"Bagaimana aku jadi makmum kamu kalau kamu tak sujud pada tuhanku"
"Namun kupilih jalur langit untuk membuat kita bisa bersatu"
Sulit untuk Inayah atau biasa di panggil Naya untuk bisa bersatu dengan laki-laki yang telah mengisi hatinya, bahkan semakin Naya berusaha untuk menghilangkan perasaannya, perasaan itu justru semakin dalam.
Bisakah keduanya bersama?
Atau justru memang perpisahan jalan terbaik untuk keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Baik, Umi. Ohh iya, ini kebetulan tadi aku habis mampir di toko roti" ujar Samuel sembari meletakkan plastik yang berisi sekotak roti yang sudah tak asing
Samuel dan uminya Naya lalu duduk, sedangkan Naya langsung ke belakang untuk mengambilkan minuman. Namun sebisa mungkin Naya ingin menguping pembicaraan mereka, tapi hanya terdengar samar-samar.
"Kamu kenal Naya di mana?"
Pernyataan abinya terdengar ketika Naya sudah kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan berisi empat gelas teh hangat, lalu perlahan Naya meletakkan gelas teh satu persatu di atas meja.
"Di cafe, Bi" jawab Samuel dengan senyum yang hangat
Naya menunduk sembari meremas jari jemarinya mendengar jawaban jujur yang keluar dari mulut Samuel, pasti abinya kini sadar siapa yang di maksud Naya ketika dirinya pulang terlambat waktu itu.
"Kamu penggemar novel Naya?" tanya Rendi tepat sasaran
"Iya"
Naya mengintip abinya dari tundukannya, benar saja abinya saat ini memandang ke arahnya. Terbongkar sudah, padahal hari itu abinya sempat curiga padanya namun sebisa mungkin Naya menyakinkan bahwa Samuel hanya penggemar novelnya.
"Itu pertemuan pertama, Bi. Saat itu Naya hanya sekedar memberi tanda tangan dan mengobrol sebentar" jelas Naya, abinya langsung mengangguk pelan
"Ohh iya, Nak. Orang tuamu dimana?" tanya Erisa ingin mencair suasana
"Orang tuaku sudah meninggal dalam kecelakaan ketika aku masih duduk di bangku SD" jawab Samuel dengan raut wajah sendu
"Innalilahi wa innailaihi roji'un" ucap Erisa dan Rendi berbarengan
Sementara Naya mengucap dalam hati, dirinya baru tau penyebab kematian kedua orang tua Samuel. Obrolan terus berlanjut membahas soal keluarga, tidak ada yang mengganjal dalam obrolan mereka.
Uminya, abinya dan Samuel terlibat obrolan hangat meskipun cuaca begitu dingin, teh hangat yang terhidang menjadi penyempurna obrolan di antara mereka yang kini mulai tampak akrab seperti keluarga.
"Ohh iya, jika kami merestui hubungan kalian. Bagaimana dengan keluargamu? Apakah tidak keberatan?" tanya Rendi
Naya dan Samuel saling pandang, Naya berharap Samuel tak jujur pada kedua orang tuanya. Jika keluarga Samuel tak akan merestui hubungan mereka, karena keluarga Samuel non muslim.
"Aku belum membahas ini dengan kakakku, Bi. Karena aku ingin mendapatkan restu dari orang tua Naya dulu" ujar Samuel
"Kenapa?" tanya Rendi
"Karena ku rasa mendapat restu dari pihak perempuan lebih penting dari pada pihak laki-laki, apalagi orang tuaku sudah tidak ada sedangkan kakakku sudah berkeluarga. Tak ada yang akan menghalangiku, kakakku juga pasti sangat senang jika aku tak akan sendiri lagi" jelas Samuel tegas
"Kalau boleh tau, kamu kerja dimana?" tanya Rendi sekali lagi
"Kebetulan cafe tempat aku dan Naya bertemu waktu itu milikku" sahut Samuel tetap rendah hati
"Masyaallah, hebat ya kamu" puji Erisa
Samuel hanya tersenyum menanggapi pujian uminya Naya karena sudah sering di dapatnya, Naya yang dari tadi diam hanya bisa terus-terusan berdoa dalam hati, agar pertemuan ini berakhir indah.
