Cinta adalah satu kata yang tidak pernah ada dalam hidup Ruby. Hati dan kehidupannya hanya ada rasa sakit, derita, amarah, kebencian dan dendam yang membara.
Sedangkan Kevin adalah satu nama yang tidak pernah masuk dalam daftar hidupnya.
Sayangnya kehadiran Kevin yang tanpa sengaja mampu menghidupkan rasa cinta dalam hati Ruby. Sekeras apapun Ruby menolak cinta itu, tapi hatinya berkata lain yang membuatnya semakin marah.
Cinta yang seharusnya indah namun membuat hidup Ruby semakin tersiksa. Ruby merasa telah mengkhianati Ibu dan prinsipnya untuk tidak akan jatuh cinta.
Akankah Ruby mengakui dan menerima cinta itu? Atau pergi dan menghilang membawa cinta yang semakin menyiksa hidupnnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
Alika datang ke sekolah dengan wajah cerah, senyum cantik menghiasi bibirnya bahkan sejak gadis itu bangun tidur. Dengan langkah riang, Alika menghampiri Ruby yang berada dalam kelasnya. Seperti biasa, Alika melihat Ruby yang duduk termenung sambil menatap bingkisan persegi panjang yang dihiasi pita warna pink.
"By, lo gak pingin cari tahu siapa yang kasih hadiah-hadiah ini?" tanya Alika duduk di bangku yang ada didepan meja Ruby.
Ruby menatap Alika sekilas, lalu pandangannya kembali menatap hadiah yang ada di mejanya. Alika berdecak pelan karena sepertinya Ruby sama sekali tidak perduli dengan si pengagum rahasia itu.
"Udah deh, lupain aja. Gue ada berita baru," kata Alika antusias. "Lo tahu? Gue udah jadian sama Kevin, aaaa!!!" seru Alika kegirangan memberitahu Ruby.
"Ya ampun, By. Lo tahu 'kan kalau gue suka banget sama Kevin, gue sama sekali gak nyangka kalau Kevin bakal nembak gue." Alika cerita panjang lebar tentang kegilaan nya pada Kevin dengan ekspresi berseri-seri seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta pada umumnya.
Jangan tanya bagaimana reaksi Ruby, gadis itu hanya mendengar dan menatap datar pada Alika. Ruby heran kanapa seseorang bisa menyukai orang lain segila itu? Semenarik itukah seorang Kevin di mata Alika?.
"By, lo diam aja sih." protes Alika karena cerita panjang lebarnya tidak di respon oleh Ruby.
"Selamat ya," ucap Ruby singkat.
"Iss, gue udah cerita sampai berbusa. Lo cuma ngucapin selamat doang?" Alika sedikit kesal. Namun baginya, Ruby adalah orang yang tepat untuk berbagi cerita tentang Kevin. Karena Alika sangat tahu jika Ruby tidak akan pernah tertarik dengan Kevin, tidak seperti gadis lainya yang juga tergila-gila pada Kevin.
Drtt ... Drtt ... Drtt ...,
Ponsel Ruby bergetar, sebuah pesan dari nomer baru masuk di aplikasi hijau miliknya.
📩
'Have a nice day, my Bee'
Ruby mengerutkan keningnya membaca pesan itu. Meskipun nomer itu baru, tapi Ruby tahu jika itu adalah nomer Kevin, karena pria itu memasang PP yang sok narsis menurutnya.
"Dasar lebay," batin Ruby kembali menyimpan ponselnya, tanpa membalas pesan Kevin.
"By, gue balik ke kelas." Alika beranjak dari hadapan Ruby, karena bel tanda masuk sudah berbunyi.
...
"Lo beneran pacaran sama Alika?" tanya Dino penasaran, begitu pula dengan Gio dan Steve. Mereka sedang berkumpul di basecamp seperti biasa setelah pulang sekolah.
"Kenapa pada ngeliatin gue kaya gitu?" heran Kevin meraih gitar dan mulai memetik senar yang menghasilkan nada indah.
"Alika itu cewek baik-baik," kata Dino. Kevin melirik kesal, seolah dirinya bukan cowok baik untuk Alika.
"Lo pikir gue bukan cowok baik?" sungutnya.
"Bukan gitu, tapi kita tahulah track record lo. Kalau cuma mau main-main, gue saranin jangan sama Alika. Kasihan dia." kata Dino panjang lebar.
"Tapi yang lo pada harus garis bawahi, gue gak pernah ngerusak anak orang. Karena selama ini mereka yang mau, lagian mereka juga udah ...," Kevin menggantungkan kalimatnya dan melirik teman-temannya.
"Ckk, kalian pasti tahu lah maksud gue." decak Kevin kembali memetik senar gitarnya.
"Jadi, kenapa lo pacarin Akila? Apa motivasinya?" kali ini Gio yang bicara.
"Apa ya? Emang pacaran mesti ada motivasi?" Kevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Terus apa motivasi kalian menjomblo?" ledek Kevin. Sebab, diantara mereka berempat, hanya Kevin yang selalu punya pacar.
Apalagi Steve, cowok irit bicara itu sama sekali tidak pernah melirik cewek. Bahkan Steve sejak tadi hanya menyimak pembicaraan mereka tanpa mengeluarkan suaranya.
"Sialan lo!" sungut Dino kesal, Kevin tersenyum lebar merasa unggul.
