Bagi Nadin, bekerja di perusahaan besar itu impian. Sampai dia sadar, bosnya ternyata anak tetangga sendiri! Marvin Alexander, dingin, perfeksionis, dan dulu sering jadi korban keisengannya.
Suatu hari tumpahan kopi bikin seluruh kantor geger, dan sejak itu hubungan mereka beku. Eh, belum selesai drama kantor, orang tua malah menjodohkan mereka berdua!
Nadin mau nolak, tapi gimana kalau ternyata bos jutek itu diam-diam suka sama dia?
Pernikahan rahasia, cemburu di tempat kerja, dan tetangga yang hobi ikut campur,
siapa sangka cinta bisa sechaotic ini.
Yuk, simak kisah mereka di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Pesta
Malam itu ballroom hotel bintang lima di pusat kota penuh dengan cahaya mewah dan tawa yang bergema ke seluruh ruangan. Musik lembut mengalun dari panggung, para tamu mengenakan jas terbaik mereka, dan spanduk besar bertuliskan Alexander Group, A Celebration of Success terpampang megah di dinding belakang.
Perusahaan Alexander baru saja menuntaskan proyek besar lebih cepat dari jadwal, prestasi yang membuat nama Marvin Alexander makin bersinar di dunia bisnis.
Tapi bukan cuma proyek yang jadi pusat perhatian malam itu, begitu Nadin melangkah masuk. Gaun merah selutut yang ia kenakan membuat semua kepala serentak menoleh.
Potongan gaunnya elegan tapi tetap sederhana, rambutnya dibiarkan terurai dengan poni lembut yang menutupi sebagian dahi. Satu-satunya aksesori hanyalah kalung kecil berbentuk hati hadiah dari Araya pagi tadi. Dan di sisi Nadin berdiri Marvin, mengenakan tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu.
Wajahnya seperti biasa, dingin, tegas, dan berwibawa. Tapi matanya terus mencuri pandang ke arah istrinya itu dengan cara yang membuat jantung Nadin sedikit berdebar.
“Kenapa sih kamu jalan deket-deket banget?” bisik Nadin pelan, melirik ke sekeliling. “Nanti orang-orang makin mikir aku ini beneran istrimu.”
Marvin menatapnya sebentar, lalu tersenyum kecil. “Itu kan fakta.”
Nadin hampir tersedak udara. “Tapi kita sepakat buat rahasia!”
“Kalau mereka nggak percaya, itu bukan urusanku,” jawab Marvin datar. “Aku cuma nggak mau ada pria lain yang berani mendekat.”
“Marvin!” desis Nadin, menatapnya kesal. Tapi pipinya diam-diam memanas. Sementara mereka berdua masuk, banyak karyawan berbisik-bisik.
“Itu si Nadin, kan? Katanya dia suka ngaku-ngaku istri CEO.”
“Heh, ngaku-ngaku tapi bisa datang berdua dan pakaiannya matching banget?”
“Mungkin pura-pura biar nggak dicurigain deh…”
Nadin bisa merasakan tatapan mereka semua antara iri, kagum, dan tidak percaya. Ia hanya bisa menegakkan badan dan tersenyum santai seolah tak terjadi apa-apa. Namun, tak jauh dari situ, Gibran baru saja tiba.
Pria itu mengenakan jas biru tua, dengan Aulia di sampingnya memakai dress silver berkilau. Tapi sejak awal melangkah ke ruangan, mata Gibran sudah terpaku pada satu sosok, Nadin dalam gaun merah.
Aulia menyadarinya, rahangnya menegang. “Pak Gibran, Nadin cantik, ya?” tanyanya dengan nada yang terlalu manis untuk disebut tulus. Gibran hanya menatap sekilas. “Hmm, dia selalu kelihatan menarik tanpa berusaha.”
Aulia tersenyum kaku. “Tapi dia cuma staf biasa. Kamu kan manajer, Pak. Jangan sampai salah fokus.”
Namun Gibran tidak menjawab. Tatapannya tetap terpaut pada Nadin yang tertawa kecil di sisi Marvin dan entah kenapa, pemandangan itu menimbulkan sesuatu yang aneh di dadanya.
“Selamat malam semuanya,” suara Tuan Alexander menggema lewat mikrofon, menghentikan percakapan para tamu. “Terima kasih atas kerja keras kalian. Tanpa tim hebat, Alexander Group tidak akan bisa sampai di titik ini.”
Semua bertepuk tangan, sementara Marvin berdiri di samping ayahnya, memegang gelas anggur. Nadin berdiri tidak jauh dari mereka, mencoba tampak profesional walau beberapa kali pandangan Marvin membuatnya salah tingkah. Ketika musik berganti jadi waltz lembut, beberapa pasangan mulai menari di lantai dansa.
Tuan Alexander tersenyum, lalu menatap anaknya. “Marvin, kau tidak mau mengajak seseorang menari?”
Sebelum Marvin menjawab, Araya menambahkan dengan nada menggoda, “Ajak Nadin, Nak. Kalian kan kelihatan cocok sekali malam ini.”
Suara tawa kecil terdengar dari sekitar. Nadin hampir tersedak anggur yang baru saja ia teguk. “Eh? A ... aku? Enggak usah, Tante. Aku nggak bisa nari!” tolaknya, karena Nadin tahu banyak mata sedang memandangnya.
Marvin meletakkan gelasnya, menatapnya tenang. “Kamu bisa, aku yang pimpin.”
“Pak Marvin, serius deh, aku...”
