NovelToon NovelToon
Dinikahi Nenek 60 Tahun

Dinikahi Nenek 60 Tahun

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sablah

Hidup Danu berubah total ketika ia menemukan sebuah amplop misterius di depan pintu kosnya. Di dalamnya, terselip sepucuk surat dengan kertas usang dan bau kayu basah yang aneh.
“Untuk Danu Setyawan. Baca saat sendirian.“
Awalnya Danu mengira surat itu hanyalah lelucon dari dosen atau senior iseng. Tapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Sampai ia benar-benar membaca isinya…
“Kepada Danu,
Aku tahu ini terdengar aneh, tapi kamu telah menjadi suamiku secara sah sejak 7 hari yang lalu.
Aku, Nyai Laras, menyerahkan seluruh harta dan rumahku kepadamu, sebagaimana tertulis dalam surat wasiat ini.
Datanglah ke Desa Pagarjati dan tinggallah bersamaku, sebagaimana janji yang pernah kamu buat,
meski kamu mungkin tidak mengingatnya.
Hormatku,
Nyai Laras.“
***

Lalu, siapakah sebenarnya Nyai Laras? Apakah Danu hanya korban lelucon terencana? Atau justru kebenaran mengarah ke sesuatu yang jauh lebih mengerikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bukan cuma dugaan

Belum sempat Danu berdiri dari kursinya, sang Mama tiba-tiba bicara, "Nu, anterin adikmu ya. Biar nggak telat ke sekolah."

Danu memutar mata sambil mengunyah sisa nasi di mulutnya. "Lho, Ma… aku belum mandi ini. Masak langsung disuruh nganter Nadia dalam keadaan begini?"

Nadia menyambut dengan senyum jahil. "Mas Danu mau mandi atau nggak ya tetep aja jelek. Udah ah, Mas. Ayo anterin dulu, keburu aku telat ini."

Galang langsung tertawa keras. "Wah, dibalas telak tuh, Nu!"

Danu memasang wajah pura-pura sedih. "Dasar adik durhaka. Tapi yaudah, demi kesejahteraan dunia, Mas rela korbankan penampilan."

Baru saja Galang hendak berdiri ikut-ikutan, Mama Danu angkat bicara. "Galang, kamu nggak usah ikut, ya. Sana mandi dulu, terus istirahat aja di kamar Danu. Kelihatan capek banget."

Galang mengangguk patuh, sambil meregangkan tubuh. "Siap, Tante"

Danu langsung bersuara sambil menatap mamanya dengan gaya dramatis. "Ma… sebenernya yang anak Mama itu Danu atau Galang sih? Kok malah dia yang disuruh istirahat, aku yang disuruh kerja keras nganterin anak gadis Mama?"

Seketika itu juga tawa pecah di meja makan.

Pak Danu akhirnya ikutan angkat bicara, nada suaranya tenang tapi mengandung senyum. "Karena Nadia itu tanggung jawab abang-nya. Itu kewajibanmu, Nu, jaga adikmu baik-baik.”

"Wah, kode keras tuh," kata Nadia sambil nyengir, "Mas Danu cemburu nih, kasih sayang Mama dan Papa beralih ke kak Galang."

Mama Aini cuma geleng-geleng kepala sambil tertawa. "Udah ah, dramatis sekali, Nu. Cepetan anter adikmu sebelum telat."

Danu mendesah panjang, lalu berdiri sambil meraih kunci motor. "Baiklah… Mas Danu akan menunaikan tugas negara."

Tapi belum habis candaannya, dia menyenggol lengan Nadia. "Tapi inget ya, imbalannya nanti kenalin Mas sama guru kamu yang paling cantik. Minimal yang belum punya anak dua."

Nadia menjitak pelan lengan kakaknya. "Mas, plis..."

Sambil masih tertawa, mereka bangkit dari meja. Galang ikut tersenyum menatap kedua kakak beradik ini "Selamat bertugas, duo kakak-adik. Saya pamit menikmati hari dengan mandi dan tidur siang."

