NovelToon NovelToon
Jodoh Jalur Orang Dalam

Jodoh Jalur Orang Dalam

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Menikah Karena Anak
Popularitas:412
Nilai: 5
Nama Author: yesstory

Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perandaian yang Tak Berguna

“Nira! Sarapannya mana?”

Nira yang sedang menjemur bayinya di halaman rumah memejamkan matanya sesaat mendengar seruan Riki dari dalam rumah. Nira menarik napas panjang juga berat.

Nira menggendong Arsa masuk ke dalam rumah.

“Aku belum masak. Belum sempat beli sarapan juga. Kamu mau makan apa?” tanya Nira begitu bertemu Riki di ruang makan.

“Lontong sayur. Ya udah sini uangnya. Biar aku aja yang beli.” Riki mengulurkan tangannya.

“Apa uangku empat juta yang kamu ambil itu udah habis?”

Riki menatap Nira tajam. Ia mendekat, mencengkram lengan Nira yang masih menggendong Arsa. Nira meringis.

“Mana uangnya?!” Seru Riki pelan tapi tajam di telinga Nira.

“A-ambil d-di d-dompet.” Nira tergagap.

Riki menghentak tangan Nira, tersenyum. “Gitu aja harus pakai kekerasan! Heran!”

Nira terdiam. Ia duduk di kursi, menatap wajah tenang Arsa yang tertidur. Sudut matanya berair. Nira mendongakkan wajah. Sebisa mungkin menahan air mata itu turun dan membasahi wajah putranya.

Nira lantas berdiri, berjalan dengan langkah gontai, membawa Arsa ke dalam kamarnya. Riki sudah pergi. Suara motornya terdengar menjauh.

Nira berjalan ke meja rias. Dompetnya terbuka. Berserakan. Riki seperti terburu-buru saat mengambilnya. Nira duduk di kursi meja rias. Menatap wajahnya yang lelah. Mata pandanya terlihat jelas. Oh sejak kapan dia tak memperhatikan wajahnya?

Wajah yang selalu riang, tersenyum gembira, dan bermake up, kini tampak pucat. Nira tak sempat memakai make up karena mengurus Arsa-juga karena tekanan batin yang ia terima sejak pertengkarannya dengan Riki.

Nira mengusap pelan wajah rapuhnya. Ia menatap dirinya sendiri.

“Kamu nggak boleh lemah, Nira. Kamu wanita yang kuat. Jangan biarkan Riki atau siapapun itu menginjak harga dirimu. Kamu harus bangkit! Lawan dia! Suami buruk seperti dia tak pantas memperlakukanmu seperti ini!”

“Ayo, Nira. Jangan takut padanya. Harusnya dia yang bertekuk lutut padamu karena kamu yang membiayai hidupnya! Bukan sebaliknya. Berdiri tegak, Nira! Tunjukkan kalau kamu bisa berjalan dengan kakimu sendiri! Tunjukkan kamu bisa berbuat semaumu seperti dia!”

Nira menghela napas panjang. Tatapnya lekat menatap cermin, pantulan wajahnya sendiri. Ia harus melawan.

***

Masa libur cuti Nira sudah berakhir. Hari ini Nira kembali bekerja. Baby sitter Arsa juga sudah datang. Walau Riki masih di rumah, belum mendapat pekerjaan lagi, tapi Nira tak percaya lagi padanya. Biarlah ia membayar baby sitter asal Arsa diurus dengan benar.

Nira membawa mobil sendiri. Menolak saat Riki menawarkan ingin mengantar jemput. Riki mengedikkan bahu, acuh. Baguslah Nira bisa mandiri.

Sepanjang bekerja, Nira juga bersikap profesional. Kadang tertawa bersama dua temannya. Nira sama sekali tak menunjukkan isi hatinya yang tengah terluka karena sikap Riki yang semakin ke sini makin menyakitkan hati saja.

Nira menghentikan mobilnya di jalanan sepi, menuju perumahan entah apa, Nira tak tahu. Ia hanya ingin menenangkan diri sebelum pulang ke rumah dan bertemu Riki lagi, si pengangguran itu.

Nira duduk menyandarkan tubuhnya. Menghela napas beberapa kali. Sesak di dadanya tak berkurang. Tiap mengingat perlakuan Riki yang kasar, ia mulai berpikir jauh ke masa lalu.

Apa yang dulu membuatnya tergoda dan termakan rayuan manis pria itu?

Bagaimana bisa ia lalai mengenali kalau Riki punya sifat kasar dibalik wajah tampannya?

Pikiran Nira jauh semakin mengingat ke belakang lagi. Ke masa-masa sebelum mengenal Riki. Sebelum ia pergi ke kota. Dan sebelum ia mengakhiri hubungannya dengan Raffi.

Raffi.

Pria yang baik. Pria yang mampu menjaganya. Menjaga kehormatannya. Selalu berusaha menahan hawa nafsu saat mereka berduaan karena ia tak ingin merusak Nira sebelum hari pernikahan.

