NovelToon NovelToon
Satu Malam Dengan Kakaknya

Satu Malam Dengan Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Tukar Pasangan / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Meldy ta

Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.

Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.

Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.

Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.

Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Godaan Membakar

"Ren! Ada apa denganmu? Kamu kenapa? Kamu tahu bagaimana aku masih mencintai Reyhan. Lalu kamu siapa bisa merusak momen itu?" kesal Emma setelah menarik Reno ke tempat sepi.

"Maafkan aku, Em. Tapi setelah malam itu ... aku benar-benar menginginkan dirimu lagi, Emma. Rasanya aku tidak ingin melihat kalian bersama lagi. Apalagi Reyhan sudah memiliki Adelia."

Emma tersenyum sinis. Ia paham jalan pikiran Reno. "Ayolah, Reno ... aku bukan wanita bodoh yang bisa kamu permainkan atas dasar nafsu sesaatmu itu."

"Siapa yang mempermainkan mu, Emma? Tidak ada. Aku sungguh menyukaimu sekarang, dan nanti pasti Karin akan berpisah denganku."

"Maaf, Reno. Tapi emosimu sama sekali tidak stabil. Kamu ... belum sepenuhnya dewasa, hanya tubuhmu yang kekar, otakmu tidak. Berhenti berpikir kalau kamu bisa mendapatkan hatiku sekaligus. Kita dari awal memang hanya sekedar sandiwara. Walaupun malam itu ... ya, anggap saja hanya pemanasan."

"Pemanasan sampai kamu berkeringat dengan desahanmu itu, begitu?"

"Cukup, Reno. Kita sedang di kantor. Kita akan bahas itu lain kali. Tapi tolong, jangan rusak momen ketika aku bersama Reyhan, paham?"

Meninggalkan Reno yang masih mematung di tempat.

---

Hujan tipis turun di luar jendela kantor Jonathan Group. Dengan sengaja Emma menemani Reyhan setelah perdebatan kecil antara mereka bertiga hari itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan gedung mulai sepi. Di lantai tertinggi, hanya ada lampu di ruang direktur yang masih menyala.

Di dalamnya, Emma duduk bersandar di kursi tamu, kakinya bersilang anggun, memperhatikan Reyhan yang menatap layar laptop tanpa suara.

"Rey, kamu nggak mau istirahat sebentar? Sudah tiga jam tanpa jeda," ucap Emma lembut, suaranya seperti alunan musik yang penuh nostalgia.

Reyhan mengusap wajahnya yang lelah. "Aku harus menyelesaikan laporan ini malam ini juga."

Emma bangkit dan melangkah mendekat. Aroma parfumnya menyeruak, membangkitkan memori lama di benak Reyhan. Ia meletakkan segelas kopi panas di samping laptop. "Kalau begitu, setidaknya minum dulu. Jangan sampai kamu tumbang. Aku nggak mau kamu sakit."

Reyhan memandangnya sekilas. Ada tatapan tajam yang berusaha ia pertahankan, tapi juga keraguan yang mulai merambat. "Kenapa kamu melakukan ini? Kita bukan siapa-siapa lagi, Em."

Emma tersenyum tipis, lalu duduk di tepi meja. "Mungkin bukan siapa-siapa … tapi aku masih seseorang yang pernah kamu cintai, bukan?"

Reyhan terdiam. Ia benci mengakui itu, tapi hatinya berdebar lebih cepat. Emma perlahan menyentuh pundaknya, jarinya bergerak ringan seperti dulu.

"Rey…" bisiknya, wajahnya mendekat. "Kenapa kita harus berpura-pura kalau kenyataannya rasa itu masih ada?"

"Jangan buat ini jadi lebih rumit," kata Reyhan, suaranya serak. Ia hendak berdiri, tapi Emma lebih cepat memegang tangannya.

"Kalau kamu nggak ingin, dorong aku sekarang juga," tantangnya, matanya berkilat penuh emosi.

Reyhan diam. Tubuhnya tegang, tapi ia tidak menarik tangannya.

Dalam sekejap, bibir Emma sudah menempel di bibir Reyhan. Ciuman itu lembut, lalu semakin dalam, mengaduk semua rasa yang pernah mereka simpan. Reyhan mencoba menahan diri, tapi akhirnya membalas ciuman itu. Tangannya terangkat, menahan pinggang Emma dan menariknya lebih dekat.

"Emma…" desah Reyhan di sela-sela ciuman, tapi itu bukan penolakan. Itu adalah kerinduan yang akhirnya pecah.

Mereka jatuh ke sofa di sudut ruangan. Emma menindih Reyhan, jarinya menyibak rambut pria itu sambil terus menciumi bibir dan rahangnya.

Reyhan membalas dengan ciuman yang makin panas, tangannya menyusuri punggung Emma, menyadari betapa rapuh pertahanannya kini.

"Kenapa kita harus menahan diri, Rey?" bisik Emma di telinganya. "Bukankah dulu kita pernah punya semua ini?"

Reyhan hanya menarik napas panjang, matanya terpejam. Malam itu menjadi saksi bagi dua jiwa yang tersesat dalam godaan masa lalu.

Di kantor, Reyhan dan Emma masih terdiam setelah badai itu. Emma menyender di dada Reyhan, memainkan kancing kemejanya yang sedikit terbuka.

"Kamu nggak pernah benar-benar membenciku, kan?" tanya Emma pelan.

Reyhan menghela napas panjang. "Ini salah. Aku sudah menikah, Em."

