Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.
Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.
Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.
Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Tawaran Uang
Edo terdiam. Bola matanya seakan terikat kuat kepada penampakan milik si tante yang terbuka setengah. Itu memunculkan rangsangan cepat di dalam celananya.
Tahu remaja tampan yang menyelamatkannya dari jatuh telah terhasut pesona aset miliknya, cepat-cepat dia melepaskan diri dari dekapan Edo.
“Aduh, maaf jadi kebuka begini. Soalnya punyaku ini sedikit kebesaran, bikin kancing kemejaku mudah lepas,” ungkapnya dengan nada menggoda.
“Gak apa-apa. Justru saya yang harus minta maaf, Di sini lantainya memang agak licin,” sahut Edo, kikuk.
Tante itu mulai memasang kancing kemejanya kembali tapi dengan gerakan diperlambat, seolah sengaja dipelankan agar cowok di depannya tetap tergoda. Namun, Edo dengan sigap cepat-cepat alihkan pandangan ke tempat lain.
Edo lalu lanjut mengantar pembeli pertamanya ke meja makan lalu membangukan si pemilik usaha yang dari tadi masih saja tidur. Taufik sangat senang akhirnya ada pembeli. Dan yang beli perempuan cantik.
Pak Taufik membuat pesanan dengan riang gembira lalu menyuruh Edo mengantarkannya.
“Ini Tante pesanannya, nasi sama lauk ayam goreng spesial.” Edo meletakkan pesanan di meja.
“Aduuh, jangan panggil aku tante dong. Jadi ngerasa tua banget. Panggil mbak aja. Namaku Mbak Dian. Aku masih 40 tahun, loh,” koreksinya sambil meraih tangan Edo dan mengelusnya.
“Ba–baik … Mbak Dian.” Edo canggung karena tangannya dipegang oleh tante-tante cantik.
Edo menarik tangannya dengan pelan lalu mempersilahkan tante Dian mencoba hidangan yang disediakan.
“Humm, lezatnya!” puji Dian yang mulai menyantap ayam gorengnya. Edo yang masih berdiri di tempatnya ikut senang mendengarnya.
“Syukurlah kalau enak. Saya permisi dulu, ya, Tante… eh, Mbak Dian maksud saya.”
“Loh mau kemana?” cegah Dian.
“Mau ke belakang dulu.”
“Duduk aja sini. Ada yang mau aku omongin.”
“Saya mau ke sana. Gak enak ganggu Mba makan?”
“Gak apa-apa. Udah duduk aja. Aku mau ngomong hal penting!” tukas Dian sambil tersenyum dan tetap menyantap makan siangnya.
Edo yang jadi penasaran dengan hal penting apa yang ingin diomongin lantas duduk di seberang meja.
“Mau ngomong apa, Mbak?”
Dian berhenti menyantap makanannya. “Jadi gini, kamu cowok remaja yang wajahnya paling ‘Wow’ yang pernah kulihat. Mau gak melayani mbak di hotel? Akan kubayar dengan harga tinggi untuk sekali pertemuan. Gimana?”
“Maksud Mba?”
“Maksudnya, tidur bareng sama aku. Terus kita gitu-gituan. Kamu di atas, aku di bawah. Ngerti kan? Aku bayar kamu 10 … oh tidak, 20 juta per sekali pertemuan.”
Edo tersentak kaget. Paham dengan tawaran Dian. Dengan suara tegas namun tetap sopan, Edo lalu berkata, “Maaf, Mba. Gak tertarik. Saya bukan orang yang seperti itu.”
Dian berdecak kecewa. “Kamu ini! Oh iya, namamu siapa?”
“Edo.”
“Edo … Kamu itu punya wajah yang gak pantas kerja di tempat seperti ini. Tempat ini juga aku lihat sepi. Malah cuma aku yang beli. Pasti kamu digaji sedikit di sini. Kalau mau dapat uang banyak dan cepat, ikut Mba aja.”
Edo hanya tersenyum canggung menanggapi. “Maaf sekali lagi. Memang benar saya lagi butuh banyak uang, tapi bukan berarti saya mau untuk pakai cara kaya gitu.”
Edo berdiri cepat dari kursinya. “Saya permisi dulu. Silahkan lanjutkan makan siangnya, Mbak Dian.”
Tanpa basa-basi lagi, Edo berlalu pergi. Sejujurnya ada rasa tergiur dengan tawaran uang 20 juta untuk sekali pertemuan. Apalagi orang yang menawarinya adalah tante-tante cantik yang lekuk tubuhnya seperti cewek muda.
Namun, Edo tetap mampu tegas menolak karena tujuan utamanya ingin kaya supaya bisa memantaskan diri bersama Putri. Andai Putri tahu cara Edo bisa kaya adalah dengan bersedia tidur dengan tante-tante, tentu itu malah membuat Putri tidak mau menjadi istri Edo meski sudah berwajah tampan.
