"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Penolakan
Bab kedua belas, "Tidak ada keindahan selain cinta yang saling menyapa dengan tatapan yang sama. Bahagia bisa dengan berbagai cara, asalkan ada rasa syukur yang menyertainya. Jika cinta menyapa dengan pandangan yang berbeda, itu bukan cinta. (Euis)
🌷🌷🌷
Jejeran piring keramik dan alat makan mewah nan cantik sudah tertata di atas meja makan dengan aneka masakan yang baru saja Euis dan Arini buat. Kening dan pelipis Euis sudah berembun dengan peluh, elusan lembut Arini di keningnya membuat senyuman Euis mengembang.
"Terima kasih Umy, maaf lupa bawa sapu tangan." ucapnya malu-malu.
"Maaf ya, Umy buat kamu lelah, tidak seharusnya kamu ikut masuk dapur, si kembar Mia dan Nia lagi ada urusan di kampung." ucap Arini tidak enak hati.
"Engga apa-apa Umy, saya yang gak enak cuma makan tidur aja di sini, gak boleh bantu-bantu kalau ada teteh kembar." Euis memberi senyuman manis.
Arini mengelus pucuk kepala Euis dengan lembut, "Neng, panggilkan Pras untuk sarapan, paling istrinya masih molor." ucapnya dengan penekanan di akhir kalimat.
"Iya Umy." Euis gegas berjalan ke arah rumah dua lantai yang diberi cat warna putih dan abu-abu dengan bangunan minimalis modern.
Langkahnya begitu yakin saat memasuki halaman rumah tersebut, namun saat melihat lampu kamar utama di lantai atas masih gelap, Euis menjadi ragu, pikiran tabu pun muncul dalam benaknya.
"Neng Euis, mau masuk? Tuan Pras sudah bangun. Silahkan masuk pintu tidak terkunci." sapa Tarjo supir pribadi Pras yang sedang membersihkan kaca mobil majikannya.
"Terima kasih mas Tarjo."
Euis pun kembali melangkah dengan perlahan dan pintu depan dengan mudah ia buka tanpa perjuangan yang berarti. Suara batuk kecil dari dalam terdengar, sepertinya Pras masih belum sehat, pikir Euis. Sosok lelaki tinggi tegap dengan hiasan rambut halus di rahang, membuat ketampanan Prasetya terlihat lebih tegas dan menarik.
Euis hampir lupa caranya bernapas saat melihat sosok pria tampan yang telah menikahinya ada di depan mata. Pria itu sedang memasang kancing kemeja kerja dengan wajah menunduk hingga ia tidak menyadari keberadaan istri keduanya.
Sepasang tangan seputih porselen dengan dihiasi jemari yang ramping dan lentik tiba-tiba muncul dari belakang punggung Pras, lalu melingkar dengan erat di pinggang Pras. Mata Euis melebar melihat pemandangan di depannya. Dia tidak sempat memalingkan wajah saat Pras berbalik dan mengecup sosok yang ada di balik punggungnya.
Kecupan-kecupan itu begitu nyaring dan erotis.
"Sayang, kamu kok udah rapih sih. Aku mau satu kali lagi, kamu engga kangen aku?" ucapnya manja, tangan yang tadinya melingkar di pinggang Pras kini naik melingkari lehernya.
"Aku ada meeting pagi, Ra." jawab Pras dengan suara serak seakan enggan melepas pelukan Haura.
"Permainan kamu makin hot Pras, kamu pasti sudah belajar dari video-video yang aku kirim. Tenagamu... Rraawrrr. Suamiku memang tiada duanya. Aku makin sayang kamu, Pras." Pras mengangkat tubuh molek Haura dalam dekapannya. Kaki indah itu pun melingkar sempurna di pinggang Pras.
Suara manja Haura di telinga Euis begitu menggelitik. Begitu pun suara kecupan mereka yang menggambarkan sebuah keintiman dari kerinduan yang mendalam.
Detak jarum jam seakan berhenti bergerak, mata sucinya dan semua furniture yang ada di ruangan itu menjadi saksi bisu kemesraan dan kehangatan cinta mereka. Mereka berdua asik memadu kasih seakan semesta mengizinkan mereka memainkan peran di balik layar.
Euis mematung, seiring dengan itu udara di sekitar Euis kian menipis, dadanya perlahan merasakan sesak. Terlintas di benaknya, bahwa kehadirannya di antara mereka adalah sebuah kesalahan, ia hanyalah orang luar yang tidak pantas masuk dan merusak kebahagian mereka.
Kaki gemetarnya pun ia paksa berubah arah, ia membalik badan untuk menjauh dan mengurungkan niat menjalankan perintah ibu mertuanya. Namun sayang gerakan kaki yang tergesa tanpa sengaja membentur keramik kecil yang terpajang dimeja sudut.
Praang...
"Siapa itu!" Suara bariton Pras terdengar.
