Malam itu menjadi malam terburuk bagi Ranum. Sang kekasih tiba-tiba saja secara sepihak memutus jalinan asmara di saat ia tengah mengandung benih cintanya, diusir oleh sang ayah karena menanggung sebuah aib keluarga, dan juga diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Ranum memilih untuk pergi dari kota kelahirannya. Ia bertemu dengan salah seorang pemilik warung remang-remang yang mana menjadi awal ia membenamkan diri masuk ke dalam kubangan nista dengan menjadi seorang pramuria. Sampai pada suatu masa, Ranum berjumpa dengan lelaki sholeh yang siapa sangka lelaki itu jatuh hati kepadanya.
Pantaskah seorang pramuria mendapatkan cinta suci dari seorang lelaki sholeh yang begitu sempurna? Lantas, apakah Ranum akan menerima lelaki sholeh itu di saat ia menyadari bahwa dirinya menyimpan jejak dosa dan nista? Dan bagaimana jadinya jika lelaki di masa lalu Ranum tiba-tiba hadir kembali untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Jasmin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Tak Direstui
"Pa, Ma, lusa aku ingin mengajak seseorang untuk datang ke rumah."
Di ruang makan, keluarga Varen berkumpul. Setelah beberapa malam mereka tidak sempat makan bersama, malam ini seakan menjadi penebus malam-malam sebelumnya untuk bisa menikmati makan malam bersama.
Nampak beraneka rupa masakan tersaji di atas meja makan. Harum aroma masakan khas nusantara sungguh membuat lidah siapapun yang berada di tempat ini ingin segera mencicipinya.
Miranda dan Jonas saling melempar pandangan dengan dahi yang sama-sama mengkerut. Dua paruh baya itu seakan menangkap sinyal tak biasa dari sang putra.
"Datang ya datang saja sih Ren. Kenapa kamu pakai minta izin segala? Bukankah biasanya banyak temanmu yang datang kemari?" tanya Jonas yang sedikit kebingungan.
"Tapi ini beda Pa!"
"Beda? Beda bagaimana maksudmu Ren?" timpal Miranda yang semakin dibuat penasaran.
Varen menghela napas sedikit panjang kemudian ia hembuskan. Lelaki itu merasa kikuk ketika akan mengutarakan maksud dan tujuannya. Karena selama ini dia sering membawa pacarnya untuk berkenalan dengan orang tuanya namun pada akhirnya putus juga. Tidak hanya sekali tapi juga berkali-kali.
"Yang akan aku bawa kekasihku Ma!"
"Kekasih?" tanya Miranda dan Jonas bersamaan.
"Iya Pah, Mah, kekasihku!"
"Hahahaha Varen, Varen..., " ucap Miranda sembari tergelak. "Ini beneran kekasih atau hanya untuk main-main saja? Biasanya kamu juga sering kan ngenalin pacar ke Mama tapi pada akhirnya putus juga kan?"
"Tapi tidak untuk kali ini Ma. Varen benar-benar serius dengan kekasihku saat ini. Aku ingin mengenalkannya ke Papa dan Mama dan bermaksud untuk serius," terang Varen.
"Serius? Maksudmu apa Ren?" tanya sang papa pula. Kali ini Jonas lah yang nampak kebingungan sendiri.
"Aku bermaksud untuk menikahinya Pa, Ma!" ucap Varen mengutarakan maksudnya sembari menatap wajah kedua orang tuanya secara bergantian.
"Apa??? Menikahinya?" teriak Jonas dan Miranda bersamaan. Kedua paruh baya itu sungguh dibuat terkejut dengan ucapan sang anak. Sedangkan Varen hanya bisa menganggukkan kepala tanpa bersuara.
"Siapa gerangan wanita itu yang sanggup membuatmu seserius ini Ren? Lalu bagaimana dengan bibit, bobot dan bebetnya?" tanya Miranda.
"Namanya Ranum, Pa, Ma. Dia orang yang baik dan aku rasa kami ada kecocokan," jawab Varen masih dengan nada sedikit canggung.
"Sebentar, sebentar, Ranum? Sepertinya Papa tidak asing dengan nama itu Ren? Apa Papa pernah mengenalnya?" tanya Jonas yang seperti sudah mengenal pemilik nama itu.
Varen menganggukkan kepala. "Betul Pa, Ranum adalah salah satu pekerja di pabrik. Dia ada di bagian cutting.."
"Apa? Kerja di pabrik?" teriak Miranda sedikit terkejut. "Varen, itu sih bukan pekerja, tapi buruh!" sambungnya pula dengan bibir sedikit mencebik.
"Tapi kan sama saja Ma. Dia kerja di pabrik milik papa sudah dua tahun dan kami sudah menjalin hubungan selama enam bulan."
"Ckckck Varen, Varen. Kita ini keluarga berada. Papamu pemilik pabrik, Mama sendiri punya produk skincare sedangkan kamu lulusan sarjana hubungan internasional. Dan sekarang kamu menjalin hubungan dengan seorang wanita dengan kasta rendahan? Mama tidak setuju Ren," ucap Miranda penuh peringatan.
"Tapi aku mencintainya Ma dan aku sudah berjanji untuk mengenalkannya ke kalian dan berjanji akan menikahinya," ucap Varen dengan wajah sedikit sendu.
