Kisah dua anak manusia yang ditemukan karena takdir.
Sekartaji adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Dia adalah satu-satunya yang belum menikah di usianya yang ke 27 sementara kedua kakak dan adiknya sudah punya pasangan masing-masing. Sekar tidak ada keinginan menikah karena baginya pria jaman now red flag semua.
Danapati, seorang pengusaha berusia 34 tahun, belum mau menikah karena menunggu wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bagaimana jika dua orang yang tidak mau menikah tapi dipertemukan oleh takdir?
Disclaimer. Ini bukan cerita rakyat Jawa ya. Hanya cerita komedi unfaedah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashback 1
"Pak Adipati, cucu bapak ini hanya bercanda," senyum Sekartaji kikuk.
"Aku tidak pernah bercanda soal ini, Sekartaji!" desis Danapati sebal.
"Bapak itu apa-apaan sih! Saya tidak mau ikutan permainan bapak!" Sekartaji berusaha melepaskan cengkraman Danapati tapi pria itu jauh lebih kuat.
Adipati melihat adanya perbedaan diantara Danapati dan Sekartaji, tahu bahwa sebenarnya cucunya sudah bosan dijodohkan dan menyeret insinyur terbaiknya. Tapi kenapa harus Sekar? Apa tidak ada cewek lain?
"Oke. Kalian berdua, diam dulu!" ucap Adipati dengan nada sedikit keras.
Danapati dan Sekartaji pun terdiam.
"Dengar, Dana, apa kamu yakin dengan nona Sekar? Dia bukan tipe kamu!" Adipati menatap tajam ke cucunya.
"Oh on contrary, Sekar adalah tipe aku, Eyang!" senyum Danapati membuat Sekartaji menyipitkan matanya sebal ke Bossnya.
Bodo amat dia boss aku tapi kalau begini ... Injak kakinya tapi sepatunya Berluti. Nanti aku suruh ganti ... Bisa separo gajiku harganya. Tapi kalau tidak dihajar kok makin ngelunjak! - batin Sekartaji.
"Maaf pak Adipati. Pak Danapati memang meminta saya untuk menjadi tameng supaya tidak dijodohkan sama bapak. Apesnya, saya yang kena," ucap Sekartaji dengan wajah polos dan memelas membuat Danapati mendelik.
Jujur amat cewek ala cowok ini ih! - geram Danapati dalam hati.
"Oh begitu ...." Adipati pun manggut-manggut. "Oke."
Danapati dan Sekartaji melongo. "Oke?"
"Oke gimana Eyang?" tanya Danapati bingung.
"Oke. Kapan kamu mau melamar Sekartaji?" jawab Adipati kalem.
"EEEEHHHHHH?"
***
Sekartaji merasa tensinya naik dan harus duduk di sofa ruang kerja Danapati sambil minum air mineral dingin. Dirinya tidak tahu harus bicara apa karena yang mengatakan adalah big bossnya sendiri!
"Eyang ... Serius? Mau melamar Sekartaji?" tanya Danapati dengan wajah sumringah.
"Lha, kamu katanya minta Eyang buat melamar Sekartaji?"
Gadis yang menjadi obyek pembicaraan, menatap malas ke kedua orang itu.
"Bapak-bapak sekalian, dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya menolak pak Danapati," ucap Sekartaji dengan nada dingin.
"Lho? Kamu itu gimana Sekar? Kita ini sudah berhubungan intim lho! Kalau kamu hamil, gimana?" sahut Danapati dengan wajah bingung membuat gadis yang sedang duduk di sofa melongo.
"Kapan saya tidur sama bapak! Jangan pitenah pak!"
"Kemarin kan kita berhubungan malam Minggu," senyum Danapati.
"Dih! Itu halunya bapak!" bentak Sekartaji kesal. "Maaf pak Adipati, saya lebih baik mengundurkan diri dan mencari kerja di luar negeri daripada saya dibuat mainan seperti ini! Pak Danapati, semoga bapak menemukan cewek yang bisa dibuat mainan sama bapak! Selamat sore!"
Gadis itu pun pergi keluar dari ruang kerja Danapati dan membanting pintunya dengan keras.
Adipati menatap Danapati tajam. "Kenapa kamu buat cerita bohong seperti itu, Dana?"
"Karena ...." Danapati menoleh ke arah Adipati. "Aku sudah menemukan Dewi Sekartaji aku, Eyang."
Adipati tertegun. "Apa kamu yakin?"
Danapati mengangguk. "Aku sudah menyelidikinya."
"Tapi ... kenapa Sekar tidak mengenali kamu?"
"Karena Sekar mengalami kecelakaan yang membuatnya tidak ingat saat dia kelas dua SD. Dia hanya tahu nama depanku, tapi tidak nama tengahku. Setelah sekian lama, akhirnya aku menemukan dia."
Adipati tahu soal foto di dompet Danapati. "Makanya kamu memaksa Sekar untuk menikah denganmu."
Danapati mengangguk. "Aku tidak mau melepaskan dia lagi, Eyang."
Adipati menghela nafas panjang. "Baiklah. Biar Eyang pikirkan dulu. Kamu harus bersiap jika mendapatkan penolakan terus menerus karena memaksa kehendakmu lho."
Danapati tersenyum. "Ditolak Sekar itu bisa aku hadapi, ditolak pak Rama Kusumoadi itu yang rusit!"
