itu bokapnya?" jawab Anne.
"Hah, serius?" kaget Kia, masih belum percaya.
"Iya, dia bokap gue," Banyu mengakuinya, "Sorry yang waktu itu gue cuman bercanda. Gue nggak tahu kalau elo aggep serius." Katanya, terbahak. Kia mencebikkan bibirnya.
"Jadi, Lo udah pernah ke sini duluan?" tanya Anne.
"Pernah dua kali sih," Kia menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil meringis, "Pas gue laper, di rumah nggak ada yang bisa dimakan?"
Anne manggut-manggut.
"Jadi, om Guntur itu bokap elu?" tanya Kia beralih menatap Banyu.
"Iya, dia bokap gue." Angguk pemuda itu, "Waktu itu, gue ikut bantu-bantu di sini.Dan gue bukan pelayan di sini!" ucap Banyu menekan kata bukan pelayan.
"Sorry." Ucap Kia.
"Gue yang seharusnya minta maaf. Gue nggak nyangka elo anggap serius ucapan gue?"
"Abisnya omongan elo kayak waras?" timpal Kia, sedikit kesal, "Ternyata beneran nggak waras!"
Banyu justru tergelak, "Gue anggap itu pujian!"
"Idihh.....!" Kia melengos.
"Dia itu emang gak waras?" celetuk Anne, "Sedikit kurang seons lah.....!" ngakak Anne.
"Dasar kurang garam elu, An!!!!"
Buahahaha.....
*****
Pulang dari kafe milik Banyu, Kia memutuskan untuk langsung pulang. Bibirnya tersenyum lebar, hatinya terasa lega. Akhirnya hari ini dia berhasil mendapatkan kos-kosan juga. Semua itu berkat bantuan Banyu.
Saat mereka ngobrol soal kos-kosan, tiba-tiba pemuda itu ikut nyamber seperti petasan. Dia ikut-ikutan ngobrol.
Eh, justru dia yang merekomendasikan kos-kosan dengan harga murah tapi tempatnya nyaman dan bersih.
Ah, beruntung sekali Kia.
Ya, Banyu merekomendasikan Kia ngekos tidak jauh dari cafenya, yang memang kebetulan ada tempat kos-kosan khusus mahasiswa dan mahasiswi di sana. Si Farel, temen baru Banyu, juga dia yang merekomendasikan ngekos di sana. Tapi Farel nge-kos dikos-kosan khusus putra.
Setelah mendengar penjelasan Banyu, Kia pun langsung penasaran ingin lihat seperti apa kos-kosannya. Banyu mengantarkannya. Toh jaraknya dekat dengan cafe.
Dan Kia langsung suka dengan kos-kosan yang Banyu rekomendasikan itu.
Tempatnya bersih dan nyaman. Khusus untuk mahasiswa, makanya terlihat tenang dan tidak terlalu ramai. Cocok untuk belajar.
Sampai di kamar, dia mengemasi semua barang-barangnya. Baju, buku-buku, dan barang-barang miliknya.
Jari-jarinya berhenti saat ia menemukan foto lama. Foto yang cukup usang, tapi penuh kenangan.
Di foto itu Kia nampak bahagia dipangku kakeknya. Orang satu-satunya yang benar-benar tulus menyayanginya. Sayangnya sudah berpulang lebih dulu tiga tahun yang lalu.
"Kek, hari ini aku mau pindah ke kos-kosan." Ucapnya lirih. Satu tetes air mata jatuh tanpa ia minta.
"Tapi Kakek jangan khawatir. Aku akan terus belajar hingga cita-cita ku tercapai. Seperti yang Kakek bilang. Sesusah apapun keadaannya, aku harus terus maju ke depan untuk meraih cita-cita ku," monolognya. Kemudian ia menyeka air mata yang luruh begitu saja.
Kia menyelipkan tangan ke dalam tas, jemarinya gemetar saat mencari ponsel. Begitu ponsel tergenggam, dia menekan nama papa di daftar kontak. Hatinya sesak, memikirkan keberadaan papanya yang entah ada di mana sekarang.
Sejak pertengkaran terakhir itu, wajah papanya jadi seperti bayangan yang samar, jarang sekali terlihat di rumah. Kia menghela napas panjang. Hatinya semakin mantap untuk pergi dari rumah penuh kenangan itu, karena memang di rumah itu sudah tidak ada alasan dirinya untuk bertahan.
Kia: Assalamualaikum. Di mana Papa? Bisakah kita bertemu, Pa? Ada hal penting yang ingin kutanyakan. (Kirim)
"Semua sudah siap. Besok gue tinggal pergi dari sini!"
*****
"Jadi.....?" Guntur menatap wajah putranya penuh intimidasi.
"Apa?"
"Kia serius mau pindah?" tanya Guntur.
"Iya, Yah. Dah dapat kok. Tinggal pindah aja," jawab Banyu, "Lagian kasian juga kalau dia harus jadi bulan-bulanan nyokap nya," kata Banyu.
Guntur mengerutkan dahinya sedikit sebelum bibirnya terangkat membentuk senyum kecil yang jarang sekali terlihat.
Selama ini, anaknya selalu terkesan sulit didekati cewek, lebih sering berkumpul dengan teman-teman cowoknya, atau lebih memilih menyendiri daripada berusaha dekat dengan yang namanya cewek.
Tapi sekarang, ada sesuatu yang berbeda, ada geli kecil tapi hangat yang mulai merambat di dada Guntur.
Tapi dengan Kia, terlihat sekali kalau Banyu, putra satu-satunya itu tertarik dengan lawan jenis.
"Ayah liat- liat kamu perhatian sekali sama Kia. Kamu suka dia ya, Nyu?" tanya Guntur.
Banyu salah tingkah. Pipinya terlihat bersemu-semu.
"Ayah sok tau!" katanya, nyengir.
"Ayah tau, Nyu. Kamu kan anak ayah. Ayah bisa merasakan perbedaannya?"
Banyu tercenung. Wajahnya mendadak berubah muram.
"Tapi nggak berani berharap!" ujarnya.
"Kenapa?"
Banyu menatap wajah ayahnya dalam-dalam. Lalu mengulas senyum manis.
Meskipun kepala empat, ayahnya ini terbilang masih tampan dan gagah. Makanya ketampanannya menurun dari gen sang ayah. Ayahnya aja masih ganteng dan keren begitu.
"Takut endingnya nggak bagus!" kata Banyu, ambigu.
Guntur menepuk pundak putranya, "Kalau cinta perjuangkan dong?"
Banyu hanya tersenyum kecil sampai ayahnya pergi dari hadapannya.
Perjuangkan...?
Kata itu tiba-tiba menggema di sudut hati yang paling tersembunyi, menyalakan bara harap yang selama ini dia kubur dalam-dalam. Tapi, hatinya beku oleh ketakutan, enggan untuk melangkah lebih jauh, takut akan sesuatu yang semu, jika harus berharap. Namun, bisikan kata itu terus bergetar, mengusik kediaman hatinya yang sunyi, memaksa dia untuk bertanya—apakah dia benar-benar siap melawan segala rintangan demi secercah cinta yang mungkin saja tinggal mimpi?
Atau memang hanya benar-benar mimpi.....
Bersambung......
Masih sepi aja, sedih deh..... 😓😓
benarkah???