Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Malam itu hujan turun rintik-rintik. Di kamar bernuansa pastel miliknya, Raisa duduk di lantai dengan laptop terbuka, dua buku sketsa, dan satu jurnal kulit cokelat tua di pangkuannya. Ia mulai menuliskan sesuatu yang bukan sekadar catatan, tapi potongan rencana dan ingatan yang tak boleh terlupakan.
---
> Jurnal Kehidupan Kedua – Rahasia yang Belum Terungkap
Nama: Sonia Larasati
Keterlibatan:
– Pelaku manipulasi terhadap Raisa (asli)
– Mengantar Raisa ke RS tanpa dokumen lengkap
– Saksi palsu dalam kasus kecelakaan bus
Keterangan: kemungkinan besar turut menyebabkan kecelakaan.
Motif: potensi warisan/akses ke keluarga Molan?
Raisa menulis dengan rapi, setiap kata seperti ukiran dalam batu.
Ia menempelkan foto lama Sonia yang diam-diam ia cetak dari sosial media—foto Sonia yang memeluk Raisa saat kelulusan, dengan senyum seperti kemenangan.
"Sonia... kamu bermain terlalu licik.
Tapi kamu lupa... aku sudah pernah mati. Aku tak takut apa pun lagi."
---
🏫 Kampus & Desas-desus Baru
Hari itu, suasana kampus mulai sedikit tegang. Beberapa mahasiswa berbicara soal ‘isu miring’ yang katanya menyebut bahwa tim Raisa hanya menang karena “hubungan dalam.”
“Katanya si Sonia kenal dosen fashion dan pernah kerja sama sebelum ini,” bisik seseorang di kantin.
Rani mengetahuinya dari grup kampus dan langsung mendatangi Raisa. “Kamu tahu ini dari mana, Ra?”
“Gosip baru?” Raisa bertanya santai sambil menyendok pudingnya.
“Yup. Dan sumbernya... entah kenapa, mengarah ke Sonia lagi. Aku mulai nggak suka dia.”
Raisa tersenyum tipis. “Kamu hanya belum tahu siapa dia sebenarnya.”
Rani menatap Raisa. “Ra... kamu tahu lebih banyak dari yang kamu bilang, ya?”
Raisa diam sesaat, lalu menjawab lembut, “Kalau aku cerita… kamu harus janji nggak akan ikut terbakar apinya.”
---
Sore harinya, Ardo datang ke rumah Raisa untuk latihan proyek presentasi visual. Saat masuk, ia disambut Mama Molan dan sempat terkesima melihat keharmonisan keluarga itu.
“Ardo,” panggil Raisa, “kita kerja di studio belakang ya. Biar nggak ganggu.”
Di ruang studio pribadi Raisa, keduanya duduk berdampingan di depan papan inspirasi.
“Raisa,” Ardo tiba-tiba berkata, “kalau kamu butuh seseorang untuk jadi saksi... aku bisa jadi itu.”
Raisa menoleh cepat.
“Aku tahu kamu menyimpan sesuatu. Dan aku tahu kamu nggak akan ceroboh. Tapi kalau nanti kamu mulai perang, dan kamu butuh pasukan... kamu bisa lihat aku.” ujar Ardo
Raisa menatapnya lama. Hatinya terenyuh. Tapi ia tetap jaga jarak.
“Aku berterima kasih, Ardo. Tapi aku belum boleh melibatkan siapa-siapa. Belum sekarang.”
---
Malamnya, telepon rumah berdering.
“Selamat malam, ini dengan Nyonya Molan?” suara pria asing.
“Iya, saya sendiri.” jawab Nyonya Molan
“Saya ingin mengonfirmasi. Enam bulan sebelum kecelakaan Raisa, ada laporan bahwa asuransi atas nama Raisa dinaikkan. Dan pengurus sementara di data kami tertulis… Sonia Larasati. Apakah itu benar?” tanya orang itu
Mama Molan tampak bingung. “Maaf? Kami tidak pernah mengubah asuransi Raisa. Dan Raisa... tidak pernah memberi kuasa ke siapa pun selain keluarga inti.”
“Kalau begitu, kami mungkin perlu mempertemukan Ibu dengan pihak legal. Karena ini bisa menjadi indikasi pemalsuan data.” ujar orang itu
Raisa berdiri di balik pintu, mendengar segalanya. "Akhirnya… jejakmu muncul, Sonia. Tapi aku tidak akan menghancurkan mu hari ini. Aku akan membuatmu jatuh perlahan. Dengan caramu sendiri"
---
Malam makin larut. Raisa duduk di beranda bersama Mama yang tampak masih gelisah.
“Ma… kalau seseorang melukai kita di masa lalu, apa kita boleh balas?” tanya Raisa
Mama memandang langit, lalu menjawab, “Kalau kamu balas dengan luka, kamu jadi sama dengannya. Tapi kalau kamu balas dengan pembuktian... kamu menang.”
Raisa menyandarkan kepalanya di bahu Mama. “Aku akan menang, Ma. Tapi dengan caraku sendiri.”
---
Sonia... kamu mulai terbuka.
Asuransi. Kecelakaan. Gosip kampus. Semua perlahan muncul.
Aku Raisa. Tapi aku juga Vira.
