Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.
Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Playing Victim
Revina masuk ke salah satu kamar. Lima menit berselang, seorang pria terlihat mendatangi kamar tersebut. Zyan menghentikan rekaman, dia ingin melihat dengan jelas wajah pria itu. Zyan terkejut ketika gambar dibesarkan, ternyata pria itu adalah Barly. Dia berjalan memasuki kamar yang dimasuki oleh Revina. Selama hampir satu jam Barly berada di kamar itu sebelum akhirnya Revina keluar yang disusul oleh Barly lima menit kemudian.
Zyan mengusap wajahnya kasar. Apa yang dilihatnya benar-benar mengejutkannya. Pria itu berpikir sejenak, bagaimana mengungkap kebenaran ini tanpa menyakiti Nisa. Perasaan Zyan memang masih tertinggal pada wanita itu. Rasanya tak tega kalau melihatnya terluka. Apalagi dia baru saja kehilangan Amma dengan cara menyedihkan.
Tak ingin mengambil keputusan yang salah, Zyan akhirnya menghubungi Husein. Dia meminta pria itu datang ke ruang bawah tanah. Lebih baik dirinya berdiskusi dengan Husein lebih dulu. Lima menit berselang Husein tiba. Zyan langsung memperlihatkan rekaman cctv yang barusan dilihatnya. Sama seperti halnya Zyan, Husein pun nampak begitu terkejut.
"Ini benar Barly kan?"
"Iya. Apa yang dia lakukan di kamar itu dengan Revina selama hampir satu jam? Tidak mungkin mereka hanya mengobrol saja bukan? Kenapa mereka harus bertemu pada malam hari tanpa sepengetahuan orang lain. Apa Abang memikirkan hal yang sama denganku?"
Kepala Husein mengangguk pelan. Walau tidak ingin mengakuinya, namun hanya penjelasan itu yang masuk akal di kepalanya. Sepasang pria dan wanita yang bukan mahram berduaan di dalam kamar hampir satu jam saat malam hari, tentu saja yang ada dalam benaknya hanyalah mereka melakukan percintaan terlarang.
"Rekaman ini membuktikan kalau Amma tidak melakukan pelecehan pada Vina. Waktunya hanya berselang sekitar lima menit saja dari kejadian malam itu. Apa mungkin Amma melakukan pelecehan hanya dalam waktu lima menit?"
"Sejak awal aku sudah tahu kalau Vina hanya memfitnah Amma. Tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau Barly terlibat. Apa Nisa tahu soal ini?"
"Baru aku yang melihat rekaman ini. Aku yakin Nisa tidak tahu kelakuan suaminya di belakang. Apa yang harus kita lakukan? Jika membuktikan kalau Amma difitnah dengan video ini, maka Nisa akan mengetahui kebenarannya. Apa dia sanggup menerima dua pukulan beruntun?"
"Mau tidak mau kita harus membukanya. Kita harus membersihkan nama baik Amma. Lebih baik kita bicara dulu dengan Vina. Kita tekan dia dengan bukti yang kita miliki. Minta dia melakukan klarifikasi dan mengakui kalau tuduhan yang dilontarkan hanya fitnah semata."
"Baiklah, untuk sementara kita lakukan itu dulu."
Walau tidak yakin kalau Revina akan mengakui perbuatannya, namun akhirnya Zyan menyalin rekaman cctv tersebut ke ponselnya. Dia juga yakin kalau bukti yang diamankan dari Revina tadi, ada DNA Barly yang akan ditemukan. Masalah Amma akan selesai secepatnya,tapi Nisa akan menjadi orang yang paling menderita.
"Aku juga yakin para polisi yang datang sudah dibayar Barly. Sikap mereka saat kejadian pelemparan batu pada Amma sangat mencurigakan. Semuanya terekam jelas di cctv. Aku juga sudah menyalin rekamannya. Kita pasti bisa memulihkan nama baik Amma."
"Aamiin.. mudah-mudahan saja."
Besar harapan Husein agar Zyan bisa memulihkan nama baik Amma dengan bukti-bukti yang dimilikinya. Keduanya kemudian memutuskan untuk menemui Revina. Bagaimana pun caranya wanita itu harus membuka mulutnya dan membeberkan semua kebenarannya.
Zyan dan Husein keluar dari rumah kaca. Keduanya hendak menemui Revina yang masih ditahan di kamar dekat dapur. Saat melintasi pekarangan depan, dari arah gerbang muncul sebuah mobil sedan mewah. Di belakang mobil tersebut ada dua mobil polisi dan beberapa mobil lainnya. Seorang wanita cantik berpakaian rapih turun dari mobil, disusul oleh petugas polisi. Sementara dari mobil di belakang, turun beberapa orang yang membawa peralatan reportase. Lima orang kameramen dan reporter sudah siap untuk meliput berita. Wanita cantik itu mendekati Husein dan Zyan dengan langkah tenang.
