Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
Sang kakek menatap ke arah security. "Seorang pemuda tampan ya? Suruh masuk saja karena memang aku yang sudah memintanya untuk datang kemari."
Security segera melangkah keluar untuk melaksanakan perintah sang Kakek.
Tak berapa lama muncullah seorang pemuda tampan yang tidak asing lagi bagi Iva dan Cakra. Mereka sempat terperangah melihatnya.
"Kamu?"
Serentak Iva dan Cakra berucap dengan pandangan tak beralih ke arah pemuda tersebut.
Ya, pemuda itu ternyata adalah Ben.
"Ya, Iva. Akulah yang dulu di jodohkan oleh Almarhum Papahmu dan Almarhum Papahku. Kakek, apa kabar?"
Ben beralih menghampiri Kakek Abraham untuk mencium punggung tangannya.
"Alhamdulillah baik, Cu. Jadi kalian sudah saling mengenal? Baguslah, Kakek nggak perlu panjang lebar untuk menjelaskan siapa kamu ke Iva. Semoga hubungan kalian kedepannya semakin terarah dan Iva bisa membuka hatinya untukmu. Kamu yang sabar ya dalam menghadapi Iva karena sifatnya yang keras kepala."
Sang Kakek beberapa kali menepuk bahu Ben.
"Kek, jika aku tidak sabar mana mungkin aku menunggu Iva hingga saat ini. Walaupun aku tahu dia dulu kabur dan lebih memilih lelaki lain. Tapi yang namanya hati nggak bisa dibohongi Kek. Sudahlah nggak usah ungkit masa lalu, yang terpenting masa yang sekarang ini. Iya kan Iva?"
Iva masih saja terdiam, ia menelan salivanya begitu kasar. Ia masih tidak habis berpikir jika sosok misterius yang kerap kali muncul menolongnya ternyata pemuda yang dulu sempat di jodohkan dengannya. Bibirnya kelu, lidahnya serasa tercekat.
Matanya masih terus memandang ke arah Ben. Bahkan ia seperti orang sedang melihat hantu, terpaku diam dengan mata tak berkedip sama sekali.
Kesempatan ini di gunakan oleh Cakra untuk iseng pada adik perempuannya itu. Dia menggerakkan satu tangannya di naik turunkan di depan mata Iva. "Hello, sepertinya ada yang sedang jatuh cinta neh. Iva, langsung saja menikah dengannya dan berikan Kakek Cicit."
Mendengar hal itu sontak saja Iva mendengus kesal. Ia bahkan menampik tangan Cakra sembari kedua matanya mendelik dan giginya gemertak. Bahkan ia mencubit lengan Cakra dengan cukup keras. "Nga co kamu Kak!"
"Argh, ampun Iva. Sa kit banget tahu. Begitu saja marahnya nggak kelewatan. Kakak kan cuma bercanda kok di ambil hati sih? Tapi kan memang dia itu calon suamimu. Sudah pasti dia jodohmu Iya kan Kek?"
Cakra menaik turunkan alisnya menatap ke arah Kakek Abraham yang merespon dengan menghela napas panjang sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah Cakra dan Iva.
Sejenak mereka bercengkrama panjang lebar. Mereka hanya berbicara ringan saja tidak ada yang terlalu penting. Sang Kakek sengaja mengundang Iva dan Ben, untuk mendekatkan mereka berdua.
"Ben, Mamah nggak ikut?"
Tiba-tiba Kakek menanyakan Ibunya Ben di sela obrolannya.
"Oh ya hampir lupa. Maaf ya Kek, karena kebetulan Mamah sedang ada pertemuan dengan teman-teman sosialitanya jadi nggak bisa datang hanya menitipkan salam untuk Kakek. Maaf ya Kek."
Ben menangkupkan kedua tangannya di dada.