Dan aku tidak menari di atas dendam.
Aku menari di atas pembuktian.
Dunia akan tahu, luka bisa dijahit jadi karya.
Dan penjahit yang tenang... adalah yang paling berbahaya.
---
Pekan ini, suasana kampus berubah. Bukan karena tugas atau ujian, melainkan karena satu kabar yang membuat banyak mahasiswa heboh:
Sonia Larasati—fashion influencer sekaligus alumni—akan menjadi pembicara tamu dalam acara Fashion & Branding Week di kampus.
Sonia kembali. Tapi kali ini, bukan dalam diam-diam. Ia muncul di panggung, menggenggam mikrofon, dan membawa aura yang manis... sekaligus penuh ambisi.
---
Acara diselenggarakan di aula tengah. Mahasiswa dari jurusan Desain, Komunikasi, bahkan Bisnis memenuhi ruangan. Sonia naik ke panggung dengan dress putih ketat dan blazer pastel lembut. Lipstiknya merah muda pucat. Senyumnya... memukau dan menghanyutkan.
“Teman-teman, saya bukan siapa-siapa tanpa keberanian saya dulu waktu pertama kali jatuh dan... memilih untuk bangkit.” ujar Sonia
Orang-orang bertepuk tangan. Beberapa berdecak kagum. Rani yang duduk di barisan ketiga melirik ke arah Raisa yang duduk diam, ekspresinya netral.
“Kamu baik-baik aja, Ra?” bisik Rani.
Raisa menoleh, tersenyum tipis. “Aku hanya menikmati pertunjukan.”
Sonia melanjutkan pidatonya.
“Saat kamu ingin naik, kamu akan punya banyak yang menjegal. Tapi saat kamu tetap elegan, kamu tidak perlu menjatuhkan siapa pun. Dunia akan melihatmu.” ujar Sonia lagin
Kalimat itu seperti ditujukan langsung pada Raisa. Tapi Raisa hanya menatapnya dalam diam.
> Sonia... kamu terlalu percaya bahwa semua penonton itu buta. Tapi kamu lupa, ada yang duduk di baris depan… sambil mencatat naskah kebohonganmu.
---
Usai acara, Sonia sibuk bersalaman dan foto bareng mahasiswa. Beberapa dosen bahkan memuji “kebaikan hati dan kerendahannya”.
Tapi Raisa sudah punya rencana.
Dua hari kemudian, Raisa memposting cuplikan video pendek di Instagram kampus—video kampanye fashion mahasiswa. Tapi berbeda dari biasanya, kali ini ia menyisipkan satu tema khusus:
“Jangan biarkan popularitas menutupi kebenaran. Branding bukan sekadar wajah, tapi isi. Dan tidak semua wajah yang tersenyum itu jujur.”
Video itu viral di kalangan kampus. Banyak mahasiswa mulai menebak-nebak siapa yang disindir. Tapi Raisa tak menyebut nama. Ia hanya duduk tenang, melihat gelombang mulai bergerak.
---
Malam itu, Rani mengirim pesan, " Ra, aku rasa aku sudah cukup dewasa untuk tahu kebenaran. Aku nggak butuh semuanya, tapi aku ingin tahu apa yang kamu lawan. Karena aku nggak mau kamu jalan sendiri"
Raisa membaca pesan itu lama. Lalu membalas, " Kita ngobrol besok. Tapi setelah itu, kamu nggak akan bisa berpura-pura ini cuma permainan kampus"
Keesokan malam, Rani diundang makan malam ke rumah keluarga Molan. Ia kagum dengan kehangatan keluarga itu.
“Wah, Mas-masnya kayak keluar dari drama Korea,” bisik Rani ke Raisa, membuat Raisa terkekeh.
Mama Molan melayani dengan penuh kehangatan. “Rani ini teman Raisa yang bantu proyek ya? Terima kasih sudah jadi sahabat untuk anak kami.”
Rani tersenyum. Tapi hatinya terasa berat. Ia mulai menyadari: Raisa bukan hanya teman. Ia adalah seseorang yang membawa beban berat, tapi tetap menari di atas luka.
Malam itu, mereka duduk berdua di ruang tengah.
“Ra... kamu tahu Sonia punya niat jahat ke kamu sejak awal?”
Raisa menatapnya. “Lebih dari itu, Rani. Dia bagian dari alasan kenapa aku... bisa jadi seperti ini.”
Rani menelan ludah. “Kamu... bukan Raisa yang kami kenal dulu, ya?”
Raisa tersenyum. Bukan menjawab, tapi seolah berkata: Kamu tidak perlu tahu semuanya sekarang, tapi kamu berada di pihak yang tepat.
--
> Aku sudah membuka pintu kecil untuk Rani.
Tapi aku harus tetap hati-hati. Karena perang belum dimulai sepenuhnya.
Sonia mencuri perhatian lewat panggung dan senyum. Tapi aku akan mencuri kepercayaannya.
Dan dari sanalah semua akan jatuh… tanpa satu pun yang sadar siapa dalangnya.
Ini baru permulaan.
Aku belum mencabut semua topengmu, Sonia. Tapi aku sudah memegang talinya.
Bersambung
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Hufftt....
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
ttp smngt...😘😘😘
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