Tobatnya Sang Ketua Mafia
Prolog.
Arumi Nasha Razeta, gadis muslimah berusia 24 tahun. Merupakan seorang tenaga pengajar honorer di sebuah madrasah di tempat tinggalnya. Arumi memiliki sifat lembut dan juga ceria.
Sifatnya yang memang penyayang dan sangat menyukai anak-anak, membuat Arumi memilih profesi dengan gaji tak seberapa ini. Sementara Arumi berasal dari keluarga yang sederhana. Arumi sudah menjadi yatim piatu sejak kecil dan dia hanya memiliki seorang paman yang sudah berumur.
Max Stewart adalah ketua mafia yang sangat gagah dengan rahang tegas serta rambut panjang sebahu berwarna hitam legam. Terdapat bulu-bulu tipis di sekitar dagu dan juga jambangnya.
Sebagai pemimpin Mafia kelas atas. Max Stewart merupakan sosok yang teramat di takuti. Tentu saja di karenakan sifat kejam yang tanpa welas asihnya itu. Bahkan, Max tega menghabisi nyawa kakek dan sang ibu melalui kedua tangannya sendiri. Bukan tanpa sebab sifat pembunuh berdarah dingin itu melekat padanya. Masa kecil yang ia habiskan dengan beragam penyiksaan serta kurang kasih sayang, telah menjadikan sifat kejam mendarah daging pada jiwa seorang Max. Melihat sang ayah disiksa hingga meregang nyawa di hadapannya, telah membuat Max tumbuh menjadi seorang pria yang tanpa hati dan cinta. Sejak saat itu, Max membenci mahkluk yang bernama wanita.
*
*
Pertarungan dua kelompok mafia memang selalu terjadi. Selain berebut lahan kekuasaan mereka juga saling menjatuhkan sama lain. Hal itu juga tengah dialami oleh seorang pemimpin kelompok mafia yang cukup di takuti. Max Stewart, ketua dari kelompok mafia Black Hawk
Karena sebuah penghianatan maka nyawanya kini di ujung tanduk. "Shit!" Pria bertubuh tinggi kekar itu terus berlari setelah kendaraannya meledak di pinggiran jalan sepi.
Di balik pekatnya malam, Max terlihat berlari dengan langkah yang semakin tertatih. Beberapa tembakan menghujani kepalanya. Hingga salah satu lesatan timah panas itu mengarah padanya dan tak dapat terelakkan lagi.
Dorr!
"Akh!!"
Max, terjatuh karena sebuah tembakan entah dari mana, hingga ia terguling di atas aspal. Sebelah tangannya memegangi bahu yang kemungkinan tertembus timah panas. Seketika, luka itu pun mengeluarkan darah cukup banyak.
Max, sekuat tenaga menahan rasa panas yang menjalar dari bahu hingga ke pangkal lengannya. Bahkan, jemarinya mulai sulit untuk di gerakkan. Max, langsung mengeluarkan pil dari sakunya dan menelannya tanpa air.
"Argh!" Max, terdengar mengerang sebelum akhirnya bangkit dan kembali berlari demi menghindari musuh yang tengah menggila ingin menghabisi nyawanya.
Meskipun selongsong peluru tembus ke bahunya yang kekar. Hingga membuat nya, sempat terjerembab, tapi Max langsung buru-buru bangun lagi. Luka yang ia dapatkan pada tubuhnya tidak akan membuatnya menyerah begitu saja. Max, memutuskan terus berlari, hingga terpaksa masuk ke sebuah pemukiman padat penduduk.
Max merasa, saat ini dirinya tak mempunyai pilihan lain selain berkamuflase untuk menyelamatkan dirinya dari para petugas bersenjata yang mengejarnya itu. Tim panther yang memang mengejar sindikat mafia narkoba yang menjadi momok perusak generasi muda, katanya.
Max, nyatanya tidak pernah berada di posisi ini sebelumnya. Dia selalu selamat dan mulus ketika mengadakan transaksi. Hari ini nyatanya menjadi waktu na'as baginya ketika dirinya mendapatkan pengkhianatan dari salah satu anggotanya sendiri.
"Akan ku pastikan. Kau mati dengan kedua tanganku sendiri," monolog Max, dengan napas yang terengah-engah. Peluru panas yang menembus bahu sebelah kiri telah membuatnya kehilangan banyak darah.
Max, beringsut semakin ke dalam gang ketika sayup-sayup ia mendengar suara dari orang-orang yang mengejarnya. "Sial! Mereka bahkan terus mengejar sampai kesini," erangnya, geram.