"Oh ya sudah nggak apa-apa, biar lain kali kamu yang ajak Iva menemui Mamahmu. Kakek harap kalian berdua lekas akrab. Oh ya Ben, Kakek sudah berbicara dengan Iva dan dia tidak masalah untuk melanjutkan perjodohan dulu yang sempat tertunda tapi dia tidak ingin menikah terlalu cepat. Intinya ingin saling mengenal lebih jauh dirimu. Apakah kamu nggak keberatan?" Sang Kakek menatap sendu ke arah Ben, ia agak ragu jika Ben akan setuju.
Tetapi sepatah kata yang terlontar dari bibir Ben, berhasil membuat kecemasan Kakek Abraham sirna begitu saja. Bahkan ia bisa bernapas dengan lega. "Kakek percaya saja denganku ya. Nggak usah banyak pikiran karena aku nggak ingin Kakek sakit lagi."
-------------
POV IVA
Aku sama sekali tidak menyangka jika pemuda yang beberapa kali menolongku dan sudah menjadi rekan bisnisku ternyata pemuda yang dulu di jodohkan denganku. Di samping aku malu dan merasa bersalah padanya. Aku juga merasa heran untuk apa dia masih bertahan menungguku sedangkan dia tahu waktu itu aku sudah memilih lelaki lain untuk menjadi pendamping hidupku.
Aku masih berpikir, kok ada lelaki yang rela menunggu seorang wanita padahal wanita itu sudah menyakitinya dengan lari dengan lelaki lain.
Mungkin jika lelaki lain yang alami hal itu sudah benci aku dan bahkan bisa saja memilih wanita lain untuk di nikahi.
Apakah o tak si Ben eror ya? Sehingga dia bertahan hingga saat ini? Aneh bin ajaib, hanya itu yang bisa aku katakan saat ini.
Entahlah, aku sendiri tidak berani untuk bermimpi apalagi berharap karena tidak ingin alami kecewa lagi seperti yang sudah pernah aku alami dulu.
Dulu aku bermimpi dan berharap menikah dengan Mas Damar akan hidup bahagia ternyata semua harapanku hanya sebatas angan saja.
Aku berusaha mengambil hikmah dari kejadian di masa laluku supaya aku bisa ikhlas dan tenang dalam menjalani kehidupanku di masa depan.
Sejak saat itu Ben semakin gencar mendekati Iva meskipun Iva masih acuh tak acuh. Ia sangat yakin jika suatu saat nanti Iva akan luluh dan menerima dirinya sepenuh hati.
'Iva, kenapa kamu masih saja bersikap dingin padaku dan cuek? Apakah aku kurang kaya? Apakah aku kurang tampan? Atau....
"Cukup ya Ben! Nggak usah banyak bertanya ini itu. Biarkan saja semua mengalir seperti aliran sungai dan biarkan waktu yang menjawab semuanya. Jika kamu sudah tidak sabar ingin menikah, silahkan saja kamu mencari wanita yang siap untuk di nikahi. Dan aku sangat yakin banyak kok wanita yang pasti mau denganmu. Jika kamu tidak sanggup untuk mencarinya sendiri, aku bersedia mencarikannya untukmu," ucap Iva menyela perkataan Ben.
Terlihat jelas Ben menunduk, ia terdiam untuk beberapa saat setelah itu ia mengangkat wajahnya dan menatap lekat manik hitam wanita yang ada di depannya. "Kamu nggak perlu repot-repot Iva. Jika aku mau, sudah dari dulu menikah dengan wanita lain. Tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu. Aku minta maaf ya Iva, tidak akan lagi membahas tentang pernikahan. Tapi aku minta jangan pernah menyuruhku untuk mencari wanita lain," ucap Ben mengiba.
"Hem baiklah, tapi aku heran saja. Bagaimana kamu bisa jatuh cinta padaku sementara dulu kita belum pernah ketemu? Kita baru bertatap muka belum lama ini bukan? Terus apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?"
Serentetan pertanyaan terlontar di bibir Iva. Bahkan dengan beraninya ia membalas tatapan Ben begitu dalam seolah ia sedang mencari sebuah jawaban atas pertanyaan sendiri di mata Ben. Ia sedang mengorek informasi.
"Aku jatuh cinta padamu karena.....
gak mau orang jahat yang datang