"Tapi kamu masih mencintaiku," jawab Emma mantap. "Dan itu … tak pernah salah."

Reyhan bangkit, merapikan bajunya. Ia tak berani menatap Emma. "Aku harus pulang."

"Pulang ke rumah yang hampa?" sindir Emma. "Atau pulang ke istri yang hanya kamu jaga karena rasa bersalah?"

Reyhan menatapnya tajam kali ini. "Jangan bicara tentang Adelia. Dia … rumahku."

Emma tersenyum tipis. "Rumah … atau pelarian, Rey?"

Reyhan terdiam. Kata-kata Emma menghantam tepat di hatinya, membangkitkan semua keraguan yang ia coba kubur sejak lama. Ia menarik napas dalam, tapi dadanya terasa sesak.

"Kenapa kamu selalu datang di saat aku hampir merasa damai?" bisik Reyhan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Emma.

Emma mendekat. "Karena aku tahu … di dalam damai itu, ada bagian dirimu yang masih mencari aku."

"Em… jangan lakukan ini lagi," ucap Reyhan, suaranya berat. Ia memejamkan mata saat Emma semakin mendekat.

"Tapi kamu tidak menjauh. Bahkan setelah sisa nafas kita tadi," balas Emma lembut, kini berdiri hanya beberapa sentimeter dari wajahnya. Nafas mereka hampir beradu.

Reyhan menahan dirinya. Ia ingin mundur, tapi tubuhnya seperti berkhianat. Kenangan masa lalu—tawa Emma, senyumnya, sentuhan hangatnya—berputar cepat di kepalanya. Saat ia membuka mata, wajah Emma sudah begitu dekat.

"Kalau aku masih berarti … katakan sekarang," bisik Emma. "Atau aku akan pergi. Kali ini untuk selamanya."

Reyhan tidak menjawab dengan kata-kata. Tangan besarnya terangkat, menangkup pipi Emma. "Kenapa kamu harus muncul lagi?" gumamnya sebelum bibir mereka akhirnya bertemu dalam ciuman panjang yang penuh kerinduan terlarang.

Ciuman itu intens, menyalurkan semua emosi yang selama ini terpendam—amarah, rindu, cinta yang tak pernah mati. Reyhan menarik tubuh Emma ke pelukannya, dan ia tidak peduli lagi pada apapun selain detik ini.

"Rey…" bisiknya di antara jeda. "Aku masih mencintaimu."

Reyhan memejamkan mata, hatinya berperang. Tapi bibirnya tak berhenti. Seolah ingin mencari jawaban di sana.

Jemari Reyhan menjelajah wajah Emma, menghafal kembali setiap lekuk yang pernah ia puja. "Maafkan aku ..." desahnya, namun ciumannya justru semakin panas.

"Maaf?" Emma tersenyum pahit di sela ciuman, "Jangan pikirkan orang lain dulu, sayang."

Ruangan itu menjadi saksi keintiman yang seharusnya tak pernah terjadi. Mereka hanyut, menyingkirkan logika demi hasrat yang tak terbendung. Hingga selembar kain pun tak lagi tersisa, terlihat polos dalam balutan mesra.

Setelah lama, Reyhan akhirnya menarik diri perlahan. Dahinya bersandar di dahi Emma, napas keduanya memburu. "Aku harus pergi," ucap Reyhan pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Emma menggenggam tangannya, menatapnya penuh arti. "Pergilah … tapi ingat, aku akan selalu jadi bagian dirimu."

Hubungan mereka belum kembali terucap, meskipun malam bersama telah kembali dibuat.

Reyhan berdiri, matanya masih berantakan sambil merapikan kembali pakaiannya dengan rasa bersalah dan keinginan yang belum padam. Ia berjalan keluar, meninggalkan Emma sendirian di ruangan itu—tapi dengan hati yang semakin kacau.

Tapi belum jauh langkahnya berjalan, Reyhan kembali memutarkan badannya. "Emma, kamu begitu membuatku gila."

1
Adinda
lanjut thor
Adinda
sudah del lebih baik cerai saja
NurAzizah504
seromantis ini dibilang datar?! /Sob/
NurAzizah504
mantapppp
NurAzizah504
dan kamu termasuk salah satunya
NurAzizah504
kali aja reyhan memiliki firasat kalo adel hamil
NurAzizah504
hai, Thor. aku mampir nih. jgn lupa mampir di lapakku juga, ya. 'Istri Kontrak Sang Duda Kaya'. terima kasih ^^
NurAzizah504
hayo, Del. tanggungjawab tuh /Facepalm/
NurAzizah504
ya ampun /Sob/
NurAzizah504
wah, ada juga ya kasus begini. hubungan hambar lah istilahnya
NurAzizah504
ini bukan lagi ditusuk. tp ditikam berkali2
Adinda
cerai Saja del suami kamu gak perduli sama kamu,kamu keguguran saja dia tidak tau karena asyik dengan jalangnya
Adinda
cerai saja adelia untuk apa sama suamimu tukang selingkuh
Cindy
lanjut kak
Adinda
cerai aja del tinggalin reyhan buat apa bertahan kalau dia bersama dengan jalangnya terus
Adinda
pergi adelia tinggalin reyhan buat apa bertahan sama pria yang tidak bisa lepas dari masalalu
Cindy
lanjut kak
Adinda
lebih baik adel tinggalin reyhan dan cerai tak usah punya urusan sama keluarga itu lagi
Cindy
next
Cindy
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!