Elena terikat pernikahan sejak umurnya menginjak 17 tahun. Awalnya pernikahan ini tidak ia ketahui, hingga saat umurnya menginjak 20 tahun, barulah ia mengetahui bahwa ia sudah menikah selama 4 tahun. Namun yang membuat Elena bertanya, siapa pria yang berstatus sebagai suaminya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wendy081104, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Arland menatap pada Alex, yang sudah berada di ruangannya. Memegang payung dan jas miliknya, Arland menebak jika pria itu datang menjemput istrinya. "Jadi seperti ini, penampilanmu saat sudah mempunyai istri?" Arland menatap wajah Alex, yang sangat silau.
Bahkan tidak percaya bahwa, pria yang di depannya ini, adalah sepupunya. Alex langsung duduk di sofa, di dalam ruangan Arland.
"Kamu mendapatkan yang aku minta?" tanya Alex.
Arland bangun dari duduknya dan menyerahkan flashdisk pada Alex, yang membuat Alex langsung tersenyum.
"Kamu tahu, sepanjang praktik bedah tadi, ada seorang gadis yang terus menganggu dirinya, bahkan memprovokasinya." kata Arland.
"Siapa?" tanya Alex dingin.
"Emma Pillsbury, dia adalah putri dari pemilik rumah sakit terbesar di kota ini." sambung Arland.
"Maksudmu dia adalah putri dari Vans Pillsbury?" tanya Alex, yang di anggukan oleh Arland.
"Memangnya apa istimewa identitas itu, selama gadis itu masih terus bergantung pada ayah dan ibunya, selamanya tidak akan bisa berbuat apapun." kata Alex rendah, yang membuat Arland hanya tersenyum saja.
"Kamu salah, Alex. Vans Pillsbury adalah orang yang sangat berpengaruh di kota ini. Dia bisa membuat hidup Elena menjadi sulit jika dia mau. Dan, Emma tidak hanya bergantung pada orang tuanya, dia juga memiliki ambisi yang besar." kata Arland.
Alex menyeringai, "Ambisi? Itu bagus. Karena aku juga punya ambisi. Dan ambisiku adalah untuk melindungi Elena. Dan kamu harus tahu, identitas istriku bukanlah sembarangan, bahkan jika di bandingkan dengan gadis itu, istriku masih berada di atas." jelas Alex.
Itu benar. Arland mengakui perkataan Alex, keluarga Hamilton masih menjadi misteri, tapi satu hal yang Arland tahu keluarga Hamilton merupakan keluarga konglomerat paling berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan ayah Elena, Jack Hamilton merupakan penguasa dunia bisnis yang paling di segani.
Saat mereka berdua sedang mengobrol, ketukan pintu membuyarkan mereka berdua.
"Istrimu di sini." Arland bangun dan menuju pintu.
Elena menatap Arland secara was - was. "Profesor anda memanggilku?" tanya Elena, setelah pintu ruangan Arland di buka.
Arland mengangguk pelan. "Masuklah, ada tamu untukmu." sambung Arland, yang membuat Elena bingung.
Elena melangkah masuk dengan sopan ke dalam ruangan itu, namun matanya terhenti di sofa, tepatnya Elena merasa familiar dengan punggung belakang pria ini.
"Siapa? Al?" batin Elena.
"Mengapa kamu bersikap dingin dan misterius? Istrimu di sini." perkataan Arland, langsung membuat Elena menatap mereka berdua bergantian.
Dan benar saja, Elena sedikit terkejut melihat Alex di sana, saat berbalik.
"Aku datang menjemputmu." Alex melangkah mendekati Elena. Namun pandangan Alex menajam saat melihat plester di kening Elena.
"Kamu terluka?" tanya Alex dingin.
"Oh..." Elena lupa menyembunyikan luka ini.
"Ada apa? Katakan padaku." Alex membawa Elena dan duduk di sofa, sedangkan Arland duduk di sofa seberang mereka.
"Sebenarnya..." Elena lalu menceritakan apa yang terjadi, di ruang sterilisasi, saat selesai dengan praktik mereka.
Alex mengepalkan tangannya, uratnya sampai kelihatan, namun dirinya berusaha menyembunyikan kemarahannya di depan Elena, karena dia takut istrinya akan takut padanya.
"Pantas saja, saat kamu masuk sebagai mahasiswa S2, Emma tidak pernah mengganggapmu sebagai teman kelas, tapi melihatmu sebagai musuhnya," tambah Arland, yang di angguki pelan oleh Elena.
