Luka Vania belum tuntas dari cinta pertama yang tak terbalas, lalu datang Rayhan—sang primadona kampus, dengan pernyataan yang mengejutkan dan dengan sadar memberi kehangatan yang dulu sempat dia rasakan. Namun, semua itu penuh kepalsuan. Untuk kedua kalinya, Vania mendapatkan lara di atas luka yang masih bernanah.
Apakah lukanya akan sembuh atau justru mati rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oksy_K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jeda Di Ambang Pintu
“ Hai, Vania,” sapa pria di ambang pintu dengan suara yang hangat dan lembut.
“Kak Jalu. Kok tau rumah gue di sini?” tanya Vania yang terkejut melihat Jalu mengetahui tempat tinggal barunya.
Sementara Rayhan masih berdiri dalam diam, tepat di belakang Vania dengan sorot mata tajam. Ia tahu pasti siapa pria yang terus tersenyum menatap Vania. Pria sama yang ia lihat beberapa hari lalu di kafe bersama Vania dan Okta.
“Gue tanya Okta tadi, ternyata lo udah pindah rumah. Pantesan gue tadi ke rumah lama lo yang bukain orang lain.” Ujar Jalu, kemudian pandangannya beradu dengan tatapan Rayhan yang menusuk.
“Gue ganggu, ya?” lanjutnya, ketika merasakan aura permusuhan dari Rayhan. Jalu mengira Vania sedang bersama kekasihnya dan ia mengganggu waktu kencan mereka.
Vania menoleh ke belakang, lalu berkata dengan tawa yang dibuat-buat. "Oh, ini tetangga belakang, habis anterin makanan. Ini mau pulang kok. Iya, kan?” Ia mengangguk kecil ke arah Rayhan dengan alis sedikit terangkat.
Bola mata Rayhan memutar perlahan, dengan nada malas ia menjawab, “Iya ....” .
Ingin rasanya Rayhan berteriak ‘tidak’ dan tetap berada di sana, namun ia bukan siapa-siapa yang berhak melarang Vania dekat dengan pria lain. Rayhan hanya tetangga belakang. Menyandang sebagai temannya pun tidak, alih-alih menyebutnya sebagai teman kampus, Vania lebih memilih tetangga belakang! Seperti orang asing!
Dengan terpaksa Rayhan menyeret kakinya keluar, sedikit menabrakkan bahunya pada Jalu, memberi ketegasan bahwa ia terganggu dengan kehadirannya. Vania menggeleng pelan, tak habis pikir dengan sikap Rayhan yang menyebalkan. Ia jadi merasa tidak enak hati pada Jalu.
“Maaf ya, kak. Dia orangnya emang suka nyebelin. Ayo masuk dulu bentar.” Ujar Vania, di balas anggukan oleh Jalu.
Rayhan mendengus pelan saat mendengar perkataan Vania, “Menyebalkan? Akan gue kasih liat apa itu sikap menyebalkan!” gumamnya, menyunggingkan senyum miring dengan deretan rencana yang melintas.
Sementara itu, Vania duduk berdua di ruang tamu, meski canggung ia berusaha bersikap seperti biasa. Jalu masih tersenyum menatap Vania yang membuat pipinya terasa hangat.
“Gue ke sini cuma mau ngembaliin keychain lo yang tertinggal di mobil gue, lo inget kan terakhir kali kita nonton bareng Okta juga.” Ujar Jalu, sembari mengambil gantungan kunci berbentuk beruang dari dalam sakunya.
“Ya ampun, Kak. Kenapa sampai repot-repot nganterin ke sini?” Vania menerima keychain miliknya dengan senyum merekah, hatinya menghangat mengingat sikap Jalu yang tak pernah berubah.
"Sekalian gue pengen ketemu lo," Jawab Jalu dengan mudahnya, sedangkan Vania tertegun mendengar itu, mungkinkah ia salah dengar?
Belum sempat menjawab Jalu ,bel kembali berbunyi. Bergegas Vania beranjak membuka pintu, namun lagi-lagi di balik pintu itu bukan tukang servis yang ia tunggu, melainkan Rayhan. Iya, Rayhan. Kembali lagi dengan cengirannya.
“Gue mau ambil ponsel gue yang tertinggal. Kayaknya ada di dalam.” Katanya dan masuk tanpa perduli omelan Vania.
Rayhan melirik sekilas ke arah Jalu yang menatapnya heran. Dengan berlagak mencari ponselnya ia mengitari dapur dan ruang tamu.
“Gimana? Ada gak?” tanya Vania, ia pun terpaksa ikut mencari.
Tak lama sebuah dering ponsel berbunyi, mendengar itu Rayhan meringis karena aksinya ketahuan. Rayhan merogoh ponsel di saku celananya, tertera nama Ali di layar, melihat itu Rayhan mengumpat kesal. “Sialan si Ali, lo ganggu rencana gue terus!”
Vania pun mengusirnya kembali. “Udah ketemu kan? Pergi lo!”
Dengan setengah hati Rayhan melangkah pergi, meninggalkan Vania berduaan dengan Jalu. Namun, bukan Rayhan namanya jika ia menyerah. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Ia akan terus mengganggu mereka apapun caranya.
