Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Keesokan harinya, sinar matahari pagi menyusup melalui celah tirai kamar Elsa. Gadis itu duduk di depan cermin, memperhatikan bayangan dirinya.
Sekilas, ucapan Axel semalam, masih terngiang jelas di benaknya.
"Jadilah dirimu sendiri. Jangan mengubah dirimu karena siapapun. Jika dia mencintaimu, dia tidak akan memintamu untuk berubah atau membandingkan mu dengan wanita lain. Tetapi, dia akan mencintaimu apa adanya."
Elsa menarik napas dalam, menatap riasan tipis di wajahnya. Lalu, ia mulai menghapusnya riasannya. Rambut panjangnya ia ikat kuncir kuda atau ponytail dan mengaplikasikan moisturizer dan Sunscreen di wajahnya.
Dia tersenyum kecil. Ada rasa lega yang mengalir dalam dirinya, seperti menemukan kembali dirinya yang sempat hilang.
"Ini aku, yang sebenarnya," gumamnya pelan.
Elsa bangkit dari tempat duduknya, menyandang tas sekolah, dan membuka pintu kamar. Namun, ia nyaris menabrak seseorang yang berdiri tepat di depannya.
"Astaga, kak Axel. Kau ini mengagetkanku saja," serunya kaget.
Axel berdiri mematung, tatapannya terpaku pada wajah Elsa yang tampak berbeda dari biasa yang ia lihat. Ada kekaguman yang tidak bisa ia sembunyikan dari matanya. Wajah Elsa yang tanpa polesan, terlihat lebih natural dan memikat dari sebelumnya.
"Ng? Kenapa kau diam saja?" Elsa melambaikan tangannya di depan wajah Axel, menyadarkannya dari lamunan.
"O-oh, maaf," jawab Axel, mengalihkan pandangan cepat sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku hanya ... kau terlihat berbeda hari ini."
Elsa tersenyum tipis. "Iya, ini aku yang sebenarnya. Tanpa make-up, tanpa dandanan berlebihan."
Axel mengangguk, masih tidak mampu menyembunyikan ekspresi takjubnya. "Dan menurutku, kau lebih cantik seperti ini."
Elsa tertawa pelan, rona merah muncul di pipinya. "Jangan menggoda ku."
"Aku tidak menggoda mu," sahut Axel. "Aku hanya mengatakan yang sejujurnya."
Elsa menatap Axel. Entah mengapa, jauh di dalam hatinya, ada bagian kecil yang mulai goyah, yang mulai mempertanyakan, siapa sebenarnya yang benar-benar peduli padanya.
"Sudahlah!" ucap Elsa. "Oh, ya, Mana kak Roy?" tanyanya.
"Dia sudah berangkat pagi-pagi tadi."
Elsa mengangguk pelan. "Ya sudah, kalau begitu ayo kita berangkat. Jangan sampai kita terlambat," ucap Elsa.
Axel mengangguk. Ia berjalan mengikuti Elsa dari belakang. Dalam diam, ia tersenyum tipis. "Ujian kedua akan dimulai hari ini. Dan kau akan tahu, Elsa. Seperti apa pria bajingan itu," batin Axel.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka sampai di depan gerbang sekolah.
Mereka yang awalnya berjalan beriringan setelah turun dari bus, kini terpaksa berpisah karena Axel harus segera mengerjakan pekerjaannya. Sedangkan, Elsa dengan percaya diri, perlahan memasuki gerbang sekolah.
Beberapa siswa yang melihat penampilannya tampak saling berbisik. Wajah polos tanpa riasan, rambut yang hanya diikat sederhana, membuat Elsa tampak berbeda dari biasanya.
Di lapangan, Irfan berdiri bersama beberapa temannya. Tawa mereka pecah karena obrolan ringan, sampai salah satu dari mereka menunjuk ke arah Elsa.
"Eh, Fan. Bukankah itu pacarmu?" ujar salah satu teman Irfan.
Irfan menoleh, dan mendapati Elsa melambaikan tangan padanya sambil tersenyum. Namun, alih-alih membalas, Irfan justru mengerutkan kening, melihat penampilan sang kekasih
"Elsa kenapa? Dia seperti belum mandi seminggu!" celetuk seorang lagi.
"Fan, kau berpacaran dengan gadis kampung, ya? Biasanya Elsa selalu tampil cantik, tapi kenapa sekarang seperti baru bangun tidur, hah?"
Tawa pecah di antara mereka, membuat wajah Irfan menegang. Ia tersenyum canggung, lalu melangkah cepat menghampiri Elsa sebelum gadis itu sampai.
"Sayang, kenapa kau berpenampilan seperti ini?" bisik Irfan, sesekali melirik teman-temannya yang masih tertawa melihat ke arahnya.
Elsa menatap Irfan, masih dengan senyum hangat. "Kenapa? Apa aku terlihat aneh?"
Irfan menunduk sedikit. "Bukan aneh, sih. Tapi, kau terlihat cantik dan enak di pandang jika kau memakai make up."
"Tapi, Fan, bukankah aku seperti ini sebelumnya. Aku hanya ingin menjadi sebagai diriku sendiri. Salah?"
Irfan terdiam, matanya meneliti penampilan Elsa dari atas sampai bawah. Lalu, ia tersenyum paksa dan berkata, "Ya ... tapi lain kali, lebih baik kau menggunakan lipstik agar tidak terlihat seperti orang sakit. Kau tidak ingin membuatku malu, kan?"
Elsa mengepalkan tangannya, raut wajahnya berubah. "Malu? Kau malu dengan penampilan ku saat ini?" Elsa menggeleng pelan, tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Semalam, kau membentak ku karena tidak bisa membantumu. Dan sekarang, kau malu dengan penampilan ku?"
Irfan terdiam, melihat reaksi Elsa. "Gawat! Apa dia akan mengakhiri hubungan kami? Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku masih membutuhkan nya," batinnya panik.
Ia menarik nafas dalam, dan mulai berkata dengan lembut. "Bu-bukan begitu, sayang. Aku hanya suka dengan penampilan mu yang sebelumnya. Maaf, karena aku membentak mu semalam. Aku hanya bingung karena sampai saat ini, aku belum mendapatkan uang itu. Jangan marah, ya?"
Elsa tidak bisa berkata-kata lagi. Dia memilih pergi tanpa mengatakan apapun. Sepertinya memang benar, jika ia harus mempertimbangkan kembali hubungan mereka.
Di sisi lain, Axel bersembunyi di balik dinding lorong. Tatapannya tajam mengamati setiap gerak-gerik Irfan dan ekspresi wajah Elsa. Ia mendengar ucapan Irfan dengan jelas dan itu membuatnya murka.
Tanpa basa-basi, ia merogoh ponsel dari saku celananya, dan menghubungi seseorang. "Aku ingin, kau melakukan sesuatu."
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....