⛔ jangan plagiat ❗❗
This is my story version.
Budayakan follow author sebelum membaca.
Oke readers. jadi di balik cover ungu bergambar cewek dengan skateboard satu ini, menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan bungsu yang cinta mati banget sama benda yang disebutkan diatas.
dia benar-benar suka, bahkan jagonya. anak perempuan kesayangan ayah yang diajarkan main begituan dari sekolah dasar cuy.
gak tanggung-tanggung, kalo udah main kadang bikin ikut pusing satu keluarga, terutama Abang laki-lakinya yang gak suka hobi bermasalah itu.
mereka kakak-adik tukang ribut, terutama si adik yang selalu saja menjadi biang kerok.
tapi siapa sangka, perjalanan hidup bodoh mereka ternyata memiliki banyak kelucuan tersendiri bahkan plot twist yang tidak terduga.
salah satunya dimana si adik pernah nemenin temen ceweknya ketemuan sama seseorang cowok di kampus seberang sekolah saat masih jam pelajaran.
kerennya dia ini selalu hoki dan lolos dari hukuman.
_Let's read it all here✨✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Sekolah kembali•
Entahlah apa penyebabnya. Sekolah padahal bukan hiburan, bukan juga taman bermain atau skatepark. Tapi yang gilanya lagi, Zyle mendadak kangen tempat itu.
Pagi dengan memakai seragam, sarapan buru-buru, pakai rompi berantakan dimulai lagi. Zyle kali ini turun ke bawah dengan tenang karena rencananya mulai tahun ajaran baru ia ingin berubah jadi cewek misterius seperti di dalam novel-novel
Jangan tanya belajar atau tidak. Buku pelajarannya saja dia lupa ada di mana sampai bunda ribut mencari di seluruh rumah. dan berakhir dengan penemuan di dalam rak sepatu. hebat kan?
"selamat pagi jiwa-jiwa ambyar yang semalem gak malem mingguan! Gais, pagi!!"
Suasana ala-ala ceria dimulai. Di hari pertama anak-anak di kelas semua kelihatan waras dan normal wa kalem.
"Anjay primadona Dateng! cantik banget, skrinsut!"
"salah masuk kelas, zi!" teriak salah satu anak.
Zyle membaca daftar nama anak kelas di pintu. "eh iya gila, bukan kelas gue lagi ya sekarang." gadis itu mundur teratur, malu, padahal pede banget bilang selamat pagi.
"Stress. Otaknya pasti beli di flash sale."
Zyle melirik kelas sebelah. "Oh gue disini!" masuk dengan langkah bahagia nan gembira.
tempat duduk masih bebas memilih, tentunya Zyle merapat ke Jane. "good morning, ayo bangun jangan jadi kebo."
"Gue lemes." tukas Jane. "Eh, ada perekrutan OSIS baru."
Zyle ber-ooh pendek. Toh ia nggak tertarik. Takutnya bukan menegakkan kebenaran malah menciptakan keonaran.
Baru ingat juga kalau angkatan sebelumnya sudah lulus semua, termasuk kak Daniel dan Gwen yang sudah lama berangkat menyusul dua bintang lainnya.
plus, sumpahnya sendiri untuk menyusul mereka. Zyle mendadak mood swing.
"Selamat pagi anak-anak!!"
Kali ini wali kelas mereka Bu guru bernama Emma, katanya beliau blasteran bule. "How are you guys?"
"we are good Miss!!" semua murid menyahut kompak, tak kalah Zyle yang sampai berteriak.
"yang itu, kemarin menang olimpiade sains ya?" tiba-tiba Emma menunjuk Zyle.
"Wiiiii! Ditunjuk! Zyle, mana senyumnya?" sorak yang lain.
Zyle dengan percaya diri tersenyum lebar, "Yoi Bu! Itu saya!"
"Oh, amazing. Good girl." Emma balas tersenyum sambil mengangguk kagum.
mumpung Bu Emma kelihatan lagi asik, Zyle meminta, "Bu, jangan belajar dulu ya hari ini?"
"Hmm its funny. But..." Bu Emma mengangkat bahu. "yeah, saya ingin menantang kalian. Kalau saya kalah kalian boleh free khusus hari ini."
Sekelas langsung berteriak kegirangan. "hidup Miss Emma!!"
Zyle tersenyum bangga.