Nira mencintai pria itu. Tapi, hubungan mereka tidak direstui Mardi, bapaknya sendiri. Mardi ingin Nira menikah dengan pria yang mapan pekerjaannya. Yang jelas bukan Raffi yang saat itu masih jadi karyawan bengkel orang lain.

Raffi tidak menyerah. Tapi, Nira yang memutuskan menyerah. Ia tak bisa menjalani hubungan yang tak direstui orang tuanya. Untuk melupakan Raffi, Nira pergi ke kota.

Dan semuanya berawal dari sana. Perkenalannya dengan Riki, dan kejadian dimana Riki mengambil keperawanannya di kamar kosnya waktu itu.

Nira tak diperkosa. Ia terbawa suasana. Juga termakan bujuk rayu, janji manis Riki yang akan bertanggung jawab. Maka, setengah ragu, Nira memberikannya.

Mereka saling suka dalam melakukannya. Nira tak menyalahkan Riki. Ia juga menikmati. Hingga akhirnya, setiap bertemu, Nira selalu memberikannya atas dalih cinta.

Nira tak menyesali kehamilannya. Yang ia sesali adalah mengapa ia tak bisa menolak ajakan Riki untuk berbuat itu?

Mengapa ia membiarkan Riki menyentuhnya begitu dalam sampai Arsa hadir?

Apa ketampanan Riki mengaburkannya? Atau memang ia yang ingin menikah dengan Riki?

Nira memejamkan matanya. Andai saja Raffi yang menjadi suaminya. Andai saja ia tak menyerah saat Raffi meyakinkannya bahwa ia akan berusaha mapan demi restu Mardi. Mungkin saja … Ia tak kan menerima kekerasan fisik dari Riki. Mungkin saja ia akan mendapat cinta yang melimpah dari Raffi.

Nira terisak, membayangkan betapa bodohnya dia menolak Raffi. Betapa bodohnya dia menyerahkan tubuhnya cuma-cuma pada pria bernama Riki.

***

Di bengkel Raffi, seorang gadis muda mendorong motornya memasuki halaman bengkel. Yusuf yang melihatnya gegas menghampiri.

“Mbak Ika? Motornya kenapa?” Yusuf bertanya.

“Nggak tahu, Suf. Susah dinyalainnya,” jawab gadis itu.

“Ya udah biar aku cek. Mbak Ika lagi buru-buru enggak? Kalau iya, pakai motor bengkel aja. Tuh ada matic,” tunjuk Yusuf pada motor matic di pojok bengkel.

“Emang boleh dipinjam dulu? Aku mau beli obat sih buat Bapak.”

“Boleh kok. Bang Raffi, Mbaknya pinjam motornya dulu ya!” seru Yusuf menoleh ke belakangnya.

Raffi yang tengah jongkok di dekat motor lain lantas berdiri. Matanya beradu dengan gadis cantik yang juga tengah menatapnya. Gadis yang cantik. Berkulit putih. Rambutnya hitam panjang dan tengah tersenyum padanya.

“Oh … Masnya yang punya bengkel ya?” tanya Ika.

Raffi berdehem, tersenyum kaku, lantas mengangguk.

“Gimana Bang? Boleh Mbak Ika pinjam motor maticnya?” tanya Yusuf menahan senyumnya melihat ekspresi Raffi yang terlihat salah tingkah.

“B-boleh.” Raffi mengangguk. Ia mengambil kunci motornya di saku celana lalu melemparkannya pada Yusuf.

Yusuf memberikannya pada Ika. Setelah mendapat kunci, Ika mengangguk ramah pada Raffi, menyalakan motor, lalu keluar dari bengkel.

Raffi masih memandangi gadis itu.

“Ehem! Ada yang terpesona nih!” goda Yusuf menyeringai.

Raffi berdehem, menggaruk belakang telinganya, menggeleng pelan.

“Mau dikenalin nggak? Dia masih saudaraku loh. Sepupu jauh.”

Raffi melihat Yusuf. “Kok aku baru tahu kamu punya sepupu secantik itu?”

Yusuf tergelak. “Kan sepupu jauh, Bang. Bukan saudara kandung. Jelaslah muka kami beda jauh. Gimana? Mau dikenalin nggak?”

Raffi kembali jongkok di dekat motor yang ia perbaiki. “Gadis secantik dia pasti udah punya pacar.”

“Halah. Cuma pacar ini. Bukan calon suami. Masih aman buat nikung.”

Raffi menggeleng geli. “Kerja!”

Yusuf tertawa sekali lagi lalu kembali bekerja. Tak menyadari jika Raffi diam-diam tersenyum, mengingat wajah cantik Ika juga senyuman gadis itu.

1
Miu miu
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
ZodiacKiller
Ga sabar nunggu kelanjutannya thor, terus semangat ya!
yesstory: Terima kasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!