NovelToon NovelToon
Bound To The CEO

Bound To The CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Priska

⚠️Mature Content (Harap bijak memilih bacaan)

“Dia hanya bosku… sampai aku terbangun di pelukannya."

Aku mencintainya apapun yang mereka katakan, seburuk apapun masa lalunya. Bahkan saat dia mengatakan tidak menginginkan ku lagi, aku masih percaya bahwa dia mencintaiku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Priska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kamar Anna dan Almond-raspberry

Senin Petang

Hotel Adlon Kempinski, Kamar 1825

Langit Berlin berubah gelap, lampu-lampu kota mulai menyala, memantul di jendela kaca hotel.

Anna berdiri di depan kamar 1825, membawa kantong kertas kecil berisi dua potong kue almond-raspberry yang ia beli tadi sore. Ia mengetuk pintu dua kali. Raut wajahnya tetap datar dan sopan.

Klik.

Pintu terbuka.

Seorang wanita cantik muncul di ambang pintu. Rambut hitam bergelombang, bibir merah, gaun satin merah gelap yang terlalu tipis untuk disebut sopan.

Wanita itu tampak terkejut sejenak. “Oh,” gumamnya, tersenyum tipis. “Bukan room service rupanya.”

Anna tidak bereaksi. Ia tetap berdiri tegak.

“Saya hanya ingin mengantarkan ini,” katanya tenang, sambil mengangkat kantong kertas kecil di tangannya.

Sebelum wanita itu menjawab, sebuah suara terdengar dari dalam kamar.

“Biarkan masuk.”

Tak lama, Jonathan muncul dari balik ruang duduk. Bertelanjang dada, handuk putih tergantung di lehernya. Matanya langsung menatap Anna.

Ia mendekat. Tidak terburu-buru. Tidak tampak terganggu. Hanya tenang.

“Untuk saya?” tanyanya, menatap kantong kertas itu.

Anna menyerahkannya langsung. “Kue lokal. Saya sempat lewat toko tadi sore.”

Jonathan mengambilnya, matanya masih tertuju pada wajah Anna.

“Berarti kau berpikir tentangku saat waktu luangmu?” ucapnya, nada suaranya tenang... tapi menyentuh sisi menggoda.

Anna tidak tersenyum. “Saya hanya membeli dua. Satunya untuk saya.”

“Tentu saja.” Pria itu menyeringai ringan, lalu melangkah mundur sedikit.

Wanita di belakangnya hanya berdiri, diam, seolah menonton percakapan mereka seperti pertunjukan yang tidak dia pahami.

“Terima kasih, Nona Anna,” lanjut Jonathan. “Kau boleh istirahat.”

Anna mengangguk. “Selamat malam, Mr. Jonathan.”

“Selamat malam.”

Ia berbalik, melangkah kembali ke lorong tanpa tergesa.

Pintu perlahan tertutup di belakangnya.

 

Beberapa Menit Kemudian – Kamar Anna

Anna duduk di kursi dekat jendela. Ia membuka kertas pembungkus kuenya, memakan sedikit tanpa ekspresi berlebihan. Lalu menatap keluar jendela. Menatap Kota Berlin dari ketinggian.

Tablet Anna tergeletak di meja, layarnya padam. Notifikasi pesan tak terbaca muncul di sudut layar:

"Aku akan makan kuenya. Kalau belum tidur, aku ingin bicara sebentar." — J.V.

(Pesan dari Jonathan terlewat kan oleh Anna)

Tapi Anna sedang di kamar mandi, membilas wajah, membersihkan sisa makeup ringan yang tersisa. Setelahnya, ia mengenakan sweater rajut tipis warna krem dan celana panjang santai. Rambutnya dikuncir rendah, tampilan yang bersih dan sederhana.

Ia baru saja duduk di sisi ranjang ketika ketukan terdengar di pintu kamarnya.

Anna berjalan ke depan, membukanya perlahan.

Di ambang pintu, berdir Jonathan, mengenakan kaos hitam lengan panjang dan celana gelap. Di tangannya, ada piring kecil berisi dua potong kue almond-raspberry yang tadi ia terima dari Anna.

