NovelToon NovelToon
PENJINAK SANG AROGAN

PENJINAK SANG AROGAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Pernikahan rahasia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Romansa / Nikah Kontrak
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: YuKa Fortuna

Kisah romantis seorang aktor yang arogan bersama sang asisten tomboynya.
Seringkali habiskan waktu bersama membuat keduanya saling menyembuhkan luka masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12. Peka yang Tersembunyi

12.

Mobil van hitam melaju pelan di sepanjang jalan yang masih basah oleh embun pagi. Pagi itu udara terasa lembab dan dingin, membuat kaca jendela memantulkan embun tipis.

Di kursi depan, Liang duduk sambil menatap ke arah luar, tangannya memegang ponsel yang terus bergetar.

Sementara di belakang, Aldrich duduk bersilang kaki dengan kacamata hitam menutupi sebagian wajahnya, sikap khas seorang superstar yang enggan diganggu.

Allen, yang duduk di sampingnya, mencoba fokus pada tablet di pangkuannya. Ia menyiapkan jadwal syuting dan beberapa jadwal lainnya, meski matanya terlihat sedikit bengkak.

Sepanjang perjalanan, ia berusaha diam, menelan semua rasa lelah dan sedih yang belum juga reda sejak semalam.

Namun kesunyian itu tiba-tiba dipecahkan suara Aldrich dari sisinya.

“Kamu kelihatan kusut pagi ini, Allen. Jangan bilang kamu begadang gara-gara drama pribadi.”

Nada suaranya tenang tapi dingin, seolah sedang menegur tanpa rasa empati sedikit pun.

Allen spontan menegakkan tubuhnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap datar.

“Gak kok, Mas Aldrich. Aku cuma kurang tidur aja karena mempersiapkan beberapa agenda.”

Aldrich menurunkan kacamata hitamnya, menatap dari cermin depan.

“Aku gak suka asisten yang membawa masalah pribadi ke lokasi kerja. Fokusmu harus penuh padaku, bukan pada bayangan siapa pun di masa lalu.”

Allen membeku. Ucapannya terasa seperti anak panah yang tepat mengenai jantung. Aldrich seolah dapat membaca pikirannya.

Liang, yang sejak tadi diam, menoleh pelan.

“Mas Aldrich,” ujarnya setengah menahan nada, “kamu terlalu keras pagi ini. Anak ini baru juga mulai kerja, masih perlu adaptasi. Lagian dia gak melakukan kesalahan.”

Aldrich mendengus ringan.

“Aku cuma bicara fakta. Aku butuh orang yang bisa jaga performa, bukan orang yang terjebak dalam kenangan.”

Liang melirik Allen yang menunduk. Ada sesuatu di wajah Allen yang membuatnya ingin membela lebih jauh. Dan ia merasa dugaan Aldrich itu benar bahwa Allen sedang galau oleh urusan pribadi, terlihat dari reaksi Allen yang membisu.

“Kamu tahu sendiri kerja Allen rapi. Semua jadwal syuting kemarin beres. Bahkan dia yang bantu betulkan file kontrak dengan pihak produksi. Kamu pikir semua orang bisa segesit itu?”

Aldrich tidak menjawab, hanya menghela napas. Tangannya memainkan jam di pergelangan, kebiasaan saat ia sedang berpikir.

“Aku gak bilang dia gak berguna, Ko. Aku cuma ingin memastikan gak ada gangguan emosional yang bisa merusak ritme kerjaku.”

Liang tertawa kecil, tapi sinis. Sebetulnya mereka sudah terbiasa debat kecil seperti ini. Tapi sama-sama tidak mau saling melepaskan. Justru Liang adalah irang yang paling mengerti Aldrich. Begitu pula Aldrich yang sangat ketergantungan dengan Liang.

“Ritmemu atau egomu, Rich?” Serang Liang, ia memang telah menganggap Aldrich sebagai saudara hingga tak ada lagi rasa canggung.

Allen menahan napas. Setahunya, Liang belum pernah bicara seperti itu kepada Aldrich sebelumnya.

Sopir di depan bahkan sempat menoleh canggung, memastikan dua pria besar itu tidak benar-benar bertengkar.

Aldrich menegakkan punggungnya.

“Aku bicara profesionalitas. Jangan libatkan ego di sini.”

Liang mengangkat alis.

“Dan aku bicara kemanusiaan. Asistenmu ini manusia, bukan mesin.”

Suasana di dalam mobil menjadi hening.

Allen menelan ludah, berusaha memecah ketegangan dengan suara lembutnya.

“Maaf, Mas Aldrich… Koko Liang… aku baik-baik aja kok. Cuma sedikit pusing, tapi aku bisa bekerja seperti biasa.”