Euis mematung sesaat, dengan gerakan perlahan ia berbalik kembali ke arah suami istri yang sedang memadu kasih. Tatapan matanya menyimpan sebuah kesedihan dan kekecewaan yang tidak ingin orang lain lihat, terutama sosok pria yang pernah menggenggam tangan ayahnya saat ijab kabul. Euis segera menundukkan pandangannya.
Sementara sosok pria yang sedang menggendong istrinya yang sah juga, begitu terperanjat, ia seperti suami yang tertangkap basah sedang selingkuh dengan wanita lain. Ia melempar tubuh Haura begitu saja hingga bokong Haura membentur lantai marmer.
"Sayang! Apa yang kamu lakukan, sakittt... " rengeknya dengan wajah yang mudah berubah. Antara marah dan manja nyaris tiada jeda.
Haura segera bangkit dan menatap nyalang pada sosok gadis berpenampilan sederhana di depannya.
"Heh, eceu! Ngapain kamu di situ! Mau ngintip kami ya, kamu disuruh ibu mertuaku memata-matai kami kan?!" bentak Haura
"Bu-bukan begitu Bu, saya diminta Bu haji ngabarin kalau sarapan sudah siap, bapak—ibu. Saya permisi... " ucap Euis lalu membalik badan kembali.
"Heh tunggu!! Kamu pembantu baru di sini kan! Bilang sama Bu haji, kami akan makan nanti siang." tegas Haura dengan nada tinggi
"Baik ibu akan saya sampaikan." Euis segera bergegas keluar dari rumah Pras dengan mata yang sudah terselimuti kaca-kaca yang siap pecah hanya dengan sebuah kedipan lembut.
Di dalam rumah Pras, keributan pun kembali terjadi.
"Ra! Kamu keterlaluan! Dia bukan pembantu!" bentak Pras dengan wajah mengeras.
"Lalu siapa? Orang suruhan Umy kamu buat mata-matain aku, Iya?!" balas Haura dengan nada tinggi.
"Sejelek itu pikiran kamu tentang keluargaku, Ra!" Pras menatap Haura dengan tatapan kecewa.
"Memang begitu kan kenyataannya, mereka selalu memandangku dengan hina dan selalu usil dengan urusanku. Sebaik apapun aku bersikap selalu salah di mata mereka. Mereka hanya pengganggu hubungan kita, Pras!" tuding Haura dengan mata nyalang di depan wajah suaminya
"Tutup mulutmu! Orangtuaku sudah terlalu banyak memaklumi semua alasanmu, mereka juga punya batas kesabaran, Ra! Kamu jangan hidup semaumu sendiri. Kamu jadi menantu di keluargaku, kamu harus ikuti aturan keluargaku."
"Aku gak bisa!!" tolak Haura wajahnya ia condong kan di depan wajah Pras
"When in Rome do as the Romans do!!" tegas Prasetya setengah berteriak.
"Aku tidak bisa kalian atur semau kalian. Sejak awal kita menikah, sudah aku bilang padamu, Pras. Aku mau menikah dengan kamu asalkan keluargamu tidak boleh ikut campur urusan rumah tangga kita! Tepati janjimu, Pras!" Haura masuk ke kamar lalu membanting pintu dengan keras.
Jedeerr!!
Pras memijat pelipisnya dengan satu tangan. Dia menghela napas dengan berat. Dengan kasar ia mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar rumah. Ketika langkahnya sampai di teras, Abi Ali sudah berdiri dengan wajah yang mengeras dan tatapan tajam di depannya.
"Apa yang kalian ributkan? Suara kalian terdengar hingga ke hutan halaman belakang." ucap Ali dengan nada dingin.
Pras mengusap tengkuknya dengan gelisah, "Bukan apa-apa Abi, sudah selesai masalahnya."
"Masuk ke rumah Abi, Umy menunggumu untuk sarapan." perintah Ali.
"Tapi Abi, Pras ada meeting pagi ini." dalihnya untuk menghindari pertanyaan dari keluarganya tentang Haura.
"Kamu meeting dengan pemegang saham kan? Pemegang saham terbesarnya ada di hadapanmu dan ia mau sarapan denganmu." Ali lalu melangkah meninggalkan putranya tanpa senyuman.
Pras meremas kedua telapak tangan dan pada akhirnya mengikuti keinginan orangtuanya.
Sebuah meja kayu dari jati absolute berukuran empat meter dengan dua belas kursi yang kokoh dan antik menghuni ruangan luas itu. Di tengah meja makan, bunga anggrek bulan diletakkan di dalam vas bunga keramik dengan ukiran khas jepang. Di sana telah menunggu Abi Ali, Umy Arini, Zaenab dan Euis. Pras terpaksa duduk di depan Euis karena tidak mungkin Prasetya mengosongkan satu kursi agar tidak berhadapan dengan Euis.
Pras tidak berani mengangkat pandangannya di depan Euis. Ia hanya menunduk melihat lauk pauk yang sudah tersaji. Dirinya tersentak saat piringnya diambil Euis untuk diisi nasi dan beberapa lauk.