Mendadak hati lelaki itu diliputi oleh rasa cemas jika sang mama tidak merestui hubungannya dengan Ranum. Padahal ia sudah berjanji akan menikahi sang kekasih.
"Jangan cuma modal cinta Ren. Kita juga harus realistis. Ingat, keluarga kita keluarga terpandang. Ada nama baik yang harus dijaga. Jangan sampai Papa dan mama menanggung malu karena besanan sama orang yang tidak berdaya secara materi," sahut Jonas yang turut menguatkan argumentasi dari Miranda.
"Tapi Pa, Ma... Varen su..."
"Sudahlah Ren, kali ini nurut apa kata Mama. Kamu tidak mau kan melihat jantung Mama kumat karena berdebat denganmu?" ucap Miranda dengan sedikit mengintimidasi. "Lagipula Mama sudah punya rencana untukmu perihal jodoh."
"Hah?! Maksud Mama apa?" tanya Varen dengan mimik wajah yang dipenuhi oleh tanda tanya.
Miranda dan Jonas saling tatap. Senyum sumringah nampak jelas di bibir keduanya. Wajah mereka seakan dipenuhi oleh kebahagiaan tiada terkira.
"Persiapkan dirimu Ren! Malam ini akan ada tamu spesial!" ucap Jonas mengakhiri pembahasannya perihal kekasih sang putra.
***
Ranum membaringkan tubuhnya di atas pembaringan. Netranya mengedar menatap langit-langit kamar. Raganya nampak begitu lunglai. Hati serta pikirannya seakan berkeliaran kemana-mana.
Perkara kehamilannya, membuat wanita itu seakan tidak memiliki gairah hidup. Alhasil sedari tadi, ia memilih untuk berdiam diri di kamar dan membenamkan dirinya dalam pikirannya yang kalut. Hatinya juga terasa resah akan jalan apa yang harus ia tempuh untuk bisa keluar dari masalah ini.
"Nak, bagaimana? Apa masih pusing?"
Ratri masuk ke kamar Ranum sembari membawa sebuah nampan yang berisikan teh hangat dan roti panggang dengan selai strawberry kesukaan sang anak. Wanita paruh baya itu memegang pelipis Ranum dan masih sedikit demam.
"Sedikit Bu," jawab Ranum singkat.
"Lebih baik langsung dibawa ke dokter saja Bu, biar ketahuan sakit apa Ranum ini!"
Erlangga dengan tiba-tiba ikut masuk ke kamar Ranum. Hati lelaki itu sedikit melunak setelah melihat perubahan sikap Ranum. Sehingga saat ini ia turut memberikan saran untuk membawa Ranum ke dokter sebagai salah satu bentuk perhatiannya.
"Sekarang kita ke dokter ya Nak. Ibu khawatir kalau kamu kenapa-kenapa. Karena sekarang lagi musim chikungunya ataupun DBD," tutur Ratri sembari memijit kaki Ranum.
Ranum bergegas menggelengkan kepala sebagai isyarat jika ia tidak menyetujui saran dari kedua orang tuanya ini. Ia merasa terancam jika sampai periksa ke dokter. Karena kehamilannya pasti akan diketahui oleh keluarganya.
"Tidak usah Pak, Bu. Biar aku istirahat di rumah sambil minum obat. Besok pasti juga sudah sembuh," tolak Ranum.
"Tapi Nak, Ibu sangat khawatir. Virus chikungunya dan DBD itu bahaya sekali loh. Ibu khawatir kamu terkena salah satu dari virus itu."
Ranum tetap menggelengkan kepala. "Tidak perlu Bu. Sebentar lagi pasti akan sembuh. Ini hanya pusing biasa."
Ratri membuang napas sedikit kasar. Ini sudah kesekian kali Ratri membujuk sang anak untuk periksa ke rumah sakit. Namun tetap saja sang anak menolak.
"Ya sudah kalau kamu memang tidak mau Nak. Tapi kalau sampai besok kamu masih demam dan pusing seperti ini pokoknya harus periksa ke dokter," pungkas Ratri bertitah. Sedangkan Ranum hanya mengangguk pelan.
"Baiklah, sekarang kamu istirahat. Bapak dan Ibu keluar dulu. Nanti kalau kamu butuh sesuatu bilang saja ke bapak atau Ibu," ucap Ratri sembari beranjak pergi keluar dari kamar sang anak.
Perlahan, tubuh Ratri dan Erlangga menghilang di balik pintu kamar dan Ranum kembali sendirian dalam hati dan juga pikirannya yang bimbang.
"Maafkan aku Pak, Bu, aku sudah mengecewakan kalian. Aku benar-benar gagal menjadi anak," monolog Ranum lirih.
Ranum merogoh bawah kasur empuknya. Ia ambil sesuatu yang ada di dalam sana. Sesuatu yang ia sembunyikan tanpa ada seorang pun yang tahu. Sebuah testpack di mana garis dua masih tercetak jelas di sana.
"Aku harus segera bertemu dengan Varen untuk memberitahukan perihal kehamilanku ini dan memintanya untuk segera menikahiku!" lirih Ranum.
Ranum mengambil gawai yang ada di atas nakas. Ia cari nomor kontak sang kekasih dan segera menghubunginya.
"Hallo Ren, besok sepulang kerja aku ingin bertemu!" ucapnya melalui sambungan telepon.
.
.
.