"Tapi tenang saja, aku sudah memberikan sedikit pelajaran padanya," jelas Elena.
"Kamu yakin tidak apa - apa?" pelukan Alex di pinggang Elena kiat mengerat, menandakan sisi posesifnya, dan dominan.
"Aku baik - baik saja, jangan khawatir." sambung Elena, tubuhnya sedikit merinding, karena tatapan Alex, yang tidak lepas darinya.
Setelah dari ruangan Arland, Alex dan Elena langsung menuju parkiran bawah, melalui lift, agar tidak ada yang melihat mereka. Alex memakaikan jasnya pada Elena, agar istrinya tidak kedinginan. Elena terus bersandar pada Alex, karena tangan pria itu tidak lepas dari pinggang mungilnya, hari ini praktik bedah sangat menguras pikiran Elena, membuatnya langsung ingin pulang dan tidur.
Saat sampai di parkiran bawah, hujan semakin deras, dan suara petir membuat Elena terkejut, namun Alex langsung membawanya ke mobil.
Namun saat di dalam mobil, Alex tidak langsung menyalakan mobil itu, melainkan menarik Elena untuk duduk di atas pangkuannya, dan tentu saja Elena panik takut jika ada seseorang yang melihatnya.
"Turunkan aku...bagaimana jika ada yang melihat?" kata Elena gugup.
"Tidak akan. Ini adalah kaca hitam terbaik yang di pakai mobilku, orang dari luar tidak akan bisa melihat masuk." jelas Alex.
Alex meraih kening Elena yang di plester, lalu menarik pelan plester itu, yang membuat luka goresan dari kuku panjang Emma terlihat. Elena hanya mengerutkan keningnya, menahan rasa sakit yang amat sangat.
Alex menyentuh luka itu dengan lembut, "Satu hari tanpa pengawasan ku, dia sudah terluka seperti ini." batin Alex, merasakan amarahnya yang meledak - ledak.
Dengan cepat, Alex membalikan tubuhnya dan Elena langsung jatuh bersandar di atas kursi Alex, di bawah kungkungan Alex, Alex menunduk pelan lalu mencium lembut kening Elena yang terluka.
"Alex...?" Elena meringis, matanya terpejam saat Alex, menjilat lukanya.
Alex menunduk, bibirnya mendekat pada luka goresan itu, "Beraninya gadis itu menyakitimu." bisiknya, suaranya serak dan penuh emosi.
"Alex, jangan..." Elena berusaha mendorong mundur tubuh Alex, namun Alex menahannya dengan kuat.
Alex mencium pelan luka goresan itu, kemudian menarik Elena lebih dekat ke tubuhnya. Elena terdiam, merasa tubuhnya lemas di bawah kungkungan Alex. Tatapan Alex menelusuri wajahnya, seolah-olah ingin membaca setiap inci dari dirinya.
"Kamu adalah milikku, Elena. Tidak ada siapa pun yang boleh menyentuhmu, kecuali aku." bisik Alex, begitu dominan dan posesif, suaranya berbisik begitu dekat di telinga Elena.
Elena terdiam, jantungnya berdebar kencang di bawah tatapan Alex yang seolah menembus jiwanya. Ia merasakan tubuhnya bergetar, namun bukan karena rasa takut. Ada sensasi baru yang menyeruak dalam dirinya, sensasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Aroma tubuh Alex yang khas, dengan sedikit sentuhan parfum, menguasa indra penciumannya. Aroma itu membuat Elena merasa aman, terlindungi.
"Aku mengantuk, bisakah kita pulang?" Elena menatap Alex dengan mata sayunya.
Alex menarik napasnya pelan, Elena pindah ke kursi sebelah, dan Alex menyalakan mobil lalu keluar dari parkiran bawah tanah itu.
·–·–·–·–·
Lily memegang hasil USG di tangannya dengan gemetar, wajahnya menjadi pucat pasi. Awalnya dia ingin membuat Alex menikahinya untuk menjadi ayah dari anaknya, yang sama sekali tidak di ketahui keberadaan ayahnya. Bahkan Lily tidak mengingat, dengan siapa dirinya menghabiskan malam waktu itu, saat dirinya mabuk di club malam.
Lily mengacak rambutnya kasar, tidak dia harus memikirkan cara agar Alex menjadi suaminya, agar kehidupannya dan bayinya terpenuhi.
Ya.
