Gita merasakan jika berada didekat suaminya merasa sangat emosi, dan begitu juga dengan sang suami yang selalu melihat wajah istrinya terlihat sangat menyeramkan.
Setiap kali mereka bertemu, selalu saja ada yang mereka ributkan, bahkan hal.sepele sekalipun.
Apa sebenarnya yang terjadi pada mereka? Apakah mereka dapat melewati ujian yang sedang mereka hadapi?
Ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Belas
Arka mendengus kesal setelah selesai dengan amarahnya. Bahkan ia semakin jijik melihat wajah Gita yang seperti mengeluarkan belatung.
"Jangan sampai pakaianku kotor terkena cairan mejijikkan diwajahmu itu! Apalagi sampai berbelatung. Bagaimana aku bisa memakan makananmu, jika tampilanmu saja semengerikan itu!" ucapnya dengan lidahnya yang sangat tajam dan menusuk jantungnya.
Setelah melontarkan kalimat yang sungguh menyakitkan, pria itu pergi begitu saja tanpa memperdulikan dirinya yang saat ini sangat menderita.
Ia berusaha bangkit dengan kepayahan. Lalu merangkak dan meraih tepian ranjang sebagai penopang tubuhnya untuk dapat berdiri.
Nafasnya terasa tersengal, dan dengan tubuh yang masih kesakitan, ia melirik jam didinding kamarnya dan berniat akan berwudhu, namun terdengar suara panggilan Nita dari arah luar pagar disertai tangisan Raihan yang terdengar sangat kencang.
Ia membatalkan niatnya. Lalu berjalan dengan tertatih menuju pintu gerbang.
Ia melihat Nita dan suaminya beserta Raihan yang dalam dekapan mereka sedang menangis dengan raungan yang cukup membuat para tetangga sedikit jengah. Namun mereka bersikap.tak perduli.
Gita mengusap matanya yang sembab, ia tak ingin mereka tau apa yang terjadi pada rumah tangganya.
Ia mempercepat langkahnya, dan menghampiri mereka. "Anak mama, ayo, kita bobok." Gita menyodorkan tangannya untuk meraih tubuh puteranya.
Akan tetapi, bocah itu memalingkan wajahnya dan menyembunyikannya didada Nita, seolah ia tak ingin melihat sang mama sembari menangis dengan kencang.
"Dia gak mau, Nit. Siang tadi aku juga udah kemari buat ambil diapers, dia gak mau masuk," ucap Nita dengan sangat hati-hati.
Gita semakin merasakan dadanya sesak. Bahkan puteranya sekarang juga tak ingin dengannya, seolah melihatnya sangat menakutkan.
"Ayo, Sayang. Kasihan Tante Nita, pasti capek ngurusin kamu," rayu Gita dengan nada yang sangat lembut.
"Ndak au, ndak au." bocah itu menggelengkan kepalanya dan masih menyembunyikan wajahnya didada Nita sembari mendekap dengan erat wanita itu.
Dody suami Nita merasa kasihan dengan bocah itu sepertinya sangat ketakutan dan tak ingin melihat mamanya.
"Git, kamu kan belum sembuh benar saat kecelakaan tadi. Kalau boleh, biar Raihan bersama kami saja dulu, nanti kalau kamu udah beneran sehat, kamu boleh ambil kapan pun," pria itu tidak tega melihat bocah itu yang terus saja menangis.
"Aku takut merepotkan kalian," ucap Gita dengan sungkan. Namun sejujurnya ia juga ingin Raihan lebih baim bersama Nita karena ia tidak ingin melihat puteranya mengalami mental buruk akibat perlakuan papanya.
"Kamu gak usah fikirin hal itu, yang penting Raihan aman bersama kami," Nita meyakinkan.
"Terima kasih, ya," ucap Gita dengan bulir bening yang jatuh disudut matanya. Dody melirik sudut bibir Gita yang lebam dan sedikit pecah, sepertinya itu bekas tamparan yang cukup keras dari seseorang, bukan karena terjatuh saat kecelakaan motor.
"Iya, kamu yang sabar ya," jawab Nita menguatkan wanita tersebut.
"Bentar, aku bawain pakaian Raihan." Gita berbalik arah, dan saat itu satu sosok wanita mengerikan mengikutinya dari arah belakang dan Raihan.kembali menangis sembari sesenggukkan.
Nita mencoba menenangkan sang bocah yang tampak sangat ketakutan.
Gita menyiapkan semua perlengkapan untuk Raihan. Dari pakaian, diapers dan juga susu formulanya.
Ia menuju dapur, lalu mengambil cake varian tape keju yang tadi dicancel oleh pelanggannya.
Setelah menyelesaikan semua keperluan Raihan, ia kembali menemui ketiganya. "Maafin aku ya, Nit, udah merepotkan kalian." ucapnya dengan tangisan yang cukup deras. Jujur ia sangat berat berpisah dengan puteranya.