Aldrich menatapnya melalui cermin. Tatapan itu tajam, tapi ada sesuatu di baliknya, keraguan, mungkin juga rasa ingin tahu yang dibalut oleh rasa gengsi yang teramat tinggi.

“Kalo emang begitu, buktikan. Aku gak suka alasan,” katanya datar.

Allen mengangguk cepat.

“Baik, Mas.”

Liang menatap ke arah Aldrich, lalu bergumam,

“Kadang aku heran kenapa semua orang pikir kamu batu, Rich.”

“Mungkin karena aku memang begitu.” Sahut Aldrich begitu percaya diri.

“Atau mungkin karena kamu takut peduli.” vonis Liang.

Aldrich menoleh cepat, menatapnya sekilas sebelum akhirnya tertawa kecil, tawa tanpa nyawa.

“Kamu terlalu banyak menonton drama Tiongkok, Liang.”

Liang menyeringai.

“Dan kamu terlalu lama menahan diri.”

Allen yang duduk diam berpura-pura sibuk dengan tablet, tapi diam-diam memperhatikan mereka lewat pantulan kaca.

Ada sesuatu yang berbeda pagi itu.

Aldrich tampak sedikit cerewet.

Ketika mobil berhenti di lampu merah, Allen tanpa sadar menarik napas dalam.

Liang menyadarinya, lalu menyentuh bahunya pelan dari kursi depan.

“Hei, jangan ambil hati kata-kata dia. Kalo kamu kerja dengan aktor besar seperti Aldrich, terbiasa saja dengan dinginnya.”

Allen menoleh sedikit, tersenyum kikuk.

“Aku mengerti, Koko. Aku cuma... Gak mau bikin kecewa kalian.”

Liang mengangguk.

“Dan kamu gak gitu kok. Kamu justru bikin pekerjaan kami jadi lebih ringan.”

Aldrich berpura-pura tak mendengar, tapi sudut bibirnya tampak menegang sejenak.

Ketika lampu hijau menyala, mobil kembali melaju.

Aldrich memalingkan wajah ke jendela, menatap hujan yang kembali turun tipis.

Suara mesinnya lembut, tapi dalam ruang sempit itu, Allen merasa setiap detik penuh tekanan.

Namun entah kenapa, di sela semua kekakuan itu, ia merasakan sesuatu yang ganjil, seolah di balik kata-kata dingin Aldrich, ada kepedulian samar yang tak ingin terlihat.

Dan Liang... yang berada di antara mereka, mungkin satu-satunya orang yang bisa membaca dua hati yang sama-sama menyembunyikan luka.

**

Deru ombak bersahut angin sejuk saat mobil hitam yang ditumpangi rombongan Aldrich berhenti di depan sebuah vila besar bernuansa tropis. Bangunannya berdiri anggun di tepi pantai, menghadap langsung ke lautan biru yang seolah tak berujung.

Halaman depannya luas, dengan taman kelapa yang rindang dan kolam renang berwarna toska yang berkilau di bawah cahaya senja.

Allen terpaku begitu pintu mobil terbuka.

Udara laut langsung menyeruak, membawa aroma segar yang bercampur suara deburan ombak. Ia tak pernah melihat tempat semewah itu dari jarak sedekat ini.

“Selamat datang di Vila Ombak Putih,” ujar Liang sambil menepuk bahu Allen dengan bangga. “Tempat favoritnya Aldrich kalau ingin kabur dari dunianya.”

Aldrich yang berjalan lebih dulu hanya melirik sekilas, lalu menanggalkan kacamata hitamnya. Rambutnya tertiup angin, dan sinar matahari sore memantul di kulitnya yang cerah.

“Tempat ini sangat tenang. Gak ada wartawan, gak ada kebisingan. Hanya kita, laut, dan sedikit waktu untuk bernapas,” katanya datar.

Allen mengikuti langkah mereka masuk ke dalam vila. Begitu melewati pintu kayu besar berukir, matanya langsung disambut interior yang membuatnya nyaris tak percaya,

lantai marmer putih yang berkilau, dinding kaca lebar yang langsung menghadap laut, dan langit-langit tinggi dengan lampu gantung estetik.

Di ruang tengah, ada sofa besar berwarna krem, piano hitam di pojok ruangan, serta aroma lembut dari diffuser vanila.

Liang berdecak kagum, padahal ia sudah sering ke sana.

“Aku gak akan pernah bosan dateng ke sini. Gila... setiap kali datang, rasanya seperti masuk ke dunia lain.”

Allen mengangguk kikuk, memegang gagang koper di tangannya erat.

