Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 13
Pagi yang cerah menyambut dengan cahaya mentari yang hangat dan lembut, menembus jendela Penthouse.
Sinar keemasan itu menari-nari di dinding, menciptakan pola cahaya yang indah dan hidup. Udara terasa segar dan bersih, membawa aroma embun pagi dan dedaunan hijau.
Anya perlahan membuka mata dan merasakan sesuatu yang kenyal di tangannya.
Saat membuka mata, ia melihat tangannya sedang memegang dan memainkan payudaranya sendiri. Arka, dengan posisi miring dan tangan menopang kepala, menatapnya dengan tatapan dingin.
Seketika Anya menarik tangannya dan langsung terduduk. Pipinya memerah karena malu, dan ia meraba-raba tubuhnya sendiri.
Arka segera bangun dan menghadap Anya.
Ia menggeleng pelan. "Aku tau itu tubuhmu sendiri, tapi setidaknya hargai aku. Aku sekarang ada di tubuh ini, jadi jangan menyentuhnya sesuka hatimu, mengerti!"
Arka terlihat frustrasi, matanya melotot ke arah Anya yang hanya tertunduk malu.
"Kau tahu, rasanya aneh saat kau menyentuhnya," timpal Arka. "Seperti ...."
Anya segera membungkam mulut Arka, membuatnya terbelalak.
"Baiklah, aku minta maaf, aku gak sengaja. Jadi jangan diteruskan lagi, oke," ujar Anya, menahan malu.
Sesaat mereka terpaku, tatapan mereka bertemu. Tiba-tiba jantung dan napas Anya berdetak kencang.
'Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar? Apa aku lapar ya,' batin Anya.
Saat ia kembali menatap mata Arka, jantungnya berdetak semakin tak menentu. Anya segera melepas dekapannya dan turun dari ranjang.
Anya langsung berlari ke kamar mandi untuk menghindari Arka.
Sedangkan Arka yang masih di atas kasur juga merasakan hal yang sama. "Ada apa denganku? Dasar tubuh lemah."
Arka tidak menyadari apa yang sedang ia rasakan. Ia merasa mungkin semua itu karena tubuh Anya yang lemah.
Ia melihat ke nakas. Ada ember dan kain bekas kompres, bahkan semangkuk sup sisa semalam.
"Jadi, dia merawatku semalam," gumamnya sambil turun dari ranjang.
Ia mengambil ponsel. Banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari Shofia.
Ting tong!
Suara bel pintu membuyarkan lamunannya. Arka segera keluar untuk memeriksanya.
Ia mengintip dari lubang pintu dan melihat Shofia sudah berdiri di depan pintu. Arka panik karena Shofia belum tahu jika dia dan Anya tinggal bersama.
Anya yang mendengar suara bel mengintip dari balik pintu kamar dan segera menghampiri Arka.
"Siapa? Kenapa tidak dibuka pintunya?" tanya Anya sambil mengusap wajahnya dengan handuk kecil.
Arka melangkah kembali ke dalam. "Sebaiknya kau saja yang membukanya."
Anya mengerutkan kening dan mencoba mengintip dari lubang pintu. Seketika ia terkesiap melihat Shofia.
"Gawat! Dia pasti marah karena semalam aku tidak pergi dengannya. Padahal semalam ada pertemuan makan malam dengan para endorser," ungkap Anya panik.
Arka duduk di sofa dengan melipat kaki, tampak tenang dan santai.
"Sudah, tidak usah panik. Lagipula aku biasanya selalu menolak makan malam seperti itu. Lagian, Miss cerewet itu tidak akan berani marah padamu," ujar Arka.
Anya menarik napas panjang lalu membukakan pintu. "Ha ... hai, Miss."
Shofia langsung menerjangnya dan mendekap kedua pundaknya. "Kau tidak apa-apa, kan? Aku dengar kau tenggelam di kolam. Kenapa bisa sampai tenggelam?"
Shofia tampak panik dan memeriksa setiap inci tubuh Anya, memastikan dia baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja kok, Miss. Mungkin aku belum begitu pulih, makanya aku tenggelam. Otot-ototku masih terasa kram," jelasnya sambil menepis tangan Shofia yang mendekapnya kuat.
Namun, tiba-tiba Shofia terpaku saat melihat Arka dalam tubuh Anya duduk di sofa ruang tamu. Ia segera menghampirinya.
"Anya! Kenapa kau bisa di sini, hah?!"
Anya berlari menghampiri. "Aku lupa kasih tahu, dia sekarang tinggal serumah denganku agar aku lebih mudah menyuruhnya."
"Apa? Kalian tinggal serumah? Tidak, aku tidak mengizinkan!" sergah Shofia.
Tentu saja Shofia tidak rela Arka tinggal bersama perempuan lain. Walaupun jarak umur mereka cukup jauh, Shofia sudah terpikat dengan pesona Arka.
Anya celingukan, menatap Arka seolah bingung harus mengatakan apa lagi. Arka balas melotot, memintanya untuk meyakinkan Shofia.
Shofia menarik tangan Arka, memintanya untuk berdiri. "Sekarang ikut aku ke kantor. Ada banyak pekerjaan untukmu di sana."
Namun, Anya menarik tangan Arka, membawanya ke belakang tubuhnya. "Tidak! Dia harus di sini. Dia kan sekarang asisten pribadiku."
Shofia semakin panas melihat Anya, dalam tubuh Arka, memegang tangan Arka.
"Tidak bisa, Anya harus bertanggung jawab dengan semua ulahnya. Banyak media yang harus dia atasi terkait masalah jadwal tur waktu itu. Dia harus membereskan semuanya sampai tuntas," jelas Shofia sambil menatap Arka tajam.
"Baiklah, aku akan pergi, tapi aku akan bersiap dulu," jawab Arka dengan nada datar.
Ia melepas genggaman Anya dan pergi ke kamar. Shofia mendengus kesal karena Anya, yang biasanya penurut, terlihat semakin berani padanya.