“Tenang aja, pegang tanganku.”
Dan sebelum Nadin bisa protes lagi, Marvin sudah menggenggam tangannya dan menariknya ke lantai dansa. Lampu-lampu menggantung di langit-langit memantulkan cahaya ke gaun merahnya, dan dalam sekejap, semua mata kembali tertuju pada mereka berdua. Langkah Marvin tenang dan pasti, sementara Nadin berusaha mengikuti. Sesekali dia terpeleset kecil, tapi tangan Marvin selalu sigap menahannya.
“Lihat kan?” bisik Marvin di dekat telinganya. “Kamu bisa.”
“Bisa karena kamu nyeret-nyeret aku,” balas Nadin, wajahnya merah.
Marvin terkekeh pelan. “Nggak masalah. Asal kamu nggak kabur.”
Musik berhenti, dan semua tamu bertepuk tangan. Nadin buru-buru menunduk, tapi sebelum dia sempat mundur, Marvin sudah menatapnya dalam-dalam. Tatapan itu lembut, tapi cukup membuat Nadin melupakan napasnya sesaat. Gibran yang berdiri di tepi ruangan mengepalkan tangannya di saku. Aulia yang melihat adegan itu juga menunduk, menyembunyikan kekesalan di balik senyum palsunya.
“Kelihatannya Nadin memang punya cara sendiri buat dapet perhatian Pak Marvin. Aku harus membuatnya menyesal malam ini, karena telah mencuri perhatian Pak Marvin!" gumam Aulia pelan, setengah untuk dirinya sendiri. Malam itu berakhir dengan tawa, musik, dan bisikan iri yang tak berhenti.
Tatapan penuh pujian dan bisik-bisik halus terdengar di setiap meja.
“Dia cantik banget, ya. Beneran istrinya Pak Marvin?”
“Ah, paling juga akal-akalan. Mana mungkin CEO nikah diam-diam sama staf biasa.”
Namun Nadin tak peduli, dia hanya tersenyum sopan sambil sesekali menatap Marvin yang tengah berdiri bersama ayahnya, Alexander, berbincang dengan beberapa klien penting. Wajah sang suami terlihat tenang, profesional, meski sesekali ia mencuri pandang ke arah Nadin, memastikan istrinya baik-baik saja di tengah keramaian itu.
Hingga langkah Aulia datang memecah suasana.
“Aku bawain jus buat kamu,” katanya manis, menyodorkan dua gelas. “Aku tahu kamu nggak bisa minum wine, jadi aku pesan jus jeruk spesial dari bar.”
Nadin menatapnya curiga sesaat. “Terima kasih ... tapi harus repot-repot segala, ya?”
Aulia hanya tersenyum kecil, bibirnya menahan sesuatu.
“Nggak apa-apa. Lagipula kamu kelihatan haus.”
Sebelum sempat menolak, datanglah Gibran.
“Wah, kalian di sini rupanya.” Pria itu bergabung santai, senyum menawan khas keluarga Pratama melekat di wajahnya. “Nadin, kamu kelihatan cantik banget malam ini. Boleh duduk bareng kalian?”
Suasana jadi agak canggung. Nadin yang awalnya ingin pergi akhirnya tetap di tempat karena sopan. Dia menyesap jus itu perlahan hanya seteguk kecil namun rasa aneh langsung menyebar di tenggorokannya. Dunia seolah berputar, pandangannya buram, suara musik terdengar jauh dan mengambang.
“Nadin? Kamu nggak apa-apa?” tanya Gibran, berpura-pura khawatir.
“Kayaknya ... aku...” Suaranya serak, dan tubuhnya limbung.
Aulia segera menahan lengannya. “Kamu pucat banget. Mungkin udara di sini panas, ayo aku temani kamu istirahat di lantai atas,”
Tanpa menunggu jawaban, mereka berdua Aulia dan Gibran menggandeng Nadin menuju lift.
Sementara itu di sisi lain ruangan, Marvin yang masih bersama ayahnya baru menyadari satu hal. Tatapannya menyapu ruangan mencari sosok bergaun merah itu. Namun kursi tempat Nadin duduk sudah kosong.
Dia menoleh ke sekeliling, menahan cemas.
“Nadin?” panggilnya pelan. Namun hanya gema musik pesta yang menjawab.
Marvin menegakkan tubuhnya, ekspresinya berubah tegang. Dia mulai berjalan cepat menyusuri kerumunan, menatap setiap sudut ruangan dengan mata gelisah.
“Di mana dia?” gumamnya lirih, napasnya mulai berat.
rasanya pengen tak getok aja tuh kepalanya Anita biar gegar otak sekalian . jadi orang kok murahan banget mau merebut suami orang .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sampai bacanya gemes tolong pelakor di hempaskan biyar kapok dan kena karmanya....
heeee lanjut Thor semangat 💪
tapi ingat aja Anita.... kamu gak akan menang melawan wanita bar-bar seperti Nadin Alexander .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
dan ternyata drama ibu hamil masih berlanjut terus . bukan Nadin yang hamil yang bikin heboh , tapi Marvin suaminya malah sekarang ditambah mertuanya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
tapi pantes aja sih kelakuan Anita kayak gitu , orang ajaran dan didikan ibunya juga gak bener .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
apalagi sekarang Nadin lagi hamil makin sayang dan cinta mereka makin tumbuh lebih besar .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
selamat ya Nadin dan Marvin , semoga kehamilannya berjalan lancar hingga lahiran nanti .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