"Kalian kayak gak kenal gue aja. Selama ini kan, gue pacaran tanpa rasa cinta. Suka sama suka gitu aja," kata Kevin mengingat Alika. "Gue liat Alika suka sama gue dan gue yakin kalian juga bisa liat itu kan? Jadi, gue pacarin aja, gue gak ada niat mempermainkan nya. Kecuali ...," Kevin menyeringai, membuat teman-teman nya paham akan isi otaknya yang kotor.
"Parah sih lo, kalau sampai ngerusak cewek kayak Alika." kata Dino yang paham dengan isi kepala temannya.
"Mana ada, tapi kalau dia yang mau, masa iya gue tolak. Gue normal bro." Dino yang semakin kesal dengan omongan Kevin, melemparkan bantal kecil pada temannya itu.
"Gila lo!" umpat Dino malah membuat Kevin terkekeh. Steve hanya menggelengkan kepalanya mendengar obrolan absurd teman-temannya.
"Alika bukan tipe cewek kayak gitu," kata Steve setelah bungkam sejak tadi. Pria itu memakai headset nya dan mulai bermain game dengan benda pipih yang menjadi jendela dunia.
"Benar kata, Steve." ucap Gio setuju dengan apa yang di katakan Steve. "Asal jangan lo cemari otak sucinya!" sambung Gio. Kevin hanya mengangkat bahunya tidak perduli, toh alasan Kevin menjadikan pacarnya hanya untuk membuat Ruby cemburu.
...
Ruby memacu kendaraan roda dua itu dengan kecepatan tinggi. Dengan menggunakan atribut lengkap bak pembalap profesional, gadis itu dengan percaya diri melewati trek lintasan yang berliku dan panjang.
Hidup sebatang kara tanpa pengawasan siapapun, membuat Ruby bebas melakukan apa saja yang dia sukai. Termasuk kegiatan yang memacu adrenalin dan cukup berbahaya bagi sebagian orang, namun tidak dengan Ruby. Ia menikmatinya, sekaligus menjadikan tempat pelampiasan emosinya.
Cittttt......
Suar ban motor itu berdecit karena Ruby mengerem hingga meninggalkan bekas di aspal lintasan. Ruby membuka helmnya hingga rambut panjangnya tergerai indah, matanya terpejam dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tiga menit tujuh belas detik, Nona." ucap seseorang menghampiri Ruby dengan menunjukkan stopwatch.
"Terimakasih paman," ucap Ruby dengan wajah datarnya. "Bawa dia ke tempat biasa," kata Ruby menunjuk motor merah yang baru dikendarai nya, lalu pergi begitu saja membawa sebuah tas ransel menuju toilet.
Setelah 15 menit di toilet, Ruby keluar dengan mengenakan pakaian yang berbeda. T-shirt putih dan rok mini hitam, namun rambutnya dibiarkan tergerai, menambah kesan girly meskipun tidak ada senyum diwajahnya.
Ruby mengendarai sedan hitam dengan kecepatan normal. Kali ini Ruby tidak bisa menambah kecepatan laju kendaraannya karena jalanan cukup padat. Sesekali Ruby melirik jam yang ada di tangannya dan mendesah pelan.
Mobil yang dikendarai Ruby berhenti disebuah tempat parkir restoran, gadis itu langsung menuju sebuah private room yang ada di restoran itu.
"Maaf, saya terlambat." ucap Ruby begitu masuk ruangan itu.
"Selamat datang, Nona." sambut seorang wanita paruh baya menjabat tangan Ruby.
"Sebaiknya, kita makan dulu." katanya. Linea, adalah orang kepercayaan ibu Ruby dan sahabat satu-satunya. Linea juga yang memimpin perusahaan mendiang sang ibu, hingga Ruby cukup umur untuk menggantikan posisi itu.
"Kenapa Tante tiba-tiba datang kesini?" tanya Ruby. Gadis itu memang tidak suka jika seseorang yang mengenalnya datang berkunjung.
"Bukan tiba-tiba, sayang. Tante datang kesini karena perjalan bisnis juga, perusahaan kita akan memulai bekerja sama dengan salah satu perusahaan terbesar yang ada disini. Tante pikir, sekalian bertemu denganmu." jelas Linea. Dia sangat tahu jika Ruby tidak suka di kunjungi.
"Kamu apa kabar? Bagaimana dengan sekolahmu?"
"Aku baik, sekolahku juga baik."
"Bukankah sebentar lagi kamu akan lulus? Kamu ...,"
"Aku akan kuliah disini, aku belum ingin kembali." sela Ruby tahu apa yang akan Linea tanyakan.
"Baiklah," Linea mengalah, tidak ingin memaksa Ruby.
"Tapi Tante bisa membawa dia pulang, dia sangat menyebalkan." Linea tersenyum hangat. Wanita itu sudah menganggap Ruby seperti anaknya sendiri, karena sejak lahir, Linea yang mengurus Ruby.
"No, dia akan tetap disini. Tante tahu kau bukan anak kecil lagi, tapi biarkan dia tetap disini." Ruby berdecak kesal mendengar itu. Meskipun tidak ada yang berani melawannya, tapi Ruby tidak suka jika dimata-matai.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗
Mau tahu dong, readers aku dari kota mana aja? Di tempat kalian lagi musim apa? Sehat-sehat ya kalian, panjang umur dan murah rezeki 🤲🏻🤲🏻🤲🏻
kritik dan sarannya di tunggu.
Sarangeeee sekebon jagung tetangga 🫰🏻🫰🏻🫰🏻