“Aku tidak yakin kau lihat pesanku,” ucapnya datar. “Tapi kuenya terlalu banyak untuk dimakan sendiri.”

Anna sempat terdiam, lalu mengangguk singkat. “Silakan masuk.”

Jonathan melangkah masuk dan duduk di sofa kecil dekat jendela. Ia meletakkan piring di meja kopi. Anna menyusul, duduk di kursi seberang setelah menuangkan air putih untuk mereka berdua.

“Saya tidak tahu Anda benar-benar akan memakannya,” kata Anna ringan.

“Aku jarang menolak hal manis. Kecuali jika tidak ada waktu.”

Ia mengangkat sepotong kue, lalu menyodorkannya pada Anna. “Kau harus ambil bagianmu.”

Anna menerimanya dengan sopan. Mereka makan pelan, dalam diam yang tidak tegang.

“Aku jarang punya waktu duduk seperti ini,” ucap Jonathan kemudian. “Malam tenang. Tidak ada rapat. Tidak ada email masuk. Dan... ada kue.”

Anna mengangguk pelan.

Mereka saling bertukar pandang sejenak. Lalu sama-sama menunduk, kembali ke kue masing-masing.

“Kau tahu,” lanjut Jonathan, “staf biasanya terlalu tegang untuk duduk satu ruangan denganku di luar jam kerja.”

Anna menatapnya sebentar. “Mungkin karena Anda terlalu sering terlihat tidak bisa diajak bicara.”

“Atau mungkin karena aku hanya bicara saat benar-benar perlu.”

Ia menyandarkan punggung. “Malam ini... aku tidak terlalu perlu. Tapi tetap datang.”

Anna tidak menanggapi. Ia bangkit perlahan dari kursi. “Saya ambil tisu sebentar.”

Ia berjalan ke arah meja kecil dekat koper. Tapi saat berbalik…

Kakinya tersangkut pada ujung karpet yang sedikit terangkat.

“Ah—!”

Tubuhnya terdorong ke depan, kehilangan keseimbangan. Ia mencoba menghindar, tapi terlalu dekat dengan sofa tempat Jonathan duduk.

Brukk!

Anna terjatuh — tepat di pangkuan Jonathan.

Sesaat... semuanya diam.

Ia membeku di tempat. Kedua tangannya melingar pada tengkuk pria itu. Wajahnya hanya beberapa jari dari dada Jonathan yang tertutup kaos tipis. Dan ia bisa merasakan sesuatu yang mengganjal dari bawah tubuhnya.

Sesuatu yang tidak seharusnya dia sadari. Tapi dia sadar.

Ia segera bangkit perlahan, tidak tergesa tapi penuh kontrol. Ia memperbaiki duduknya, kembali ke kursi semula. Tidak ada ekspresi. Hanya... sedikit lebih kaku.

Jonathan tidak banyak bergerak. Ia menyentuh sisi piring di meja, lalu berkata pelan

“Kalau itu cara berterima kasih... cukup dramatis.” Ungkap Jonathan yang baru saja menolong Anna.

Anna menjawab datar, “Saya tidak terbiasa jatuh di tengah malam.”

Jonathan tersenyum tipis, masih dalam posisi duduk. “Lain kali, karpetnya saja yang disalahkan.”

Beberapa detik hening.

Jonathan berdiri, mengambil piring kosong. “ Baiklah. Cukup untuk malam ini.” Ucap Jonathan

Anna berdiri dan mengantarnya ke pintu.

“Selamat malam, Nona Anna.”

“Selamat malam, Mr. Jonathan.”

Sebelum melangkah keluar, ia menoleh singkat. Tatapannya datar tapi dalam.

“Dan... tenang saja. Aku tidak keberatan kau jatuh ke arahku.”

Pintu tertutup perlahan.

Anna tetap berdiri beberapa detik. Lalu kembali ke dalam dan duduk di tepi ranjang.

Tidak ada senyum. Tidak ada tawa.

Hanya diam.

Dan detak jantung yang masih belum sepenuhnya tenang.

1
HAI ❤️
Hai para readers jangan lupa like dan bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!