"Bro merasa dirinya telah menciptakan kedamaian dunia." gumam Jane yang kebrisikan.
"Shut up boys!" seru Bu Emma. "so, the challenge is..."
'Tok!Tok!' mendadak terdengar ketukan pintu dari luar.
Bu Emma membukakan, tersenyum. "Oh. Everyone! Ada anak baru di kelas kita!"
Seseorang melangkah masuk. Berdiri di hadapan semuanya dengan senyum ramah khas. "Hai, namaku Najinu."
Zyle berdiri saking kagetnya, sama sekali tidak tahu kalau Najinu ternyata menjadi murid baru di kelas mereka.
Jane terbangun, "Dia disini?"
Najinu tersenyum pada Zyle. Diiringi keributan yang langsung terdengar sampai luar.
"Gila! Ganteng banget!"
"eh, gue pernah liat dia di acara tv!"
"Penerus Devano kah?!"
Mereka benar-benar heboh. Bahkan Miss Emma memujinya ramah dan tampan. "silahkan duduk sesukamu. karena saya tidak melarang."
Saat berjalan pun tatapan semua orang tak lepas darinya. Terkecuali para cowok-cowok yang mulai khawatir dengan popularitas mereka.
Zyle terkekeh meledek Camar, cowok sok kegantengan yang duduk di meja sebelah.
Najinu malah duduk di samping Camar, otomatis berdekatan dengan Zyle. Dicolek pun sampai.
"Eh, ngapain Lo disini?" bisik Zyle.
Najinu tersenyum santai, "sekolah."
"gue tau sekolah! Masa Lo kesini buat nyari tumbal!" geramnya.
Najinu cuma terkekeh. Senang karena Zyle sudah tidak mendiamkannya lagi.
"Nah! ayo kita lakukan challengenya. Yaitu menunjukkan bakat dance untuk klub tari modern yang masih sepi peminat!" seru Bu Emma mengangkat tangannya.
Semua murid terdiam. Tidak banyak yang bisa dance full body. Itu sulit.
Tapi ada satu orang yang mengangkat telunjuk. "Saya ingin!"
Bu Emma memberi tepuk tangan kecil. "wah, kamu bisa? Kalau begitu silahkan!"
Dengan izin Bu Emma, Najinu memutar sound of album miliknya, yang dinyanyikan dengan suaranya sendiri saat masih menjadi trainee idol.
Najinu mengiringi dengan Dance full body yang begitu rapi, luwes sempurna dan berkesan sampai akhir.
cewek-cewek berteriak menggila.
Miss Emma berkali-kali menggeleng-geleng kagum, memberi approve. "oh my god, you are really great." katanya.
Zyle juga tak kalah terpesona, tapi cuma sejenak. Pokoknya skateboard dari Ryan nomor satu.
Dalam sekejap Miss Emma benar-benar menunaikan janjinya, pelajaran dikosongkan. Semua anak puas. Beliau keluar sebentar untuk bikin kopi panas.
Seketika kelas rusuh, yang cowok sok akrab mendekati Najinu, kecuali camar yang berdebat habis-habisan dengan Zyle soal kegantengan.
"AHAHAHAHA Lo jauh lah!"
"berisik Lo!" Camar salah tingkah, malu. Ingin meledek balik, tapi semua orang tahu Zyle itu cantik, termasuk imut, walaupun kelakuannya mirip demit.
***
"S-saya jadi OSIS Bu?"
"Iya, kamu punya prestasi dan cukup punya banyak pendukung."
Muka Zyle muak. gara-gara dipanggil Bu Emma ke kantor guru jadi tidak bisa main perang-perangan di kelas pakai penggaris.
Bu Emma menjalinkan jari-jari tangannya. "besok pemungutan suara setelah pengajuan calon." tukasnya serius. Kalau begini, Zyle jadi bimbang.
"Saya gak mau, Bu." jawab Zyle cepat.
Bu Emma agak terkejut. Anak ini memang lain. "kenapa Zyle?"
"Karena, males...heheh.." balas Zyle dengan cengiran takut. Jangan-jangan Bu Emma akan marah.
"oh males ya? Sama dengan saya." beliau malah tertawa-tawa. "saya juga dulu begitu. Saya juga benci organisasi sekolah."
Zyle tersenyum kaku. Terus, kenapa nyuruh gue sih? Aduh. Padahal gue mau mukulin si Camar-camar itu.