Sang ketua mafia berdarah dingin itu, yang biasanya tidak pernah takut dengan siapapun. Terlihat menutupi sebagian tubuhnya dengan tumpukan karung dan plastik sampah lalu ia bersandar di sebuah kotak kardus bekas barang elektronik. Max, berharap dengan begini maka keberadaannya tidak tercium oleh pihak yang berwajib. Max sadar diri bahwa kondisinya saat ini sangat tidak menguntungkan.
Max mengeluarkan ponselnya dan ternyata benda tersebut kehabisan daya. Max, lagi-lagi kesal karena ia tidak bisa menghubungi anak buahnya untuk meminta pertolongan. "Shit!" Max, kembali mengantongi benda persegi itu. Lalu melempar batu kedalam parit yang berada sebelahnya, untuk mengusir binatang pengerat yang berniat mendekatinya. Para tikus itu pun melompat rusuh dan berlarian ke segala arah.
Max memukul dan menendang tikus-tikus yang mendekatinya dengan tenaga yang tersisa. Binatang-binatang itu ada yang naik ke bahunya dan berjalan di atas kepalanya. Salahnya sendiri mengacaukan konsentrasi sekumpulan tikus got tadi.
Max, memejamkan matanya sambil mengatur napas. Max khawatir dengan darah yang terus keluar dari bahunya. Posisinya juga terancam ketahuan.
"Aku tidak boleh tertangkap. Apalagi dalam keadaan memalukan dan nista seperti ini," erang Max, dengan rahangnya yang saling beradu. Keringat telah membasahi wajahnya dengan gurat tegang.
"Sialan! Jika aku selamat, akan ku buat pengkhianat itu lebih menderita dari ini!" geram Max. Merasa ada yang mendekat, Max memutuskan untuk tidak bersuara lagi. Max bahkan menahan napasnya.
Setelah di rasa aman, Max kembali bergerak sambil mengendap-endap. Ia terus berusaha berlari dari kejaran kelompok petugas berseragam itu.
Anjing pelacak hampir menemukan jejaknya dari bau darah yang terbawa angin. "Sial! Aku harus segera menemukan jalan keluar."
Max, mengeluarkan sisa tenaganya untuk terus berlari. Ketika ia menemukan secercah cahaya terang yang menandakan bahwa ada sebuah bangunan yang berpenghuni. Max, pun semakin mempercepat larinya. Dengan sisa tenaganya, Max menghampiri sebuah rumah. "Aku tidak boleh kalah apalagi mati!" erangnya lagi.
Max, sengaja memilih sebuah rumah dengan lampu yang masih menyala. Apalagi posisi bangunan sederhana itu cukup dekat dengannya.
Di dalam rumah itu, ada seorang gadis terbangun karena merasa haus dan ingin buang air kecil. Padahal waktu telah menunjukkan tengah malam. Gadis itu menguap kemudian meletakkan punggung tangannya untuk menutup mulut. Arumi kemudian keluar kamar dalam keadaan setengah mengantuk. Arumi tidak menyadari jika jendela kamarnya belum ia tutup sejak tadi.
Hal tersebut memudahkan, Max untuk masuk. Max, memutuskan untuk bersembunyi dari kejaran musuhnya di tempat ini. Max, dengan mudah masuk ke kamar itu setelah mengetahui tidak ada pemiliknya di dalam sana. Max yakin jika penghuninya ini hanyalah perempuan dan pasti dia tidak akan sulit menghadapinya.
Pada saat Max sedang menyelinap masuk lewat jendela, pada saat itulah ada sepasang mata yang mengekorinya. "Kena kamu, Rum! Ternyata kamu tidak sesuci itu," gumam pria bertubuh kurus dan tinggi yang kebetulan bertugas ronda.
Pria itu menghampiri pos kemudian mengumpulkan warga lainnya yang kebetulan ikut ronda sama sepertinya. Sebuah cerita telah berhasil ia karang berdasarkan dari apa yang sekilas ia lihat barusan.
Arumi sudah kembali masuk ke dalam kamar. Namun, Max segera menurunkan saklar lampu. "Astagfirullah! Mati lampu?" kaget Arumi.
Tiba-tiba, sosok tegap mendekatinya. Kemudian terdapat lengan kekar membekap mulutnya.
Grep!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
lanjutkan gan
2024-10-15
1
Ernawawan
bagus
2024-07-31
1
Emak Kam
hai emak Kam mampir, emak jadi tegang . bagus ceritanya, bab pertama saja sudah bikin penasaran
2024-04-22
6