“Indah sekali ya, Ko. Aku belum pernah melihat tempat seperti ini.”

Liang menatapnya sekilas dengan senyum geli.

“Tentu aja belum. Tempat ini cuma bisa dimiliki atau disewa oleh orang dengan rekening setebal buku ensiklopedia. Bukan kayak kita.” gurau Liang membuat Allen tersenyum cukup lebar.

Aldrich mendengus ringan, menaruh ponselnya di meja marmer.

“Jangan terlalu berlebihan, Liang. Kita datang untuk kerja, bukan liburan.” tak disangka, Aldrich berselera untuk bercanda juga meskipun kaku. Seolah tak ada perdebatan sebelumnya.

Liang terkekeh.

“Tapi kamu sendiri yang bilang mau recharge, kan?”

Aldrich tak menjawab, langsung melangkah menuju tangga besar di tengah ruangan.

“Aku di kamar atas, seperti biasa. Kamu atur aja kamar untuk kalian.”

Liang mengangguk, lalu menoleh pada Allen.

“Ayo, kita bawa barang-barang ke kamar.”

Allen mengikutinya menuju lorong panjang menuju dua kamar berpintu kaca yang saling berhadapan. Setiap kamar memiliki balkon kecil yang menghadap laut. Pemandangannya begitu indah hingga Allen hampir lupa bernapas.

Namun detik berikutnya, Liang membuka salah satu pintu dan berkata santai,

“Nah, ini kamar kita.”

Allen mengerutkan dahi.

“Maksud Koko... kamar kita?” ia terbelalak.

Liang meletakkan koper di pojok ruangan lalu menepuk kasur king-size yang empuk itu.

“Ya, tentu aja. Untuk apa dua kamar kalau kita cuma berdua? Kamu tenang aja, aku masih normal kok gak doyan sama laki." Gelak tawa Liang menggema.

"Lagian, ini memudahkan kita kalo mau diskusi naskah, atau bahas jadwal syuting besok-besok.” imbuh Liang.

Allen menelan ludah, panik tapi berusaha tetap tenang.

Kamar itu hanya punya satu ranjang besar dengan selimut putih tebal, aroma linen bersih memenuhi ruangan. Di luar jendela, laut tampak jelas berkilau diterpa cahaya sore.

“Ta-tapi Koko... Aku pikir kita akan dapat kamar masing-masing. Maksudku, biar gak merepotkan.”

Liang mengangkat alis.

“Merepotkan kenapa? Kamu kalo tidur minta dininabobokkan,, gitu?!.”

“Bukan gitu, Ko. Aku cuma... ehm, gak biasa tidur satu ruangan dengan orang lain,” ujarnya cepat sambil menunduk, pipinya memanas.

Liang tertawa kecil.

“Kamu ini aneh juga, Allen. Bukannya laki-laki biasanya santai aja soal beginian? Lagian, aku sering satu kamar dengan staf kalo lagi syuting di luar kota.”

Allen tersenyum kaku.

“I-ya, aku paham... tapi... ”

Liang memotongnya lembut.

“Sudahlah. Kalo memang risih dan belum terbiasa, kamu bisa pindah ke kamar depan.”

Allen membeku sesaat. Ia tahu mungkin ia tak seharusnya ngotot menolak, justru bisa menimbulkan kecurigaan lagi.

Namun Liang sudah memutuskan demikian. Akhirnya ia hanya menunduk, mengangguk pelan.

“Baik, Koko. Terima kasih... Aku bantu beresin barang-barangnya dulu.”

Liang menatapnya sejenak, lalu mengangkat bahu.

“Oke. Santai aja, jangan tegang. Kita di pantai, bukan di ruang audit.”

Allen hanya tersenyum kikuk, lalu menunduk lagi, berusaha menyembunyikan wajahnya yang sedikit panik.

Sementara itu, dari balkon kamar atas, Aldrich berdiri bersandar pada pagar kaca, menatap ke arah pantai.

Tatapannya sulit dibaca, antara tenang dan gelisah.

Angin laut bertiup kencang, membawa aroma laut dan suara camar yang berputar di langit jingga.

Siang itu, di Vila Ombak Putih, tiga orang dengan rahasia masing-masing memulai dua hari yang akan mengubah segalanya.

.