Hanya itu yang bisa Lily lakukan. Dan sekarang Lily akan memulai langkah pertamanya. Dia akan menemui Alex, dan mengatakan hal ini. Dia tidak peduli jika Alex sudah menikah, ini demi anaknya dan kehidupannya.
Dengan rasa percaya diri, Lily mengambil teleponnya dan memposting USG itu di media sosial, dengan menandai Alex. Setelah itu Lily tersenyum puas, dan memasukan kembali ponselnya. Yang dirinya tidak tahu, semua orang yang melihat postingan itu langsung heboh di media sosial. Sedangkan Lily tanpa beban langsung naik ke atas tempat tidurnya, lalu berbaring di sana.
"Karena kamu tidak ingin bersamaku, maka aku melakukan rencana ini." gumam Lily.
Dia harus mendapatkan Alex untuk dirinya, dia akan merebut Alex dari istrinya. Dia tidak peduli, sekarang dirinya adalah yang paling membutuhkan Alex, membutuhkan dirinya untuk menjadi ayah dari bayi yang ada di kandungnya.
Walaupun dia tahu hal itu tidak akan mudah, dia akan meminta pada wanita itu, Liu. Untuk membantunya.
·–·–·–·–·
Alex membaringkan Elena yang tertidur nyenyak di atas ranjang dengan pelan, agar istrinya tidak terbangun. Alex kemudian membuka sepatu Elena, dan berjalan masuk ke walt in closet untuk menyimpannya.
Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, saat akan melangkah masuk ke dalam kamar mandi, ponsel Alex berbunyi dan itu mengundang tanda tanya dari Alex sendiri, padahal Alex sudah memberitahu semua orang, terutama David asistennya untuk tidak menghubunginya di luar jam kerja.
Namun karena panggilan itu terus masuk, Alex tidak punya pilihan lain selain mengangkatnya.
"Ada apa?" tanya Alex dingin.
"Tuan...tolong lihat postingan nona Lily, dia menandai anda dengan menaikan foto USG." kata David to the point.
Alex terkejut? Tentu saja. Alex sudah memperingati wanita ini, namun mental wanita ini lebih besar dari rasa takutnya, pria itu mematikan panggilan David, lalu membuka media sosial Lily, dan benar saja Alex melihat postingan Lily yang menandainya. Namun Alex hanya tersenyum dingin. Bahkan banyak orang, termasuk partner bisnis dan kolega Alex, yang memberi selamat pada Lily dengan menandai Alex.
"Pria belang mana yang menghamilimu? Ingin aku menjadi ayahnya? Mimpimu terlalu tinggi." batin Alex.
Alex kembali menghubungi David. "David, siapkan konferensi pers untukku besok," perintah Alex.
"Baik tuan." jawab David dari seberang sana.
Panggilan itu langsung di matikan oleh Alex, setelah itu Alex langsung masuk ke dalam kamar mandi, dan membasuh tubuhnya menggunakan air dingin, meredamkan amarahnya. Elena membuka matanya perlahan, dirinya sudah berada di atas ranjang. Elena turun perlahan menuju kamar mandi, namun dia tidak tahu bahwa Alex berada di dalam sana, dan tidak mengunci pintu kamar mandi itu.
Alex terkejut saat pintu kamar mandi terbuka, Elena melangkah masuk ke dalam sambil mengucak matanya. Namun saat menyadari sesuatu, Elena langsung membeku di tempat.
Wajah Elena langsung memerah, panik, "Ohh....Maa-maafkan aku, ak-aku tidak tahu kamu berada di dalam kamar mandi." Elena langsung menutup kedua matanya. Wajahnya sudah menjadi merah.
Saat dirinya hendak melangkah keluar dari kamar mandi, namun Alex dengan cepat langsung meraih pinggangnya, dan membawanya ke dalam kamar mandi lalu, mengunci pintu kamar mandi itu. Elena merasakan air dingin membasahi seluruh tubuhnya, pakaiannya sudah basah kuyup karena terkena air shower yang dingin, tapi Elena masih menutup matanya, dia malu menatap Alex yang bertelanjang dada di depannya ini.
Alex memeluk pinggang Elena erat yang membuat Elena terkesiap, matanya terbuka lebar menatap wajah Alex yang begitu dekat. Air dingin mengalir di tubuh mereka, membasahi kulit yang saling bersentuhan. Tangan Alex kuat, menggenggam pinggangnya, menariknya lebih dekat. Elena merasakan tubuhnya menegang, jantungnya berdebar kencang di dada.