"Enak bener hidup lu, Lang," seru Danu setengah iri lalu berlalu bersama sang adik menuju mobil mereka yang sudah terparkir di halaman depan.

Tak menunggu hitungan jam, mobil pun meluncur pelan keluar dari gerbang rumah. Udara pagi masih sejuk, dan jalanan belum terlalu ramai.

Setelah beberapa menit diam, Nadia menoleh. "Mas, serius deh… kamu tuh nggak pengin nikah-nikah gitu?"

Danu hampir tersedak air minum yang baru saja diteguk. "Tiba-tiba banget nanyanya. Kamu pikir Mas ini apaan, tukang bakso? Tiap lewat langsung ditanya ‘udah laku belum?‘"

Nadia terkikik. "Ya soalnya kamu tuh, tiap ada cewek cantik langsung jadi mata elang. Tapi giliran disuruh serius, kabur."

"Woy, Mas tuh pilih-pilih. Bukan berarti nggak mau nikah. Mas pengen, tapi yang beneran klik di hati"

Nadia langsung menggeleng cepat. "Mas, itu terlalu pemilih. Awas lo jadi perjaka tua"

"Wah, penghinaan terselubung" balas Danu dramatis, pura-pura terluka.

Mobil melewati lampu merah, dan Danu sempat melirik Nadia sekilas. "Sekarang ganti mas yang ngomong, ini serius ya!. kamu tuh udah besar. Jangan sembarangan percaya orang, apalagi soal cinta-cintaan."

Nadia terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan. "Iya, Mas. Makanya, Nadia pilih fokus belajar dulu aja."

Danu tersenyum, kali ini tanpa lelucon. "Pintar. Tapi kalau ada yang ganggu kamu di sekolah, bilang. Mas bakal jadi bodyguard freelance"

"Wah, keren amat. Tapi jangan pakai sandal jepit ya waktu jadi bodyguard."

"Dih, itu signature style-nya Mas Danu!"

Tawa mereka kembali pecah, memenuhi kabin mobil. Meski banyak candaan, terasa jelas betapa mereka saling menjaga dan menyayangi. Dalam hangatnya pagi itu, jalan menuju sekolah pun jadi terasa lebih ringan.

*****

Beberapa menit kemudian, mobil Danu akhirnya berhenti perlahan di depan gerbang sekolah. Masih pagi, namun halaman sekolah sudah dipenuhi siswa-siswi berseragam yang lalu-lalang, sebagian duduk-duduk di bangku taman, sebagian lagi berkumpul dalam kelompok kecil sambil tertawa dan ngobrol.

Danu turun lebih dulu, lalu membuka pintu seberang untuk adiknya. Gerakan sederhana itu seolah mengundang perhatian. Dalam hitungan detik, beberapa pasang mata, kebanyakan gadis-gadis langsung menoleh ke arah mereka.

"Eh, itu siapa sih?...."

"Kayaknya bukan anak sekolah sini…"

"Astaga, ganteng banget. Liat tuh badannya, ihh.. atletis gitu…"

Suara bisik-bisik mulai terdengar. Ada yang mencoba mencuri foto diam-diam. Ada pula yang hanya menatap tanpa berkedip.

Nadia turun dari mobil sambil menahan tawa yang hampir meledak. Dia tahu ini akan terjadi. Dan dia tahu betul reaksi kakaknya berikutnya.

Danu menutup pintu mobil dan tanpa menoleh ke sekitar, langsung memasang ekspresi datar. Wajahnya berubah. Bukan Danu yang tadi di meja makan, yang bercanda dan banyak omong. Ini Danu versi dingin. Versi yang selalu menjaga jarak.

Nadia berjalan di sebelahnya dengan senyum geli. "Mas, tuh liat. Banyak gadis-gadis tuh yang muji Mas Danu."

"Apaan sih, Nad…" Danu mendesis pelan, matanya tetap lurus ke depan. "Nggak jelas banget…"

Nadia menyenggol bahunya pelan. "Katanya di mobil nyuruh aku kenalin sama guru cantik. Nah, sekarang malah kabur."

"Dah ah. Mas langsung pulang."