"Nasinya cukup segini pak?" tanya Euis
"Tidak perlu! Saya hanya akan sarapan roti panggang." tolak Pras.
Euis menurunkan piring yang sudah terlanjur diisi nasi di hadapannya dan menukar pising kosong untuk meletakkan roti panggang yang masih hangat. Lalu ia letakkan di hadapan Prasetya.
"Euis, buatkan Pras kopi pahit." ucap Bu Arini.
"Iya Umy." Euis beranjak ke pantry untuk membuatkan kopi.
Baru saja kopi ia letakkan di hadapan Pras, terdengar tangisan Sandra yang melengking. Ia bergegas naik ke lantai atas untuk segera melihat keadaan Sandra.
Di meja makan semua sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya tidak ada obrolan apapun apalagi membahas mengenai Haura. Abi Ali dan Umy Arini juga tidak membahas Euis yang tiba-tiba meninggalkan meja makan dan lebih memilih melihat kondisi Sandra ketimbang mengisi perutnya. Mereka ingin Pras menilai sendiri bagaimana Euis begitu sigap dan telaten merawat Sandra dan juga bisa melayani Prasetya.
Keheningan itu membuat Pras tidak enak hati, ia telah berpikiran jelek terhadap kedua orangtuanya karena khawatir kembali di sidang dan dijejali omelan seperti kemarin. Selesai menghabiskan sarapannya, Pras berinisiatif membawakan Euis sarapan. Dia terlihat bingung saat mengisi piring dengan lauk untuk Euis makan. Zen menghembuskan napas dengan kasar melihat kelakuan abangnya.
"Teteh Euis sukanya makan rebusan aja buat sarapan, A'. Kalau nasi dan lauk biasanya nanti siang jam duaan. Udah gak usah sok perhatian, biar Zen aja yang antar ke atas." ketus Zen lalu menyudahi makannya.
"Biar Aa yang ke atas Zen, dimana rebusannya?" tanya Pras lalu berdiri
"Tuh!" Zen menunjuk dengan dagunya ke arah meja kitchen set
Diatas meja kitchen set sudah ada sekotak kecil rebusan ubi, pisang kepok dan jagung manis. Pras membawakan kotak yang mirip kotak bekal ke kamar atas.
Di depan kamar Euis yang sudah disulap menjadi kamar bayi, langkah Pras terhenti mendengar suara merdu Euis yang sedang melantunkan sholawat. Sesekali terdengar suara Sandra berceloteh lucu seakan sedang diajak berbicara.
"Adek kenapa boboknya sebentar? Udah gak sabar ya pengen digendong mama Haura? Adek mandi dulu biar wangi, biar mama Haura seneng ciumin ketek adek yang bau hasem." ucap Euis dengan suara lemah lembut
Terdengar bayi itu tergelak merdu seakan menjawab pertanyaan Euis. Hati Pras seakan tersayat, karena sejak kepulangan Haura kemarin, istrinya tidak sama sekali menanyakan keadaan putrinya. Mereka berdua malah bergulat diatas ranjang saling memuaskan hasrat yang sudah lama terpendam.
"Kenapa gak masuk A' ?" suara Zen mengagetkan Pras yang sejak tadi hanya berdiri mematung.
"Ehh... Kamu ngapain ke sini?" tanya Pras kikuk
"Mau kasih teh hangat buat teh Euis." Zen menyodorkan gelas yang berisi teh hangat ke tangan Pras. Lelaki itu mengangguk lalu masuk ke kamar Euis.
"Assalamualaikum maaf aku ijin masuk ya" ucap Pras canggung
"Wa'alaikumussalam, ada apa pak, bapak butuh bantuan?" tanya Euis dengan wajah terkejut.
"Aku bawakan sarapan kamu." ucap Pras
Hening.
Keheningan mengendalikan suasana di ruangan itu, hanya terdengar suara isapan dari bibir Sandra karena dot berisi ASI sudah memenuhi rongga mulutnya.
"Euis, Aku butuh waktu. Aku harap kamu bersabar. Aku butuh waktu sedikit panjang untuk melihatnya tanpa melibatkan perasaan yang tersisa, sebelum aku membagi perhatian untuk kalian berdua." ucap Pras memecah keheningan.
"Kita tidak punya pandangan yang sama tentang cinta pak Pras. Bagiku cinta tidak boleh terbagi. Sementara bapak dengan ibu Haura memiliki tatapan yang sama untuk memandang cinta. Jangan bagi cinta dan perhatian bapak untukku." ucap Euis dengan suara lembut
"Tapi kamu juga istriku." jawab Pras
"Kita hanya sementara kan? suatu saat aku akan pergi. Aku lebih nyaman seperti ini." ucap Euis dengan tegas.
Dada Prasetya seakan bergemuruh, seakan ada bongkahan batu besar menghimpit dadanya, ucapan Euis adalah sebuah penolakan akan perasaannya yang perlahan mulai tumbuh.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g ...
Like dan komennya membuat hati author senang.. Terima kasih 🩷🩷
wajar Harris gak euis istri kedua prass....