"Kamu tidak perlu takut, Sweetie. Aku tidak akan marah padamu." bisik Alex, suaranya serak. Alex semakin mengeratkan pelukannya. Matanya menatap Elena intens, seperti ingin menelanjangi jiwanya.
"Alex..." Elena terengah-engah, suaranya bergetar.
Dia menunduk, mencium bibir Elena dengan lembut. Ciuman yang awalnya lembut itu berubah menjadi lebih liar, lebih penuh gairah. Elena merasakan tubuhnya melemah, dia tidak bisa menolak. Air dingin menyiram tubuh mereka, menambah sensasi yang panas. Keduanya bergumul di bawah pancuran air shower, tubuh mereka saling terjalin, saling merasakan panas yang terpancar dari masing-masing jiwa.
"Alex..." rintih Elena, suaranya nyaris tak terdengar.
Alex melepaskan ciuman mereka, tangannya menyelinap masuk ke dalam kameja biru Elena, menyentuh lembut kulit Elena. Sentuhannya membuat Elena tersentak, matanya terpejam erat, tubuhnya menegang. Napasnya tersengal, mencoba menahan desiran panas yang mengalir di tubuhnya.
"Kamu begitu cantik, Sweetie," bisik Alex, suaranya berat, penuh gairah. Tangannya bergerak perlahan, menelusuri lekuk tubuh Elena, membuatnya bergidik.
"Alex..." Elena hanya bisa merintih, tubuhnya gemetar, dipenuhi rasa malu dan hasrat yang bercampur aduk.
Alex mencium leher Elena, menghisap lembut kulitnya. Elena terhuyung, merasa tubuhnya melemah.
"Aku ingin menyentuhmu..." Alex berbisik di telinga Elena, napasnya membakar kulitnya.
Alex kembali mencium bibir Elena, kali ini lebih dalam, lebih intens. Elena memeluk tubuh Alex, menyerah pada arus nafsu yang membara. Air shower yang dingin tak lagi menyentuh mereka, hanya ada panas yang menyala-nyala, membakar setiap inci tubuh mereka.
Tangan Alex berkelana, menjelajahi tubuh Elena dengan penuh kerinduan, membuatnya mengerang pelan. Elena merasakan dunianya berputar, hanya ada Alex dan sentuhannya yang membuat jiwanya terbang.
Tangan besar Alex turun ke bawah, menyentuh area inti Elena yang masih tertutup celana panjang gadis itu, dengan cepat Alex meloloskan semua pakaian yang ada di tubuh Elena. Elena tidak bisa berbuat apapun, dia hanya bisa mendesahkan nama Alex.
Elena merapatkan kedua kakinya, napasnya terengah-engah, menahan rasa malu dan desiran panas yang mengalir di tubuhnya. Alex menunduk, mencium lembut leher Elena, kemudian turun ke dada Elena, menjilati gunung kembar Elena dengan lembut.
"Ahh..." Elena mengerang pelan, tubuhnya bergetar karena sentuhan Alex yang membuatnya ketagihan. Dia memeluk tubuh Alex erat, ingin menyatukan diri dengan pria yang sedang menghiasi tubuhnya dengan sentuhan hangat dan lembutnya.
Jari Alex menyentuh inti Elena, yang belum pernah tersentuh sama sekali, rasanya begitu sempit. Alex memasukan satu jari ke dalam inti Elena, membuat Elena mendesah tak karuan. Alex mengeluarkan jarinya, lalu membalikan tubuh Elena.
"Rapatkan kakimu," bisik Alex.
"Ahh..." Elena merasakan sesuatu yang keras dan besar di bawah sana, menyentuh bagian intinya.
Alex mempercepat gerakannya, Elena hanya bisa berpegangan pada tangan Alex, yang melingkar di perutnya, sampai dirinya merasakan gelombang aneh yang akan datang.
"Alex...aku...rasanya aneh...ada sesuatu yang akan keluar." bisik Elena parau.
Alex dan Elena mendesah panjang, karena berhasil mendapatkan pelepasan mereka, Elena bersandar pada dada Alex. Alex yang melihat Elena, hanya bisa tersenyum sambil mencium lembut kening istrinya. Alex menikmati setiap aktivitas intim bersama Elena, hanya seperti ini saja namun membuatnya sangat bahagia. Elena masih remaja, Alex takut Elena belum siap untuk menyerahkan hal berharga miliknya. Alex akan menunggu.
·–·–·–·–
to be continue...