"Lah, tadi semangat banget. Sekarang malah ogah?" Nadanya meledek, tapi tak berlebihan.

Danu berhenti sejenak, menatap adiknya sekilas dengan alis terangkat. "Itu lain cerita. Ini kan… rame. Nggak suka diliatin rame-rame."

Nadia mendengus pelan, menahan tawa. "Tuh kan, cuma jago omong. Mas Danu mah… hangatnya cuma buat keluarga. Giliran di luar, langsung jadi es batu."

"Ya emang," balas Danu datar sambil melangkah mundur menuju mobil. "Udah ya. Mas balik dulu. Jangan lupa bilang Mama udah dianter."

"Siap, Mas. Hati-hati di jalan ya… cowok paling ganteng ku" ujar Nadia lirih sambil menyeringai kecil.

Danu sempat tersenyum tipis, sekilas sekali, lalu masuk ke mobil dan pergi, meninggalkan adiknya yang masih berdiri di depan gerbang.

Baru beberapa langkah Nadia menjejakkan kaki ke halaman sekolah, kerumunan kecil langsung terbentuk di sekelilingnya. Beberapa temannya yang tadi duduk-duduk santai kini berdiri dan menghampiri dengan ekspresi antara penasaran, kagum, dan syok berat.

"Gila! Lo diem-diem dapet cowok ganteng aja, Nad?" seru salah satu gadis berambut sama panjang nya dengan Nadia, matanya masih melirik ke arah mobil Danu yang mulai menjauh.

"Fix, ini berita besar. Gue harus update ke grup," timpal gadis berwajah cindo dengan ekspresi dramatis sambil mengeluarkan ponselnya.

Nadia hanya menatap mereka dengan alis terangkat, belum sempat menjawab apa pun.

"Gue heran ya, cowok-cowok di sekolah kita baru bisa ngedeketin lu aja udah bangga, eh sekarang saingan mereka kayak model dari iklan parfum," celetuk gadis yang berjalan tepat disamping Nadia, sambil meletakkan tangan di dada seolah sedang merasa gagal jadi perempuan.

"Pasti patah hati sih tuh anak-anak basket yang selama ini deketin lo. Abis… cowok lo tadi tinggi, rapi, mukanya… ya ampun, vibes-nya tuh bukan cowok biasa, Nad."

Nadia menghembuskan napas pelan, berusaha tidak tertawa. Ia melirik satu per satu wajah teman-temannya yang begitu heboh membuat kesimpulan sendiri.

"Eh, kalian ngapain sih rame-rame?" tanyanya, sok polos.

"Ya Allah, Nad. Jangan sok polos!" bentak gadis cindo pelan. "Itu cowok tadi siapa? Pacar lo, ya?"

"Sumpah, Nad. Kalau lo bilang itu sepupu, temen, atau tetangga, gue nggak bakal percaya. Tatapan dia waktu bukain pintu tuh lembut banget. Itu tatapan sayang, Nad."

Nadia hanya mengangkat bahu. "Kalau kalian udah selesai bikin sinetron sendiri, yuk masuk. Bel masuk bentar lagi."

"Tapi beneran, Nad. Itu cowok lo, kan?" Kali ini desak gadis yang tengah berjalan meraih lengan Nadia, ekspresinya penuh harap.

Nadia hanya menatap mereka sebentar, tersenyum sedikit, lalu berbalik jalan. "Rahasia negara."

Langsung terdengar teriakan dari belakang. "Ihh parah lo! Rahasia-rahasiaan sama temen sendiri!"

"Dasar pelit info!"

Tapi Nadia hanya terus berjalan sambil menyembunyikan senyum kecil. Dia tahu, hari ini bakal panjang. Tapi bagian paling lucunya? Danu nggak akan tahu seberapa hebohnya efek dia datang ke sekolah adiknya pagi ini.

*****

Kembali ke sisi Danu

Begitu Danu tiba kembali di rumah, ia mendorong pintu depan perlahan dan langsung mengucap salam.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumussalam," sahut Mama Aini dari ruang tengah, sambil merapikan tas kecil dan beberapa botol minum.