YuKa/ 121025

1
🌻sunshine🌻
ya salam tabrakan melulu deh Allen sama aldrick 😄 nanti bisa bisa jadi sosoran tak sengaja lagi 😄
aku traveling sama petrick deh ih ..masak cuma di gosok doang dah nyembur 🤣
Nana2 Aja: mungkin kurang perkasa, makanya baru nempel langsung nyembur😄😄😄
total 2 replies
Ria Adek
Terkadang yang namanya saudara itu nggak melulu saudara kandung.. Kita bisa menemukan sosok kakak atau adik justru pada orang lain.. Karena ketulusan seseorang itu tak memandang apa dan siapa.. Dan ketika kau menemukan ketulusan & perhatian dari seseorang, itu adalah sebagai bentuk rasa kasihnya terhadap mu..
Entah itu yang disebut cinta atau hanya simpati karena mereka menganggap mu seperti saudaranya sendiri..
Gitu loh Mas Aldrich.. 🤣🤣
Nana2 Aja: setuju, kadang kita malah lebih nyaman sm orang lain daripada saudara sendiri
total 4 replies
D.Nafis Union
sepertinya, 🤔 udah ketahuan tp masih kura² dalam perahu. 😅
Nana2 Aja: Pura-pura tidak tahu😄😄😄
total 3 replies
Ria Adek
Yeay.. Hadir kedua.. 💃🏻💃🏻💃🏻
Ria Adek: Aamiin.. 🤣
total 5 replies
Nana2 Aja
gemes banget aku kak Yuka
makin penasaran aku jadinya
apakah Aldrich sdh tahu kebenarannya?
tapi dia pura-pura saja
berlagak tidak mengetahuinya
geregetan banget aku dibuatnya
semoga segera tiba waktunya
Aldrich membongkar penyamaran Allea
pasti kutunggu momennya
love love kak Yuka ❤❤❤
Terima kasih up nya🥰🥰🥰
Nana2 Aja: sepertinya begitu mbkZil🤭🤭🤭
total 6 replies
Anti Noor
Gairah tertunda , ada pelampiasan di depan mata langsung disodorin , 😂
Nana2 Aja: gratis gratis kata Ayumi
total 2 replies
Anti Noor
Lebih baik Aldric juga mengetahuinya , tinggal bagaimana dia bersikap , karena menurutku Aldric juga sdh curiga debgan gerak gerik Allen
Ria Adek: Nahh.. Bener, sembunyiin terlalu lama ntar jika ketahuan dari orang lain kan bisa ngamuk² pula Aldrich nya.. Ngerasa dibohongi.. Dikira jantan ternyata wanita.. 😁
total 1 replies
Biancilla
aldric ada yg ganjel gak waktu pelukan sama Allen wkkwkwkkwkwkk
Biancilla
ya ampun Allen untung kamu gak punya penyakit jantung 🤣🤣🤣🤣🤣
Biancilla
ya ampun Allen jangan ceroboh dah kalau kayak gini terus penyamaranmu bakalan cepet terbongkar
Biancilla
aldric semakin mencurigai Allen dan Allen semakin berdebar2 deketan aldric wah bisa CPT terbongkar nih
Ria Adek
Astaghfirullah..🤣🤣🤣🤣
Ria Adek: Iya Mbak.. Nggak habis fikri.. 🤣🤣
total 3 replies
D.Nafis Union
disana si mr. yg berpetualang, disini malah allen sendiri yg mimpi, sama huruf A kali yah, jgn² masih sodara jauh nih, Allen sm mr.AW, 😁vanaaaas 🔥🔥🔥🔥
Ria Adek: 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 12 replies
Nana2 Aja
waduh Patrick dapat rejeki nomplok. dibolehin jamah n isep 🍼🍼🍼Ayumi. salahmu sendiri Mi Ayumi, nikah sama yg sdh bangkotan, gak bisa muasin kamu akhirnya Patrick yang muasin kamu.
tenang Len, awalnya hanya mimpi, tapi pelan tapi pasti akan jadi kenyataan
Nana2 Aja: sama mbk Leha. kesannya kek dijual murah banget. astaghfirullah🤭🤭🤭
total 9 replies
Biancilla
jantung Allen sudah seperti genderang kalau Deket aldric itu tandanya apa....apa Allen sudah jatuh cinta y xixixixi
Biancilla
Allen mulai terpesona dengan aldric nih😍😍😍
AzkiaRuby
Ahirnya..
Untung aja Koko baik hati, setidaknya beban Allen sedikit ringan. Kalopun Aldrich tau semoga reaksinya kaya Koko.

Mulai seru nih.. lanjut Mak 💪😍
YuKa Fortuna: Kalo langsung nerima 22nya ga seru dong teh🤭
total 1 replies
AzkiaRuby
Jantungnya pindah ke lambung 😄
Ratih Tyas
Weh Allen seperti dah mulai ada debar debar cinta 🎶🎧🎤
Ratih Tyas
Matanya Allen dah mulai nakal🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!