"Dengan saudara Husein Abdullah?" tanya wanita itu.
"Benar."
"Perkenalkan, saya Anaya Calista. Saya adalah pengacara dari Revina. Saya dengar kalau klien saya ditahan di sini, apa benar?"
"Dia masih dibutuhkan di sini. Kami harus mencari tahu kebenaran atas masalah yang terjadi."
"Apa dia melakukannya dengan sukarela? Asistennya menghubungi saya dan mengatakan kalau kalian memaksanya tinggal. Bahkan kalian sampai berbuat kasar padanya."
"Lebih kasar mana? Kami yang menahannya atau fitnahnya yang membuat orang tidak bersalah meninggal dunia?" sela Zyan.
"Dari mana anda tahu kalau itu hanya fitnah? Dia hanyalah seorang wanita yang sudah diperlakukan tidak adil, mengalami pelecehan seksual dan intimidasi."
"Baiklah, kami akan tunjukkan semua buktinya pada anda kalau Vina sudah memfitnah Amma."
Ketika Zyan meminta Anaya untuk ikut dengannya, dua orang polisi yang sedari tadi berada di belakang wanita itu langsung bertindak. Keduanya maju mendekati Zyan.
"Saudara Reza Zakaria, anda kami tahan karena sudah melakukan penyerangan pada petugas polisi. Anda juga merampas senjata milik polisi dan mengancam warga dengan senjata tersebut. Silakan ikut kami ke kantor polisi."
"Dia melakukan itu hanya untuk menenangkan warga. Sementara kalian tidak melakukan apa-apa ketika ayahku dilempari batu!!" geram Husein.
"Kita akan buktikan itu di kantor polisi nanti. Silakan ikut dengan kami."
Awak media yang sedari tadi hanya merekam saja perbincangan kedua belah pihak itu, kini mulai mendekat dan mengajukan pertanyaan.
"Benarkan kalau saudari Revina mengalami pelecehan seksual?"
"Apa benar kalau pelakunya adalah pimpinan pondok pesantren ini?"
"Apa pelecehan itu sudah sering terjadi di sini?"
"Kabarnya sudah banyak korbannya. Tolong katakan sesuatu!"
Mendapat pertanyaan beruntun dari awak media membuat Husein semakin gusar, apalagi semua pertanyaan terkesan menyudutkan Amma. Pria itu langsung terpancing emosinya. Melihat itu, Zyan segera menenangkan Husein.
"Tenanglah, Bang. Mereka sengaja melakukan ini untuk memancing emosi kita. Mereka ingin memperlihatkan kalau semua penghuni pondok ini adalah sekumpulan anarkis."
Tak kunjung mendapat jawaban, pada awak media itu terus mendesak Husein menjawab pertanyaan. Bukan hanya itu, dua polisi yang ada di sana langsung meringkus Zyan. Mereka memborgol pria itu di hadapan kamera. Tak ingin membuat keributan, Zyan membiarkan saja petugas itu menangkapnya. Suasana seketika menjadi ricuh. Hal tersebut dimanfaatkan Anaya untuk pergi dari sana. Wanita itu segera mencari keberadaan Barly.
Mendengar suara gaduh dari arah luar, Ummi, Nisa dan beberapa ustadzah keluar dari rumah. Kini mereka yang menjadi sasaran pertanyaan para reporter. Mata Nisa menangkap polisi yang hendak membawa pergi Zyan. Dengan cepat wanita itu menyusul dan menghalangi jalan.
"Kalian mau bawa dia kemana?"
"Kamu akan membawanya ke kantor polisi. Dia terbukti sudah melakukan penyerangan pada polisi dan mengancam warga dengan pistol."
"Lalu bagaimana dengan ayahku? Ayahku meninggal dengan tidak adil karena kalian! Kalian tidak becus bekerja dan sekarang kalian akan menyalahkannya?!"
Mata Nisa membeliak sambil melontarkan kalimat dengan suara keras. Namun kedua polisi tersebut tidak mempedulikan apa yang dilakukan wanita itu. Mereka terus menarik Zyan menuju mobil. Tak .aku menyerah, Nisa pun berusaha menyusul. Namun pergerakannya dihalangi dua petugas lain yang sedari tadi berjaga.
