Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Yono tiba di depan ruangan Widodo tetapi langkahnya berhenti karena dihentikan dua orang satpam. "Anda siapa?" Satpam menatap penampilan Yono dari atas sampai bawah, merasa tidak pantas bertamu kepada bos.
"Saya Wiyono kakaknya Widodo, tempo hari saya sudah datang kemari tetapi tidak ada masalah" Yono menceritakan ketika tempo hari seharian di kantor bersama Widodo
"Tapi masalahnya saat ini Pak Widodo tidak ada di ruangan" satpam mengatakan bila tidak ada yang bersangkutan maka tidak menerima tamu.
"Sampai kapan beliau kembali Pak" Yono panik, karena sudah terlanjur membuang uang 20 ribu untuk ojek, jika tidak bertemu Widodo bayangan diomeli sang ibu sudah menari di depan mata.
"Masalah itu saya tidak tahu" satpam hanya menjalankan tugas, tentu tidak mau melanggar.
"Boleh saya menunggu" Yono berharap diizinkan menunggu di ruangan adiknya.
"Boleh, tapi sebaiknya Anda menunggu di lobby. Mari saya antar"
Dengan patuh, Yono mengikuti satpam menunggu di lobby. Namun, hingga karyawan habis, bengkel sudah sepi, Widodo tidak juga datang. Wiyono terpaksa pulang.
Tiba di rumah Widodo rupanya sedang duduk resah di ruang tamu.
"Ya ampun Wid, aku tunggu seharian di bengkel loh" Yono mendengus kesal.
"Untuk apa Mas ke bengkel?" Widodo menoleh kakaknya yang sudah duduk di kursi sebelah.
"Ibu bingung terus Wid, ingin pulang tapi tidak punya ongkos" Yono menceritakan jika Parti marah-marah terus, padahal untuk ongkos ke Jakarta pun hutang tetangga.
"Ibu sama Mas Yono itu hanya uang saja yang dipikirkan. Sekarang jawab dengan jujur Mas, kemana uang yang selama ini aku kirim untuk Sri?" Widodo marah sekali. Seburuk-buruknya dia, setiap bulan selalu kirim uang untuk anak istri tapi ternyata tidak Yono berikan kepada Sri.
Yono menunduk diam.
"Jawab Mas? Kemana uang yang aku kirim untuk Sri?" Widodo berteriak. Ia tahu uang itu tidak diberikan kepada Sri, bukan karena Sri cerita. Namun, Widodo mencerna setiap kata yang Sri ucapkan kepadanya. Widodo tahu kelicikan keluarganya, maka ia tidak mau membela diri di depan Sri.
"Ibu yang ambil uang itu" Parti tiba-tiba keluar dari kamar.
"Ibu tega" Widodo nampak kecewa dengan wanita yang melahirkan itu.
"Kamu yang pilih kasih Wid, uang yang kamu kirim untuk Sri lebih besar daripada yang kamu berikan pada Ibu. Padahal kamu tahu kan? Ibu banyak keperluan untuk berobat, bayar listrik, dan untuk makan sehari-hari? Ya sudah, uang untuk istrimu Ibu pakai" Parti bukan minta maaf justru mengungkit.
"Aku kecewa pada kalian" Widodo pun pergi meninggalkan ibu dan kakaknya tanpa sepeser uang. Walaupun Parti teriak-teriak ingin minta ongkos tapi Widodo sudah tancap gas.
*********
"Alhamdulillah sayang... walapun hanya dengan kasur lipat, malam ini kita bisa beristirahat dengan tenang" Sri yang sudah tidur di sebelah putrinya mengajari Laras agar bersyukur.
Rupanya siang tadi Sri ke pasar membeli kasur lipat, keranjang tempat pakaian, dan juga perabot dapur.
"Laras itu selalu bersyukur karena selalu bersama Bunda. Sehat selalu Bunda..." Laras memeluk Sri. Anak itu sejak bayi tidak pernah dekat dengan siapapun selain bundanya, maka kebahagianya adalah selalu berada di dekat Sri.
"Aamiin... semoga anak bunda juga selalu sehat..." pungkas Sri lalu menyuruh putrinya berdoa sebelum tidur.
Jam tiga pagi, Sri sudah bangun, ia mulai memasak nasi uduk dan lontong sayur karena pagi ini akan mulai jualan. Ia sudah bertekat akan fokus dengan masa depan Laras tidak mau lagi memikirkan tentang Widodo.
Lontong sayur, nasi uduk dan gorengan sudah matang, Sri menata ke wadah-wadah yang semuanya ia beli baru.
"Ya Allah... lancarkan lah" doa Sri, sebelum dagangan ia angkat ke teras menyisihkan lebih dulu.
"Assalamualaikum..." ucap Sri di depan rumah Sudriah membawa semangkuk lontong sayur, dan satu piring nasi uduk yang masih panas karena baru matang.
