Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Langit pagi di Hutan Cahaya kali ini tampak berkabut tipis. Embun menggantung di ujung daun, sementara kabut putih menyelimuti jalur menuju tempat paling suci di seluruh wilayah: Gua Cahaya Abadi.
Shuwan Lian, yang baru saja selesai menyembuhkan luka-luka dari pelatihan sebelumnya, kini berdiri di hadapan pintu gua itu. Ia mengenakan jubah putih berlapis, rambut dikuncir rapi, dan pedang Guangyao tergantung di punggungnya. Wajahnya terlihat serius, meski matanya masih memancarkan semangat khas gadis 15 tahun yang baru saja menemukan tujuan hidupnya.
Di sebelahnya, Bo Zhi si harimau meregangkan tubuh.
“Kau yakin ingin masuk sendiri?” tanya Bo Zhi dengan nada waspada. “Di dalam sana, roh-roh pelindung akan menguji hatimu, bukan hanya kekuatanmu.”
Shuwan tersenyum tipis. “Kalau aku tidak kuat diuji, bagaimana aku bisa menantang Naga Ikahi nanti?”
Bo Zhi mengangkat bahu. “Baiklah. Jangan menjerit-jerit ketakutan saja.”
“Siapa yang menjerit?” Shuwan mencibir. “Kamu kemarin menjerit waktu ketemu katak besar.”
“Itu bukan katak biasa, itu Katak Pencakar! Punya tiga gigi depan!” jawab Bo Zhi kesal
Begitu memasuki gua, udara langsung berubah. Bukan menjadi lembab seperti gua pada umumnya, melainkan hangat dan dipenuhi cahaya lembut berwarna biru pucat yang memancar dari dinding-dinding kristal.
Langkah Shuwan menggema, tapi tiap gema terdengar seperti bisikan. Ia terus melangkah hingga mencapai bagian tengah gua, di mana sebuah kolam air bening memantulkan seluruh bentuknya dengan sempurna.
Tiba-tiba, air kolam itu bergetar. Dari dalam muncul sosok seperti kabut berkilau yang membentuk wajah seorang wanita cantik.
“Shuwan Lian…” suara lembut itu bergema. “Aku adalah Roh Pelindung Cahaya Abadi. Untuk menerima restu kami, kau harus membuka hatimu. Tunjukkan luka paling dalammu… dan jangan bersembunyi.”
Shuwan menelan ludah. Ia berdiri, tangan terkepal.
“Aku… aku kehilangan ibuku sejak lahir,” katanya perlahan. “Tapi aku merasa seperti mengenalnya sepanjang hidupku. Karena semua orang menceritakan betapa kuat dan lembutnya beliau.”
Roh itu diam.
“Aku ingin membalas perbuatannya. Aku ingin membuat mereka yang menyakiti ibu… menyesal. Tapi…” Shuwan menunduk. “Aku takut jika aku terus membenci… aku tak akan bisa menjadi terang yang Ibu harapkan.”
Air di kolam memancar. Sosok roh berubah menjadi bayangan samar seorang wanita berpakaian kerajaan—wajahnya sangat mirip dengan lukisan Permaisuri Jian yang sering dilihat Shuwan di ruang meditasi Kaisar.
“Shuwan… jangan bunuh terangmu dengan bayangan balas dendam. Tapi jangan padamkan tekadmu. Jadilah nyala yang membakar kejahatan, bukan bara yang membakar dirimu.”
Air kolam menghilang. Di tengah-tengah kolam, kini muncul batu giok bening bercahaya. Shuwan mendekat dan menyentuhnya—cahaya meledak, menyerap ke tubuhnya.
Dari dalam pikirannya, teknik itu muncul Pukulan Kedua, Bayangan Menguap.
Setelah keluar dari gua, Shuwan melompat-lompat kegirangan.
“Aku dapet jurus kedua! Bo Zhi ! Aku dapet—”
BRUKKK!
Dia terpeleset di bebatuan licin di depan gua dan terjungkal tepat ke kolam lumpur kecil.
Bo Zhi nyaris jatuh karena tertawa. “Aku akan panggil kamu Pejuang Lumpur Cahaya sekarang!”
Shuwan bangkit, lumpur menetes dari rambut hingga ke jubah. “Aku tidak bisa serius sehari pun di tempat ini ya?!”
Saat mandi di sungai setelahnya, dia mencoba berlatih jurus barunya. Ia mengalirkan energi ke Guangyao dan mengayunkan pedangnya ke udara.
“Bayangan Menguap!”
Tiba-tiba, tubuh Bo Zhi yang sedang minum air di belakangnya terangkat dan terlempar ke pohon.
DEG!
Shuwan terdiam. Bo Zhi bergelantungan di dahan.
“…efek samping jurusnya ternyata lumayan.” seru Shuwan santai tanpa memikirkan Bo Zhi yang masih tergantung
Bo Zhi mendengus. “AKU JADI KORBAN?!”
Malam harinya, saat Shuwan bermeditasi di bawah pohon terang, langit mendadak memerah.
“Langitnya… terbakar?” gumam Shuwan.
Tiba-tiba, dari arah timur muncul seekor burung raksasa dengan bulu-bulu merah menyala. Sayapnya membawa semburan api yang indah, bukan membakar tapi menghangatkan bumi.
“Itu… itu Phoenix Api!” Lianhua muncul bersama Bo Zhi. “Sudah ratusan tahun makhluk itu tidak menunjukkan diri…”
Phoenix itu melingkar di atas kepala Shuwan, lalu mengeluarkan suara panjang seperti lagu.
Burung itu menurunkan bulu emas kecil ke tangan Shuwan, lalu menghilang di balik awan merah.
Lianhua menatap bulu itu dengan hormat. “Dia memilihmu.”
Bo Zhi mengangguk pelan. “Phoenix Api adalah makhluk agung yang tak terikat waktu. Dia hanya menampakkan diri pada mereka yang pantas. Dan kau, gadis kecil, adalah nyala api baru di dunia ini.”
Shuwan mengepalkan tangan, bulu Phoenix dalam genggamannya bersinar lembut. “Satu lagi… tinggal Phoenix Es, lalu Naga Ikahi.”
Sementara itu, jauh di ibu kota, di balik dinding istana, seorang wanita berkerudung hitam duduk bersila di dalam ruang rahasia.
Di depannya, Madam Bao berlutut.
“Anak itu… dia mulai menguasai kekuatan ibunya.”
Wanita berkerudung itu—pemilik kekuatan hitam yang selama ini hanya jadi bisikan—membuka matanya. Suaranya dingin seperti salju.
“Semakin besar terang, semakin panjang bayangan. Biarkan dia tumbuh. Semakin tinggi dia terbang… semakin keras dia jatuh saat kita mencabut sayapnya.”
Madam Bao menunduk. Tapi wajahnya menyimpan keraguan.
“Permaisuri Jian… meninggalkan warisan yang tak bisa dikendalikan, Tuan…” ujar madam Bao
Wanita itu tersenyum tipis. “Itulah mengapa kau akan kirimkan ‘ujian pertamanya’. Kirimkan Si Kembar Bayangan. Biarkan dia tahu, dunia tak semudah mengayunkan pedang cahaya.”
"Baik tuan hamba mengerti" ujar Madam Bao lalu pergi dari sana.
Bersambung