NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 12

Beberapa hari kemudian…

Naia baru saja meletakkan sendok di piringnya usai menyantap sarapan sederhana bersama Bu Haja Wahidah.

Aroma teh manis masih mengepul hangat dari gelas di hadapannya, ketika suara langkah tergesa-gesa terdengar dari arah pintu.

Pak Haji Abidin muncul dengan wajah yang tegang, keringat menetes di pelipisnya, seakan membawa kabar yang membuat dadanya sesak.

“Bapak kenapa raut wajahnya kok cemas begitu?” tanya Naia penuh perhatian.

Bagi Naia, sosok tua itu sudah ia anggap lebih dari sekadar majikan, beliau bagaikan ayah kandung yang hadir di masa paling rapuh dalam hidupnya.

Pak Haji Abidin duduk di kursi, tangannya bergetar halus sambil mengatur napas.

“Rasid nggak masuk kerja hari ini, Nak. Istrinya baru saja melahirkan sementara hari ini pesanan telur dari toko-toko langganan bapak menumpuk banyak sekali.” jawabnya.

Bu Haja Wahidah terperanjat, meletakkan gelas tehnya dengan terburu-buru. “Lho, kok Rasid nggak ngabarin kalau Ani sudah melahirkan? Padahal ibu sama Naia bisa ikut menjenguk bayinya. Itu anak pertama mereka, pasti mereka butuh doa dan dukungan.”

Suasana seketika terasa hening, hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Naia menatap wajah lelah kedua orang tua angkatnya itu. Lalu ia tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.

“Kalau memang nggak ada supir lain, biar aku saja yang bawa mobil, Pak. Insha Allah bisa kok,” ucap Naia ringan sambil meneguk sisa susu murni di gelasnya.

Bu Haja spontan menggeleng cepat. “Astaghfirullah, Nak. Kamu itu masih baru disini, takutnya malah kesasar. Lagian kamu baru sembuh, istirahatlah dulu saja jangan memaksakan diri.” Nada khawatir begitu jelas terdengar.

Naia terkekeh kecil, mencoba menenangkan Bu Haja. “Kan ada GPS, Bu. Selama masih di Indonesia, insya Allah aku nggak bakal kesasar,” balasnya sambil sedikit bercanda, sembari merapikan celana jeans dan menyesuaikan hijabnya yang sedikit berantakan setelah menikmati menu sarapannya pagi itu.

Pak Haji dan Bu Haja saling pandang. Di satu sisi, mereka khawatir. Tapi disisi lain, mereka tahu benar kalau pekerjaan itu tidak mungkin tertunda. Akhirnya, dengan berat hati mereka mengangguk.

“Baiklah, Nak. Tapi kamu nggak sendirian. Biar Safar dan Kadir ikut menemanimu, supaya jalanmu nggak salah dan pekerjaan bisa lebih cepat selesai,” ujar Pak Haji dengan suara lembut tapi penuh penekanan.

“Betul. Tapi ingat ya, kamu hanya bawa mobil. Jangan coba-coba angkat rak telur. Badanmu masih butuh istirahat,” tambah Bu Haja sambil menepuk pelan pipi Naia, bahkan dengan manja mencolek hidung mancungnya perempuan muda yang sudah dua kali menikah itu.

Naia langsung menunduk mencium punggung tangan keduanya. “Siap, komandan!” ujarnya riang, menyembunyikan rasa haru dalam dadanya.

Ada kehangatan yang sulit ia lukiskan yaitu perasaan diterima, dijaga dan disayangi setelah sekian lama hidupnya hanya dipenuhi luka dan penyesalan serta kesedihan.

Di halaman depan, Safar dan Kadir sudah bersiap. Remaja SMA itu tengah menghitung rak-rak berisi telur dengan wajah serius.

Namun pandangannya berubah begitu melihat Naia datang dengan langkah ringan sambil memainkan gantungan kunci mobil. Dari bibir Naia terdengar lantunan dzikir lirih, membuat suasana terasa teduh.

Safar refleks mengangkat alis, tatapannya penuh heran seolah melihat sesuatu yang baru kali ini dilihatnya seumur hidupnya.

Naia yang peka langsung menghentikan langkahnya. Kedua alisnya bertaut, menatap Safar dengan sorot mata jenaka.

“Kenapa kamu lihat aku gitu? Kamu ragu sama kemampuanku, brotha?” tanyanya sambil membuka pintu bagian supir.

Safar buru-buru garuk kepala, wajahnya memerah menahan kikikan. “Hehe, nggak gitu Mbak… saya cuma kaget aja. Kok bisa ada bidadari surga yang tiba-tiba turun ke bumi, terus berdiri di hadapan saya begini.”

Naia terdiam sejenak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. “Dasar anak SMA…” gumamnya lirih, menutupi rasa hangat di dadanya.

Hari itu, tanpa mereka sadari, sebuah perjalanan sederhana dengan mobil bak penuh telur akan menjadi saksi kebersamaan yaitu antara seorang gadis yang tengah belajar berdiri dari luka, dan keluarga baru yang mengajarkan arti kasih sayang tanpa syarat.

Perjalanan mereka siang itu terasa jauh dari kata membosankan. Jalanan desa yang dipenuhi sawah menghijau dan riuh suara pedagang di pinggir jalan seakan menjadi latar harmoni bagi percakapan mereka.

Naia yang duduk di kursi sopir tak henti-hentinya menggoda Safar dan Kadir dengan candaan nyeleneh.

Sesekali ia pura-pura membelokkan setir dengan cepat hanya untuk melihat ekspresi Safar dan Kadir yang langsung panik.