Akan tetapi, perlakuan kasar sang suami padanya, mmebuat ia harus rela berjauhan dengan Raihan, agar bocah itu tidak terganggu mentalnya, ditambah lagi Arka mulai juga mengasari puteranya.
"Suamimu gak marah--kan, Git? Kalau Raihan kami asuh?" tanya Nita hati-hati. Ia melirik ke arah rumah sang sahabatnya yang terlihat sedikit gelap, meskipun semua lampu telah dihidupkan.
Gita tak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya.
"Ya, sudah. Kami pulang dulu. Kalau kau ingin bertemu Raihan, datang saja ke rumah, lagian juga tidak jauh." Nita meraih sebuah tas jinjing khusus pakaian dan perlengkapan bayi dengan motif yang lucu.
Gita kembali mengangguk, ia sepertinya sangat sulit untuk mengucapkan sepatah katapun. Ia menghampiri Raihan, dan mencoba ingin mengecup puteranya, namun sang bocah kembali menangis dan tak ingin ia dekati.
Dengan berat hati, Nita dan suaminya meninggalkan kediaman Gita, sembari membawa Raihan pulang ke rumah mereka.
Hati Gita semakin sakit, dan rasa sakit disekujur tubuhnya, tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya yang sungguh membuat seluruh harapannya seolah terhempas begitu saja.
Ia menatap.Nita yang menggendong puteranya dengan menaiki motor, lalu menghilang diperempatan jalan.
Ia kembali mengunci pintu pagar.. Namu n ia mengingat akan sakit yang sedang dialaminya. Ia kembali masuk ke dalam rumah, lalu mengambil kunci motor dan berniat untuk pergi ke sebuah praktik dokter dan memeriksakan kondisinya.
Saat ia keluar dari.kamar dengan kunci ditangannya, ia tak melihat Arka, namun wanita itu mencoba mengabaikannya, dan ia bergegas pergi dengan mengenakan jaket hoody berbahan anti air berwarna merah maron dan tak lupa menggunakan masker untuk melindungi luka lebam diwajahnya.
Ia mengendarai motornya dengan menahan rasa sakit yang membuat ia harus pergi ke tempat praktik dokter itu sendirian.
Setelah beberapa saat kemudian, ia tiba ditempat yang dituju, dan mendaftar untuk melakukan antrian.
Ia melihat ada dua orang pasien yang mengantri, dan itu tandanya ia adalah orang ketiga yang menunggu antrian.
Setelah cukup sabar menunggu, seeorang perawat memanggil namanya. Ia berjalan dengan sedikit hari-hati, sebab bagian organ intinya dipenuhi kudis yang cukup banyak.
Saat ia menyusuri koridor, ia menoleh le arah dinding kaca yang ditutupi tirai dari arah dalam ruangan praktik.
Ia berdiri sejenak mematut dirinya didinding kaca. Tidak ada yang berbeda. Tidak ada kudis dan belatung yang sering diucapkan oleh Arka sang suami. Apakah semua itu hanya alibinya semata untuk membuat pertikaian dalam rumah tangga mereka.
Atau mungkin pria itu sudah memiliki wanita idaman lain yang diinginkannya dalam sebuah pengkhianatan?
Hati Gita semakin merasakan sakit hati, sebab apa yang selalu diucapkannya tentang wajahnya yang buruk rupa tidak terbukti.
Lagipula, jika memang wajahnya semenyeramkan itu, pastinya orang-orang akan berlari ketakutan.
Setelah cukup lama mematut dirinya dikaca, ia menarik handle pintu, lalu masuk ke ruangan untuk memeriksakan kondisinya yang saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Gita duduk dikursi pasien, dan seorang dokter muda bermata sipit yang merupakan keturunan Chindo menyambutnya dengan sangat ramah.
Ia memilih dokter tersebut, sebab sudah sangat diakui kredibilitasnya.
"Bersama ibu Gita," wanita cantik itu membaca nama.nya dalam sebuah kartu antrian.
"Ya, jawab Gita lirih dengan suara tertahan.
"Coba ibu terangkan keluhan ibu," wanita itu masih tampak sangat ramah dengan senyum yang membuat hatinya sangat tenang.
xiexiexiexie.....
anak semata wayang yang dibangga-banggakan ternyata astaghfirullah ...
tp sayang nya si Minah belum nyadar diri ttg perbuatan anak nya itu ,, kasihan nya 🤣🤣🤣
msh penasaran aku kak Siti ,,, kira-kira apa yg terjadi pd 2 jalang itu yg pingsan di hutan,, apakah msh hidup atau mereka dh pd mati yaa ❓🤔
kak Siti maaf bukan nya kondisi Gita sdg menstruasi yaa , lalu knp Gita Sholat Subuh berjamaah dg Arka ❓🤔