"Rusit?" Adipati menaikkan sebelah alisnya
"Rumit dan sulit."
***
Flashback dua puluh tahun lalu
Kota Semarang diguyur hujan deras dan Danapati memilih menunggu di depan kantor Bank Artha Jaya di jalan Pahlawan karena tadi dia keasyikan main sepeda bersama kawan-kawannya. Liburan seperti ini, Danapati lebih suka menikmati dengan melakukan kegiatan olahraga daripada duduk main game.
Remaja berusia 14 tahun itu sudah meminta ijin pada satpam untuk menunggu sampai hujan reda. Danapati memasukkan tangannya ke dalam saku celana pendeknya sambil melihat langit yang gelap dengan cucuran air hujan tanpa henti.
"Mas kenapa?"
Danapati menoleh dan melihat seorang gadis cilik dengan rambut Bob mirip Dora, sedang menatap dirinya.
"Nunggu hujan reda. Kamu?"
"Nunggu papa selesai kerja."
Danapati menatap anak perempuan itu. "Sabtu begini?"
Anak perempuan itu mengangguk. "Papa kerja disini."
"Papa kamu kerja apa?"
"Jadi manajer keuangan. Papa kemari karena harus lembur. Kan akhir bulan."
Danapati mengangguk. "Nama kamu siapa?"
"Sekartaji. Mas nya?"
"Panji." Kedua anak itu saling bersalaman.
"Mas Panji habis naik sepeda?" tanya Sekartaji.
"Iya. Tahu-tahu hujan deras dan mas tunggu disini sampai reda. Mas juga sudah minta ijin satpam kok." Danapati mengangguk sopan ke satpam disana.
"Mau nunggu di dalam? Sekar bawa makanan. Tadinya kakak Sekar mau ikut tapi nggak jadi."
Danapati menatap anak kecil itu dengan tatapan bingung. "Memang boleh?"
"Masuk saja. Asal jangan berantakin," ajak Sekartaji.
Danapati pun ikut masuk ke dalam bank itu dan melihat ada mainan puzzle diatas papan. Ada roti, susu kotak, dan botol air mineral.
"Kamu dari tadi main sendirian Sekar?" tanya Danapati.
"Iya karena papa sibuk. Jadi tadi Sekar lihat mas Panji sendirian di depan, Sekar ajak masuk." Sekartaji memberikan roti dan satu kotak susu ke Danapati. "Makan dan mik susu dulu mas."
Danapati mengangguk. "Terima kasih."
"Mas Panji pasti lapar," senyum Sekartaji.
"Kok tahu?"
"Tahu lah! Soalnya Sekar juga begitu," cengir Sekartaji memamerkan gigi permanennya yang baru tumbuh.
"Eh Sekar. Mas Panji foto ya?" ucap Danapati sambil mengambil ponselnya.
"Buat apa?"
"Buat nakutin Sugar Glider mas Panji," seringai Panji.
Sekartaji cemberut. "Mas Panji nakal!"
Panji terbahak. "Foto ya."
Sekartaji tersenyum manis.
***
Sejak saat itu, Danapati mencari tahu soal Sekartaji setelah berkenalan dengan Rama. Remaja itu tahu Sekartaji sekolah dimana dan terkadang dia datang melihat Sekartaji yang sayangnya sering bersama dengan dua kakak kembarnya.
Hampir dua bulan Danapati memperhatikan Sekartaji, akhirnya dia berkesempatan mendekati anak perempuan itu. Tidak ada dua kakaknya dan hanya dia yang menunggu jemputan.
Danapati pun menghampiri Sekartaji yang manyun di dekat tangga sekolahnya.
"Belum dijemput Sekar?" tanya Danapati yang masih pakai seragam SMP nya.
"Mas Panji! Belum. Mama soalnya lagi di rumah sakit. Mbak Indira dan mbak Shani lagu di rumah sakit, kena DB. Apa semua anak kembar gitu ya? Sakit satu, sakit semua?" tanya Sekartaji ke Danapati.
"Mungkin. Hubungan anak kembar itu unik. Jadi ya bisa saja begitu." Danapati menoleh ke Sekartaji yang masih menopang dagunya dengan tangan. "Kamu mau es tung tung nggak? Mas Panji belikan."
"Mau! Rasa coklat ya!"
Danapati pun berlari kecil ke penjual es tung tung di depan sekolah Sekartaji dan membelikan es coklat.
"Sekar? Belum dijemput papa atau mama?"
Sekartaji mengangkat wajahnya. "Belum Bu Lusi. Tapi Sekar ditemani kakak Sekar yang lain."
"Siapa?" Bu Lusi melihat remaja laki-laki datang menghampiri Sekartaji sambil membawa es tung tung.
"Selamat siang Bu, saya Panji, kakaknya Sekar. Kakak sepupunya," salam Danapati sopan.
"Oh ini kakak kamu." Bu Lusi melihat ada kemiripan dengan Sekartaji jadi percaya.
"Ya sudah. Kamu disini sama Panji. Lho kamu anak SMP satu?"
"Iya Bu. Saya tadinya mau pulang lewat sini, kok Sekar masih di sekolah. Jadi ya saya temani sampai Oom Rama jemput."
Bu Lusi mengangguk. "Ditemani ya Panji."
"Njih Bu."
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️