“Woi Mbak, jangan bikin jantung saya copot dong!” protes Safar dengan wajah pucat, membuat Naia tergelak sampai air matanya hampir keluar.

“Astaghfirullah aladzim, Allahu Akbar ini namanya pagi-pagi sudah olahraga sport jantung,” ucapnya Kadir sambil berpegangan pada pintu mobil.

“Tenang aja, brotha. Kamu kan masih muda, kalau jantungmu copot, bisa tumbuh lagi…” jawab Naia asal, membuat Safar semakin salah tingkah.

Tawa kecil pun mengiringi perjalanan mereka hingga akhirnya mobil pickup berhenti di depan sebuah swalayan sederhana.

Naia mematikan mesin, lalu menengok ke kiri dan kanan memastikan alamat yang tertera.

“Apa benar ini tokonya Pak Hadi?” tanyanya sambil menunjuk papan nama toko.

“Betul sekali, Mbak. Pak Hadi pesan dua puluh rak telur ukuran jumbo. Beliau biasanya langsung bayar cash, jadi gampang,” jawab Kadir sembari turun dari mobil, mulai mengangkat beberapa rak telur dengan penuh tenaga.

Belum sempat Safar kembali, sosok Pak Hadi keluar tergesa-gesa. Lelaki berusia sekitar 45 tahun itu berhenti sejenak, matanya membelalak begitu melihat siapa yang duduk di kursi sopir.

Seorang gadis muda, cantik, berhijab rapi, dengan tatapan mata teduh tapi penuh percaya diri.

“Lho… Rasidnya mana? Kok yang nyupir cewek cantik?” tanyanya, senyum miring muncul di wajahnya.

Namun senyum itu tidak murni ramah lebih mirip tatapan genit yang membuat suasana langsung tidak nyaman.

Naia terdiam, tubuhnya menegang. Ia bisa merasakan tatapan mata Pak Hadi yang liar, menelusuri dirinya dari ujung kaki hingga ujung kerudung. Ada rasa risih yang menusuk di dadanya. Tatapan itu bukan sekadar melihat, tapi seolah menelanjangi.

Dengan wajah serius, Naia menegakkan tubuhnya. Sorot matanya tajam menatap balik lelaki paruh baya itu.

“Maaf, Pak Hadi bisa dijaga pandangannya? Saya kesini untuk antar pesanan, bukan untuk jadi bahan tatapan yang tidak pantas,” ucap Naia tegas, tanpa basa-basi.

Safar yang mendengar ucapan itu langsung menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menoleh ke arah Naia, tertegun sekaligus bangga dengan keberanian gadis itu.

Pak Hadi terkekeh kaku, salah tingkah karena ketahuan jelas. “Hehe… maaf, Mbak. Saya cuma kaget aja. Biasanya yang bawa mobil ini Rasid, jadi pas lihat ada supir baru, saya… ya… ya nggak nyangka,” ujarnya gugup, berusaha menutupi rasa malunya.

Naia tidak menanggapi lebih jauh. Ia hanya menghela napas, lalu melirik Safar bergantian dengan Kadir yang kembali sibuk menurunkan rak telur dengan hati-hati.

Dalam hati, Naia sadar betul dunia tidak selalu ramah bagi perempuan. Namun ia berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan membiarkan siapapun merendahkan harga dirinya lagi.

Ada desir aneh dalam dadanya, sebuah hasrat yang menyelinap di balik kagum. Tatapan itu seolah mencari-cari celah, mencoba menyingkap sosok Naia lebih jauh.

Dalam batinnya, Pak Hadi tak henti-hentinya terpaku pada sosok Naia.

“Astaga… siapa sangka, gadis berbalut hijab itu justru terlihat makin mempesona. Hijabnya menutup, tapi justru menambah anggun setiap gerak tubuhnya. Wajahnya bening, senyumnya sederhana, tapi tubuhnya, aduhai. Susah bagi mata lelaki untuk berpaling.”

Pak Hadi menggertakkan giginya pelan, merasa dadanya berdesir aneh. Ia terkenal di kampung sebagai duda genit yang suka menggoda perempuan muda, tapi baru kali ini ia merasa terpikat sedalam ini.

“Tidak… aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Gadis secantik ini harus jadi milikku. Aku duda mapan, punya usaha, punya nama. Kalau aku dekati dengan cara halus, cepat atau lambat Naia pasti luluh. Dan kalau aku serius dia pasti setuju jadi istriku.”

Bayangan itu membuat senyum tipis mengembang di wajahnya. Namun tatapan matanya yang nakal langsung terbaca jelas oleh Naia.

Teguran tegas gadis itu membuat langkahnya sempat goyah, meski dalam hati justru tekadnya semakin kuat.

“Semakin dia menjaga diri, semakin besar keinginanku untuk menaklukkannya.”

“Aku harus cari cara bagaimana pun, gadis seperti ini layak mendampingi aku. Kalau bisa kubujuk perlahan, mungkin dia mau jadi istriku. Apalagi aku duda, punya usaha, punya nama. Kalau aku serius mendekatinya, cepat atau lambat dia pasti luluh juga…” batinnya, penuh tekad yang bercampur dengan nafsu yang berbahaya.

Namun lamunannya buyar ketika Naia menegur tegas, membuatnya salah tingkah. Meski mulutnya berusaha minta maaf, dalam hatinya Pak Hadi justru semakin terpikat seakan rasa ditolak itu membuat keinginannya semakin besar.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho siap
total 3 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!