Terdengar jawaban salam dari dalam bersamaan dengan pintu di buka. "Sri... kamu?" Sudriah terkejut menatap bawaan Sri.
"Bu, hari ini saya mulai jualan, tolong diicipi ya Bu, kalau ada kekurangan tolong bilang saya" Sri memberi gratis khusus untuk bu Sudriah.
"Alhamdulillah... terima kasih Sri, semoga dagangan kamu laris" doa Sudriah sembari ambil alih sarapan dari tangan Sri.
"Aamiin..." Sri kembali pulang kemudian menata makanan di teras rumah.
Tidak lama kemudian Sudriah membuka warung dan promosi ke semua orang yang belanja di warungnya tentang dagangan Sri.
"Mbak Sri jualan ya?" Seorang wanita yang sama-sama kontrak pulang membeli kopi menuju dagangan Sri.
"Iya Mbak, semoga laris ya" Sri tersenyum ramah.
"Saya pesan lontong sayur dua, nasi uduk dua, pakai gorengan" ucap seorang ibu yang mengenalkan diri sebagai Yoyoh itu senang. Dengan adanya Sri memudahkan anak-anaknya yang sudah SD dan SMP sarapan sebelum berangkat sekolah, dan juga sebelum sang suami kerja.
"Baik Mbak Yoyoh" Sri melayani dengan cekatan karena sudah terbiasa jualan.
"Laras bantu ya Bun" Laras yang sudah mandi pun berdiri di samping Sri.
"Anak Bunda sudah cantik, yakin, Laras mau bantu" Sri mencium kepala putrinya.
"Yakin Bun"
"Sekarang bantu bunda masukan sambal ke dalam plastik" Sri memberikan cup plastik kecil.
"Oh iya, sebaiknya Laras sarapan dulu" Sri sudah menyiapkan makan untuk Laras.
"Belum lapar, nanti bareng bunda" jujur Laras.
"Selamat pagi Mbak, saya mau dua porsi lontong sayur" ucap pria tampan diikuti seorang wanita baru turun dari mobil.
"Boleh Mas, mau makan di sini atau dibungkus?" Tanya Sri sopan.
"Makan di sini saja" Si pria lalu duduk di kursi panjang yang disediakan Sri.
"Aku nggak usah sarapan Pras, nanti perut aku sakit lagi. Makan kok di tempat seperti ini, memang yakin makanan ini bersih" Wanita yang mengenakan pakaian rapi itu malas menatap makanan Sri.
Sri Istigfar dalam hati mendengar ucapan wanita itu, tangannya yang sudah hendak memotong lontong pun berhenti. Dalam hatinya berpikir inilah ujian pertama jualan.
"Berarti yang satu di bungkus saja Mbak" pria yang bernama Prasetyo itu nampak malu pada Sri karena ucapan wanita di sebelahnya.
"Baik Mas, tapi dijamin makanan ini bersih kok" Sri segera menepis ucapan wanita cantik tapi judes itu.
"Saya percaya Mbak" Prasetyo segera makan tanpa menoleh lagi pada wanita di sebelahnya.
Satu persatu pembeli pun datang, Sri melayani dengan baik, membiarkan Prasetyo makan dengan lahap.
"Berapa Mbak?" Tanya Prasetyo sembari mengeluarkan dompet.
"Dua porsi lontong sayur pakai telur 24 ribu Mas" papar Sri tanpa menatapnya karena tengah membungkus nasi uduk.
Setelah memberikan uang 25 ribu tanpa minta kembali, Prasetyo pun akhirnya pergi dengan mobilnya. Sri fokus melayani yang lain.
"Waah... hebat banget kamu Sri, punya langganan orang kaya" beberapa ibu memandangi mobil Prasetyo yang sudah menjauh sambil membicarakan dua orang di dalamnya.
"Semoga menjadi pelanggan ya Mbak" Sri tidak mau ikut bicara tapi senyum di bibir selalu mengembang karena bersyukur.
Jam 9 pagi dagangan Sri sudah habis kemudian ia benahi. "Alhamdulillah... jualan kita pagi ini laris sayang..." Sri senang sekali.
"Masakan Bunda kan enak, makanya Laris" Laras mengacungkan jempol.
Sri tersenyum lalu mengajak putrinya ke dalam makan lontong sayur yang sengaja Sri sisihkan untuk mereka.
Tiga hari sudah Sri tinggal di kontrakan, jualannya setiap hari lancar. Dukungan orang-orang sekeliling mengembalikan semangat Sri yang sempat tepuruk.
Namun di hari ke empat ketika sore hari Sri tengah menyapu halaman kontrakan. Mobil mewah berhenti di depanya.
Sri memandangi orang yang turun dari mobil tersebut dadanya tiba-tiba sesak karena orang yang tidak ia harapkan datang.
...~Bersambung~...
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu