Tiba-tiba saja Alexa menghilang di hari pernikahannya, daripada malu baik pihak laki-laki dan perempuan sepakat menikahkan Gavin dengan Anjani. Anjani sendiri merupakan kakak dari Alexa, tetapi Gavin tidak mencintainya dengan alasan usia yang lebih tua darinya. Selisih usia mereka terpaut 6 tahun, Gavin selalu berlaku kasar.
Suatu hari Alexa kembali, ia ingin kekasihnya kembali. Gavin sendiri sangat senang, mereka berencana mel3nyapkan Anjani? Berhasilkah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dollar Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Anjani sudah memasukkan semua barang ke dalam koper, Tania yang melihat menghela napasnya.
"An, apa nggak terlalu berlebihan?" tanya Tania.
"Mama ngomong begitu karena Gavin anak mama kan," sahut Anjani.
"Bukan begitu, An," imbuh Tania lagi.
"Cukup, Ma. Dari awal Gavin itu menikah dengan Alexa bukan sama saya," ucap Anjani, "jadi wajar kalau dia berontak."
"Tapi ...." Tania menjeda kalimatnya.
"Mama lihat ini." Anjani menunjuk lehernya.
"Leher kamu kenapa?" tanya Tania cemas.
"Ini bukti kegilaan Gavin, nyawa saya terancam kalau terus bersamanya. Jadi Mama harus mengerti itu," sahut Anjani kemudian melanjutkan lagi kegiatannya tadi.
"Lalu setelah pergi dari rumah ini, kamu mau melakukan apa?"
"Mengurus surat perceraian."
"Apa! Anjani, kamu harus berpikir dengan kepala dingin."
"Jangan hanya menyuruh saya untuk berpikir dengan kepala dingin, seharusnya Gavin juga disuruh. Kalau hanya saya yang memahami karakter Gavin, itu nggak adil." Anjani sudah selesai dan berencana pergi, ia juga pamit kepada Tania. "Saya pergi dulu, Ma."
Tania hanya diam, jujur ia berat mengizinkan Anjani pergi tapi perlakuan Gavin tadi malam membahayakan nyawa Anjani.
Anjani pergi dengan motornya, ia menuju rumah yang waktu sudah dibeli.
( "Untung aku menyimpan buku nikah," batin Anjani, "jadi ini memudahkan aku menggugat cerai Gavin. )
"Tunggu, Anjani!" panggil Tania lagi saat Anjani sudah mau keluar.
"Ada apa lagi, Ma," ucap Anjani.
"Boleh Mama tanya," sahut Tania.
"Iya boleh."
"Kalau gitu kita duduk dulu di ruang tamu."
"Oke."
Mereka berdua duduk di ruang tamu Tania mulai bertanya tentang Gavin dan Alexa.
"Anjani, Mama tadi malam denger semua ucapan kamu sama Gavin. Apa benar, Gavin dan Alexa sudah melakukan hubungan suami istri saat SMA dulu?" tanya Tania.
Anjani terkejut dengan pertanyaan mertuanya, "Mama nguping!"
"Mama enggak nguping, tapi tadi malam nggak sengaja denger saat mau ke dapur."
"Owh ...."
"Tolong kasih tahu Mama, apa benar, An?"
"Iya."
"Saat itu mereka kelas berapa?" tanya Tania.
"Waktu itu umur saya 23 tahun, dan Alexa baru 16. Untuk Gavin, mungkin 17 tahun. Mereka berdua kelas. Alexa masih kelas 10 dan Gavin kelas 11, mereka melakukannya di gudang kosong SMA. Kenapa saya bisa tahu, karena waktu itu saya bekerja sebagai guru seni."
"Kamu jadi guru seni waktu itu," ucap Tania tidak percaya.
"Iya, Ma," sahut Anjani.
"Apa kamu menegur mereka?"
"Saya hanya menegur Alexa, sejak itu dia membenci saya!"
"Apa orang tua kamu tahu?"
"Mama sama papa nggak akan percaya, jadi percuma!"
"Hubungan mereka berlanjut sampai mana?"
"Alexa dan Gavin berlanjut sampai lulus kuliah."
"Apa!" Tania terkejut.
"Alexa sebenarnya memanfaatkan rasa cinta Gavin," ucap Anjani lagi.
"Maksudnya?" tanya Tania.
"Gavin hanya dijadikan ATM berjalan," sahut Anjani, "sebenarnya Alexa punya pacar kok, selain Gavin."
"Hah!" Tania semakin terkejut.
"Namanya Raka, satu kelas dengan Alexa. Dia anak kurang mampu, tapi sangat baik dengan Alexa. Namun, keluarga Raka semuanya matre! Karena itu uang jajan Alexa sering habis, mungkin karena uang jajannya habis, Alexa sering minta sama Gavin. Alexa juga sering membohongi Papa saat minta uang, saya tahu semuanya. Bahkan, saat ini Alexa menghilang, saya juga tahu kok, alasannya."
"Kamu tahu alasan Alexa menghilang," ucap Tania.
"Iya," sahut Anjani, "tapi sialnya saya harus menggantikan posisinya. Kalau dari awal tahu begini, akan saya tahan si Alexa saat kabur!"
"Apa kamu punya bukti yang sesuai sama ucapan kamu ini," ucap Tania.
"Saya bahkan punya video saat mereka berkeringat di gudang," sahut Anjani, "semuanya, nggak ada satu pun yang saya lewatkan."
"Apa boleh Mama minta buktinya," pinta Tania dan Anjani menggeleng.
"Maaf Ma, nggak bisa."
"Kenapa?"
"Saya akan menggunakan bukti itu, saat mereka melakukan hal yang tak terduga."
"Maksud kamu?"
"Alexa dan Gavin beberapa kali ini membunuh saya."
Mata Tania membulat mendengar ucapan Anjani, ini sudah termasuk kriminal.
"Kenapa kamu nggak kasih tahu Mama sejak awal," ucap Tania.
"Pergerakan saya terbatas waktu itu, Ma," sahut Anjani.
"Terbatas bagaimana?"
"Semua kejahatan Alexa dibantu oleh mama, itu yang membuat saya sulit untuk melaporkan mereka."
Tania sangat terkejut dengan pernyataan Anjani, ternyata Bu Davia melindungi kejahatan seperti ini.
"Sekarang Mama sudah paham kan, kenapa saya dan orang tua enggak akur? Kalau pun mereka bilang anak durhaka, terserah Mama mau percaya apa enggak! Tapi, itulah kenyataannya."
Tania menitikkan air matanya, ia tidak menyangka jika sang anak sampai sejauh ini.
"Maafin Gavin," ucap Tania, "tolong maafin dia, Tante akan sujud sama kamu."
"Nggak usah, Tante nggak salah. Tapi, untuk Gavin beda ceritanya lagi."
"Mama akan berusaha menyadarkan Gavin."
"Ya, moga Mama berhasil. Kalau gitu, saya pamit dulu."
Tania hanya bisa menatap kepergian menantunya itu, hatinya sangat sakit mendengar kelakuan Gavin selama ini.
Sampai di rumah baru, Anjani membuka pintunya dan masuk.
"Untung kemarin aku bayar cleaning service buat bersih-bersih," gumam Anjani. Lalu ia masuk ke kamar dan meletakkan koper di dalam, Anjani juga harus pergi ke toko.
Pagi ini Anjani sedikit terlambat membuka tokonya, baru juga sampai sudah ada Roy.
"Mas Roy," ucap Anjani.
"Baru sampai yah," sahut Roy.
"Iya."
"Tumben telat?"
"Tadi ada urusan."
"Owh, saya mau dilukis lagi sih, apa bisa?" tanya Roy.
"Bisa," sahut Anjani, "saya buka tokonya dulu."