"Yasudah Zyle, sorry mengganggu. Tolong panggilkan si murid baru. Siapa tadi? Evan..eh, Najinu."
Zyle keluar kantor, berjalan lungai balik ke kelasnya yang begitu pintu dibuka, seseorang bisa menyaksikan contoh kerusuhan massal di sekolah.
Jane masih tiduran di meja. "oi, udah balik? Lo mau di apain tadi?" tanyanya.
Zyle duduk di meja, membuang nafas. "disuruh jadi duyung." sarkas Zyle sebal. "Heh kamu, dipanggil Bu Emma ke kantor." tunjuknya pada Najinu yang masih ramai dikerumuni bagaikan semut mengerumuni gula.
Karena berisik, Najinu sama sekali tidak menoleh apalagi mendengar.
Zyle emosi, mengeluarkan peluit yang ia dapat dari pak satpam di depan saat berangkat sekolah.
Lantas dengan lantang peluit itu ditiup panjang. semua langsung diam, terkejut.
"Anjir si Zyle bawa peluit keramat coi!!"
Zyle menunjuk lagi Najinu yang tertawa, "You, sana ke kantor!"
kelas mendadak hening.
Najinu berdiri, mendekat pada Zyle dengan tatapan menantang. "gimana suaraku? Bagus kan?"
Zyle yang berdiri diatas meja baru bisa sama tinggi dengan kepala Najinu. "Lumayan. Nol perduapuluh."
pemandangan itu menarik perhatian seseorang di bangku belakang yang diam-diam merasa benci.
***
Seminggu kemudian keluarlah pengumuman resmi sekaligus perekrutan para OSIS baru tahun kedua. Berjumlah dua puluh orang.
Zyle memberi tepuk tangan melihat ada Jane terselip diantara barisan baru itu. Lucu, melihat temannya sendiri jadi OSIS. Mungkin bisa lebih mudah negosiasi?
Jane menjadi sekertaris OSIS. Karena kemampuan menulisnya bagus dan cepat, serta pintar menangani suasana dan mengontrol laporan.
"Hehe, cocok banget." Zyle tertawa melihat lambang OSIS di bahu Jane.
Sementara Jane menggerung kesal. "padahal gue harus fokus belajar tahun ini, sial. pengen resign ah."
"Eh jangan dong! Ntar gue nyogok siapa?" Spontan Zyle.
Jane melangkah lungai keluar kelas, mau tidak mau harus datang ke ruang OSIS di lantai satu. "Gue kebawah dulu.."
Sementara Jane pergi, Zyle asyik sendiri menumpuk barang-barang yang ada di mejanya. Dibuat jadi menara super tinggi.
"Zi, aku bantu ya?" Najinu muncul, bersama Camar yang entah sejak kapan mereka jadi dekat.
sebenarnya Camar terus mempepet Najinu demi mengetahui rahasia ketampanan dan kepopuleran nya. Memang orang itu semakin aneh.
"Ada buku kamus kecil gak?" tanya Zyle.
Camar meneriaki, "Woy! Ada yang punya kamus kecil?"
Vincent menggeleng, anak cewek lain malah sibuk dandan. Sementara beberapa anak cowok menjawab, "Ada zi! si cebol bawa!"
Brian, si cowok yang terkenal suka berantem sekaligus agak iseng mulai berjalan mendekati 'Cebol' yang dimaksud.
"Woi, gendut cebol. pinjem kamus Lo."
Si gendut cebol itu bernama Biya. Satu-satunya anak perempuan yang sering diganggu geng Brian dan beberapa anak cewek lain, mereka melakukan iseng kecil-kecilan.
Biya diam saja.
"Woi! Lo denger gue gak? Pinjem kamus, b*bi!!"
Brian maju, mendorong-dorong kepala Biya. "CK, cepetan."
Zyle tiba-tiba sudah berdiri di belakang Brian dengan wajah kesal. "Berisik. Diem dong."
Brian awalnya balas menatap sebentar, tapi mengingat Zyle ini cukup punya banyak koneksi dan lumayan punya power secara tak langsung, ia memilih kembali duduk.
"Biya, udah gak usah." tukas Zyle enteng. Lalu kembali ke tempat duduknya.
Suasana itu, terasa aneh. Zyle sejenak merasakan aura yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
entahlah, seolah Biya menatap tajam.
***