“Tahan, ini cuma rintangan hidup. Aku harus jadi orang kaya dengan cara yang benar!” rutuk Edo di dalam batin, menasehati diri sendiri.
Dian yang melihat Edo berlalu cepat hanya bisa diam dengan wajah jengkel. Baru pertama kali ini ada cowok yang tegas menolak pesona dirinya dan uangnya.
“Kita lihat, apa nanti kamu sanggup menolakku lagi, Edo!” Dian menyeringai.
Setelah selesai makan, Dian langsung membayar dan bergegas pergi. Edo melihat Dian berlalu dengan perasaan lega.
“Sekali ada pembeli, langsung dapat cewek cantik. Orang ganteng memang hebat. Bawa keberuntungan. Haha,” goda Taufik sambil menepuk punggung Edo.
Edo cuma membalas candaan Taufik dengan senyuman kecil. Edo pun kembali pergi ke luar untuk menerapkan cara seperti sales lagi. Dia berdiri di dekat pintu dan menawari orang-orang yang lewat.
Hasilnya lagi-lagi ampuh. Banyak yang terpancing masuk ke dalam warung. Dan semua yang masuk adalah para wanita muda dan emak-emak.
Jelas, itu karena mereka langsung terpikat dengan paras Edo yang membuat para wanita bersedia makan di tempat pak Taufik.
Bukan cuma para wanita, para laki-laki yang lewat juga ditawari Edo untuk mampir makan. Tapi hasilnya tidak seberhasil saat menawari ke para wanita.
Kalaupun ada, laki-laki yang tertarik untuk makan adalah tipe-tipe yang gayanya sedikit melambai.
Pak Taufik yang biasanya duduk santai hingga ketiduran di jam-jam sekarang, kini dibuat kerepotan akibat kedatangan banyak pembeli. Pak Taufik tentu senang bukan main.
“Akhirnya aku mendapatkan karyawan yang juga bisa jadi penglaris,” batin Taufik sambil sibuk membuat menu pesanan. Dia menangis bahagia.
Edo juga jadi makin semangat 45 untuk berjualan. Dia merasa langkah pertama untuk menjadi orang kaya kian dekat.
Warung makan pun tutup di jam 3 sore. Padahal harusnya tutup di jam 6 sore lantaran menu makanan sudah habis terjual semua. Sekarang Taufik sedang sibuk menghitung uang dari lacinya dengan mata berkaca-kaca.
“Sudah lama bapak tidak melihat uang sebanyak ini!” ujarnya. Dia menangis lagi.
“Ini berkat kamu nak Edo. Wajah gantengmu jadi penglaris,” lanjutnya, memuji.
“Nggak Pak. Mungkin bisa ramai karena saya pakai trik sales,” ujar Edo sambil mengangkut piring-piring kotor menuju dapur.
Pak Taufik malah makin dibuat terharu. “Kamu ini! Udah ganteng, gak sombong pula. Benar-benar karyawan idaman.”
Edo hanya bisa tersenyum dan ikut terharu. Sejujurnya Edo memang tidak percaya kalau ramainya pembeli hari ini karena 100 persen pengaruh ketampanannya. Baginya itu dirasa terlalu berlebihan.
“Tapi kalau yang dikatakan Pak Taufik benar. Berarti punya muka ganteng memang benar-benar bawa keberuntungan,” batin Edo, menganalisa sendiri.
Selesai beres-beres, Edo diberikan upah 100 ribu untuk kerjanya hari ini. Ia bersyukur karena upahnya terbilang cukup.
Sementara di tempat yang cukup jauh, Miya yang masih mengenakan seragam sekolah memasuki sebuah toko baju pria. Ia berniat ingin membelikan Edo beberapa pakaian sebagai hadiah.
“Di dalam buku novel, Elisa ngasih hadiah pakaian ke pangerannya, lalu si Pangeran langsung jatuh cinta ke Elisa. Aku juga harus ngelakuin hal yang sama. Hihihi!” gumamnya sambil memilih-milih baju dengan semangat.
Selesai membeli beberapa pakaian, Miya membayarnya ke meja kasir, lalu pergi dari toko itu.
Tapi langkah kakinya dibuat terhenti di saat ia melewati sebuah toko pakaian wanita tak jauh dari toko sebelumnya. Miya terpaku kepada sebuah pakaian seksi yang terpampang di kaca etalase. Sebuah gaun tidur minim kain yang biasanya dibeli para wanita untuk menggoda pasangannya. Siapa saja yang memakai gaun itu, niscaya para lelaki akan bertekuk lutut.
Miya tersenyum. “Beli itu juga deh buat menggoda pangeranku.”