"Oke."
Karena baru sampai, Anjani membersihkan tokonya dulu jadi Roy akan menunggunya sampai selesai.
"Kenapa nggak cari karyawan aja?" tanya Roy, karena melihat Anjani bersih-bersih seperti cukup menguras tenaga.
"Masih belum mau cari karyawan aja," sahut Anjani.
"Owh ...."
Setelah selesai bersih-bersih toko, Anjani bersiap ingin melukis Roy.
"Gayanya mau yang kayak mana?" tanya Anjani.
"Saya kayak gini aja," sahut Roy hanya duduk tegap.
"Ya sudah, saya mulai lukis yah."
"Iya."
Sebenarnya Roy sedikit aneh dengan Anjani yang menggunakan syal, bukankah hari ini panas.
"Kamu nggak kepanasan?" tanya Roy.
"Enggak," sahut Anjani.
"Hari panas pakai syal, kenapa sih?"
"Mau pake aja."
"Owh ...."
Saat fokus melukis bagian wajah Roy, tiba-tiba perut Anjani berbunyi karena pagi tadi belum makan.
"Ah, sial!" kesal Anjani.
"Kamu lapar?" tanya Roy.
"Iya, tunggu sebentar saya buat makanan dulu."
"Nggak papa, saya tunggu disini." Namun, perut Roy juga berbunyi. Anjani yang mendengar langsung menatap Roy, sedang yang ditatap hanya menahan malu bahkan berusaha datar mukanya.
"Kamu juga lapar, Mas?"
"Hemm ...."
"Ya sudah, saya masakin sekalian."
"Kamu mau masak," ucap Roy semangat.
"Iya," sahut Anjani.
"Kalau gitu saya juga mau bantu."
"Boleh."
Dapur mini milik toko Anjani sangat nyaman, udara juga masuk karena ada jendela kecil yang terbuka.
"Mau masak apa?" tanya Roy.
"Cuma mau masak lalapan aja," sahut Anjani.
"Kamu suka lalapan?"
"Iya." Anjani membuka kulkas dan mengambil ayam yang sudah diungkep sebelumnya.
"Saya haru ngapain nih?" tanya Roy bingung.
"Siapin sayur aja," sahut Anjani.
"Sayurnya apa aja yang disiapin?" tanya Roy bingung.
"Mas Roy nggak tahu sayur lalapan yah," sahut Anjani lagi.
"Enggak."
"Ya udah, ambil terong ungu, sayur kol, timun, kemangi, tempe dan tahu, terus potong-potong yah."
"Oke."
Saat Anjani memasukkan ayam ke minyak panas, tiba-tiba menciptat ke muka dan leher.
"Aw," ringis Anjani langsung menggosok bekas cipratannya itu. Secara tidak sengaja, Anjani melepas syalnya untuk meredam sakit. Karena saking panasnya, ujung syal Anjani tersangkut digagang wajan sampai tumpah. Roy dengan sigap menarin Anjani agar tidak terkena minyak panas itu, lalu melepaskan syal yang menutupi leher Anjani.
"Astaga, Anjani!" panik Roy . Kemudian, Roy mengambil odol untuk mengobatinya. Tetapi, perhatiannya teralihkan dengan bekas lingkaran di leher. Karena penasaran, ia bertanya, "Leher kamu kenapa, An?"
Anjani baru ingat bekas c3kikan Gavin tadi malam, ia langsung merebut kembali syal yang ada di tangan Roy.
"Kena ulat bulu," ucap Anjani beralasan. Tetapi, Roy menatapnya dengan tajam. "Ada apa?"
"Yakin kena ulat bulu?" tanya Roy dengan nada yang berbeda dari biasanya.
BERSAMBUNG
semoga datang karma pada mereka..
Anjani aja gak pernah gangguin hidup mu...kamu aja yang tiap hari usil...
orang ketus mank harus dibalas ketus 👍👍👍