"Nisa tenanglah, aku tidak apa-apa. Kamu jaga Ummi saja."
"Tapi Bang.."
"Aku tidak apa-apa."
Melihat gelengan kepala Zyan, Nisa pun akhirnya menuruti keinginan pria itu. Zyan dimasukkan ke dalam mobil polisi dan tak lama kemudian kendaraan roda empat itu mulai bergerak. Dua polisi yang tadi menjaga Nisa pun melepaskan wanita itu. Kini keduanya mendekati para awak media yang masih menunggu Revina keluar.
Langkah Anaya terhenti ketika sebuah tangan menahannya. Barly yang sudah menunggu kedatangan wanita itu segera memandu Anaya menuju kamar di mana Revina dan Samsul berada. Salah seorang santri yang ditugaskan menjaga pintu, tidak berdaya ketika Barly memaksa membuka pintu. Begitu pintu terbuka, Revina dan Samsul segera keluar dari dalamnya.
"Ayo kita pergi. Tapi sebelumnya kamu harus memberikan pernyataan pada media. Mereka sudah menunggu di depan," ujar Anaya.
"Jangan lupa lakukan seperti yang sudah kita sepakati sebelumnya," tambah Barly.
Sebuah anggukan diberikan oleh Revina. Bersama dengan Anaya, Revina dan Samsul segera menuju pekarangan depan di mana para awak media berada. Sementara Barly memilih masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang. Jangan sampai Nisa mengetahui keterlibatannya dalam kasus ini.
Berondongan pertanyaan masih terus diberikan oleh awak media. Tidak ada satu pun yang mau membuka mulutnya. Ummi memilih hendak masuk ke dalam rumah, namun langkahnya dihalangi awak media yang semakin lama semakin banyak jumlahnya. Anaya memang sengaja menghubungi mereka, agar dirinya lebih mudah membawa Revina pergi dari sana. Tugasnya memastikan wanita itu aman dan tetap menutup mulutnya. Bagaimana pun juga Amma akan ditetapkan sebagai pelaku pelecehan seksual dan pondok pesantren di bawah pimpinannya akan ditutup.
Ketika Revina muncul, awak media yang jumlahnya semakin banyak itu segera mendekati wanita itu. Beragam pertanyaan diberikan oleh mereka. Revina menghentikan langkahnya. Dia membiarkan wartawan dan kameramen mengambil gambarnya. Wanita itu mulai menunjukkan kebolehannya berakting. DI hadapan orang-orang yang masih menunggu pernyataannya, wanita itu mulai menangis.
"Bisa anda ceritakan apa yang terjadi?"
"Apa benar pimpinan pondok ini yang melakukan pelecehan pada anda?"
"Apa ada korban lain selain anda?"
"Apa ini yang pertama dilakukan olehnya atau sebelumnya dia pernah melakukannya?"
"Apa dia mengancam anda?"
Revina tidak langsung menjawab. Dia masih menunggu kedatangan empat santriwati lain yang akan menguatkan pernyataannya. Tak lama kemudian Weni, Dina, Dahlia dan Asma tiba. Seperti sebelumnya, Asma hanya menundukkan kepalanya saja.
"Saya memang sudah menjadi korban pelecehan Amma. Bukan hanya saya, tapi keempat santriwati ini juga sudah menjadi korbannya," Revina menjawab pertanyaan para reporter dengan mimik wajah sedih.
"Kapan dia melakukannya?"
"Apa dia sering melakukannya pada santriwati lain?"
"Dia melakukannya pada saya tadi malam. Tapi sebelumnya Amma memang sudah sering mengganggu saya. Sudah berulang kali dia mengajak saya tidur bersama. Dia mengancam akan membuat karir saya hancur kalau tidak mau menuruti keinginannya," Revina menangis setelah mengatakan itu.
"PEMBOHONG!!!" teriak Nisa. Dengan langkah panjang wanita itu menghampiri Revina.
"Aku tidak berbohong. Memang ayahmu sudah melecehkan ku. Bukankah kamu sudah mendengar pengakuan mereka tadi?"
"Kalian semua pembohong! Apa yang kalian inginkan sebenarnya?!!"
"Aku hanya ingin keadilan! Aku ini korban!!" teriak Revina sambil menangis.
***
Masih episode naik darah ya gaes🤭
Minal aidin walfaidzin jg mak mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰
keburu lebaran ketupat belum di tangkap. hehehe
Goodlah Zyan dan Armin, setelah ini tinggal pantau aja kegiatan Marwan melalui cctv dan penyadapan.
tunggulah akan ada masa naya kau kena karma barli