Saat Vania kembali mengobrol dengan Jalu, yang mengenang masa SMA, bel rumahnya kembali berbunyi. Kali ini Vania merasa enggan untuk membukanya. Bahkan ia tak mengharapkan tukang servis itu datang, yang menurutnya sangat lambat dan ia akan memberi bintang satu untuknya.
Dan benar saja, Rayhan kembali lagi. Kali ini ia membawa satu lusin donat J.CO, dengan Oma Ida sebagai alasannya, sebagai tanda terima kasih, lagi. Helaan panjang keluar dari mulut Vania dan dengan terpaksa ia menerimanya lagi.
Di tutupnya kembali tanpa mempersilahkan Rayhan masuk, ia sudah cukup lelah menghadapi kelakuan ajaibnya. Vania juga takut Jalu merasa terganggu.
“Sorry banget ya, Kak. Gue jadi nggak enak ninggalin tamu terus.” Kata Vania sembari tersenyum kaku.
Baru saja ia meletakkan donat di atas meja, bel kembali berbunyi. Vania pejam matanya rapat-rapat, ia umpat Rayhan sepuasnya dalam hati, ia menggenggam erat tangannya untuk menyalurkan kekesalannya sebelum menyambut Rayhan di balik pintu.
“Sekarang apa la—” kalimatnya terhenti saat membuka pintu, bukan wajah Rayhan yang terpampang, namun pria asing dengan seragam berwarna navy.
Akan tetapi, di belakang pria itu, Rayhan menyembulkan kepalnya dengan senyum pepsodent.
“Kali ini Tukang servis beneran,” ledek Rayhan.
“Ini bener rumahnya ibu Sekar?” tanya pria itu, terlihat peluh membanjiri kening dan seragamnya.
“Tadi saya udah muter-muter nyariin rumah ini, mbaknya di telpon gak diangkat untungnya mas ini mau bantuin saya.” Imbuhnya menunjuk Rayhan yang kini berdiri dengan membusungkan dadanya bangga.
Vania mengecek ponselnya dan benar saja beberapa panggilan tak terjawab karena ia ubah mode silent, mengingat spam chat dari Rayhan yang mengganggunya.
Ternyata Vania salah memberi alamat rumah, ia justru memberi nomer rumah lamanya. Sehingga membuat tukang servis mendatangi satu per satu rumah karena Vania adalah penghuni baru, banyak warga yang belum mengenalinya. Vania sangat merasa bersalah bahkan ia berniat memberi ulasan buruk, padahal ia sendiri yang membuat kesalahan.
“Thanks ya, Ray.” Ucap Vania tulus, walaupun tingkah Rayhan yang menyebalkan tapi dia tak pernah punya niatan buruk.
“Apa sih yang nggak buat lo,” jawabnya dengan nada menggoda.
Sementara itu Jalu memperhatikan raut wajah Rayhan yang memandang Vania dalam, terlihat jelas bahwa Rayhan menaruh rasa pada Vania meskipun sikapnya yang kekanak-kanankan. Merasa ia datang di waktu yang tidak tepat, Jalu memutuskan untuk pulang.
“Van, gue balik dulu ya, gue lupa ada urusan yang lain.” Pamitnya, sebelum keluar pintu, langkahnya terhenti dan berbalik menatap Vania dengan senyum manisnya.
“Oh iya, gue lupa ngasih tau. Minggu depan ada pameran buku di kampus gue. Lo mau dateng nggak? Tadi sih gue udah ajak Okta juga tapi katanya nggak bisa.”
Vania membisu, pandangannya ke segala arah, tak tahu harus menjawab apa. Sedangkan Jantungnya memburu, jika Okta tidak ikut artinya hanya ada Jalu dan dirinya. Apakah ini ajakan kencan? Pikirnya. Mengingat status Jalu yang baru putus, mungkinkah kesempatan itu datang untuknya?
Di satu sisi, Rayhan berharap Vania menolak ajakan Jalu. Namun, jawaban dari mulut kecil itu membuat gemuruh di dadanya.
“Mau, kak. Kebetulan ada buku yang lagi gue cari.” Jawab Vania dengan wajah tersipu.
“Oke, nanti gue kabarin lagi.” Balas Jalu, dan berlalu meninggalkan dua orang dengan suasana hati yang berkebalikan.
Rayhan menahan napas, menatap pintu yang baru saja tertutup, lalu mengalihkan pandangan pada Vania. Ada sesuatu yang hampir keluar dari bibirnya, tapi ia memilih diam. Di depannya, Vania mendongakkan kepala dengan menutup mulutnya seolah tak percaya akan ucapannya sendiri. Bahkan ia lupa dengan kehadiran Rayhan yang masih berada di dalam rumahnya.
Keheningan pecah saat ponsel Rayhan berdering. Nama di layar membuat alisnya mengernyit, dan seketika tubuhnya membeku. Dengan langkah berat, Rayhan pergi begitu saja, meninggalkan Vania dalam kebingungan tanpa kejelasan.
Bagus k, saya suka yg temanya sekolahan gini. jadi kangen masa” skolah 😄
aww gemes ih