Danu melepas sepatu, berjalan masuk. "Ma, Papa mana?"

"Di atas, lagi mandi. Bentar lagi siap-siap ke rumah sakit. Papa mau check up," Jawab sang mama seraya melirik jam tangannya. "Tadi janjiannya sama dokter jam sepuluh."

Mendengar itu, Danu spontan menawarkan, "Aku aja yang nganter, Ma."

Tapi Mama Aini langsung menggeleng sambil tersenyum. "Nggak usah, Nu. Kamu istirahat aja. Pasti capek juga kan habis perjalanan semalam, terus langsung nganterin adikmu."

Danu mengangguk kecil, nada suaranya pelan. "Iya juga sih, kerasa juga badan agak remuk." Danu tersenyum lesu. "Mama hati-hati ya. Salam buat Papa."

"Iya. Nanti Mama tinggal ya. Istirahat yang bener," ucapnya sambil berjalan kearah ruang tamu.

Setelah itu Danu menaiki anak tangga dengan langkah malas. Sampai di lantai atas, ia membuka pintu kamarnya sambil menguap lebar, tapi langkahnya langsung terhenti begitu melihat pemandangan yang tak ia sangka.

Galang terlihat duduk santai di kasur Danu, dengan laptop terbuka di pangkuan. Matanya serius menatap layar, bibirnya sedikit mengerucut seolah sedang berpikir keras.

Danu menyipitkan mata. "Bukannya disuruh istirahat? Lah ini malah ngantor gaya CEO."

Galang menoleh sekilas, mengangkat alis. "Nggak bisa tidur. Buka laptop bentar doang kok."

Danu masuk dan menutup pintu, lalu berjalan menghampiri. Ia menjatuhkan tubuh ke kasurnya, menyandarkan kepala ke bantal. "Lagi ngapain sih? Serius amat."

"Heran aja," kata Galang sambil mengetik cepat, "dari tadi malem gue hubungin Bima sama Naya buat nanyain tugas, tapi dua-duanya ngilang. Nggak bales, nggak baca juga."

Danu menoleh dari posisi tidurnya. "Bima yang biasanya selalu update itu?"

"Iya, makanya. Biasanya kalau gue ngechat jam tiga pagi pun, lima menit udah dibales. Naya juga gitu. Tapi sekarang... Nih, liat deh," Galang membalikkan layar laptopnya, memperlihatkan deretan pesan WhatsApp yang centangnya masih satu.

"Jangan-jangan emang mereka lagi sibuk. Atau liburan mungkin?" tebak Danu.

Galang menoleh. "Yah bisa aja sih. Tapi biasanya walau sibuk pun, Bima tuh tipe yang minimal ninggalin pesan singkat. Sekarang, diem. Kayak bener-bener ilang gitu. Gue udah cek IG story mereka, nol aktivitas."

Danu bangkit duduk. Kini wajahnya mulai sedikit lebih serius. "Lo udah coba telepon?"

"Udah. Dua-duanya nggak aktif. Kayak mati bareng."

Danu mengangguk pelan. "Aneh juga. Bima tuh termasuk orang yang paling disiplin. Naya juga. Biasanya mereka paling gatel kalau masalah tugas"

"Makanya gue heran. Ini belum jam kumpul tugas sih, tapi... feeling gue nggak enak aja."

Danu menyandarkan punggung ke kepala ranjang, tangannya menyilang di dada. "Yaudah nanti malem kita coba cari info. Siapa tahu ada yang tahu mereka ke mana."

Galang menutup laptopnya pelan. "Iya. Gue juga udah ngehubungin satu temen lagi, si Rizky. Biasanya Naya kalau ke mana-mana, ngabarin Rizky juga."

Danu mengangguk kecil, kemudian berdiri sambil menarik handuk dari lemari. "Oke, gue mandi dulu. Tapi kalau sampai besok pagi nggak ada kabar, kita cari cara lain. Mungkin minta tolong anak kampus yang masih stay di sana buat cekin kos mereka."

Galang mengangguk, wajahnya masih menyimpan rasa penasaran. "Deal."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!