"Usiamu berapa?" tanya Rendi
"23 tahun, Bi" jawab Samuel, Naya baru tahu kalau umur mereka sama
"Kamu kuliah?"
"G----Gak, Bi" sahut Samuel gugup, Naya sadar pertanyaan itu yang sangat di takuti Samuel
"Kenapa?" cerca Rendi seperti penasaran, alasan di balik Samuel tidak kuliah
Menurut abinya Naya pendidikan itu penting, dari jawaban-jawaban Samuel kisah kehidupan sama persis dengan kehidupan abinya Naya, di tinggal orang tua sejak kecil dan hanya di urus oleh kakak perempuan.
Tapi meski begitu abinya Naya bisa menyelesaikan pendidikannya sampai S1 dengan biaya sendiri sambil kerja paruh waktu, maka dari situ abinya Naya penasaran alasan di balik Samuel tidak kuliah.
Samuel terdiam lalu menoleh ke arah Naya seolah berkata akan menjelaskan semuanya dengan jujur, namun Naya memilih menunduk tak berani memberi kode apapun dan Naya pasrah apapun yang akan terjadi nanti.
"Dulu aku kuliah sampai semester lima, lalu berhenti" jawab Samuel lalu menunduk tak berani untuk menatap abinya Naya lagi
"Alasannya?" tanya Rendi, sedangkan uminya Naya terlihat mulai gelisah
"Jawab saja dengan jujur, Abi menanyakan ini bukan untuk menghakimi mu. Hanya saja Abi tentu harus tahu tentang calon menantu Abi, benar kan?"
Abinya menyebut Samuel calon menantu membuat Naya terharu, tentu pasti Samuel juga merasakan itu, namun apa yang akan terjadi jika Samuel mengatakan semuanya dengan jujur pada kedua orang tua Naya.
"Aku pernah ingin menikah namun gagal karena terhalang restu orang tua pihak perempuan, aku frustasi dan kehilangan arah. Sehingga tak semangat untuk melakukan apapun, termasuk kuliahku meski nilaiku tinggi dan selalu aktif dalam organisasi. Berpisah dengannya membuat aku hilang segalanya, termasuk kuliahku" jelas Samuel
"Apa kamu masih mengingat perempuan itu?" tanya Erisa karena tak ingin sang anak merasakan seperti dirinya dulu
"Tidak, Umi. Semenjak aku membaca novel Hijrah Setelah Patah Hati milik Naya, karena tokoh di dalam sana senasib denganku. Aku mulai belajar melupakannya, aku tak pernah lagi memikirkan perempuan lain sejak mengenal Naya"
"Kenapa orang tuanya tak merestui anaknya menikah denganmu?" tanya Rendi, suasana semakin tegang membuat Naya mulai keringat dingin
"Karena perbedaan agama" jawab Samuel tegas
"Dia tidak muslim?" tanya Rendi sekali lagi
"Bukan dia, tapi aku" jawab Samuel
Tubuh Naya terasa lemas mendengar pengakuan Samuel, lalu Naya memejamkan matanya tanpa di minta bulir-bulir air mata keluar saking takut jika hubungan mereka akan terhalang restu orang tuanya.
"Maksudmu?" tanya Rendi seperti menahan amarah, sementara uminya Naya terlihat memijit keningnya
"Sebelumnya aku benar-benar minta maaf jika Umi dan Abi kecewa, aku datang kesini dengan niat baik ingin serius dengan Naya. Aku pernah kehilangan karena perbedaan agama tapi kali ini aku tak akan sia-siakan, aku benar-benar serius dengan Naya. Jika Umi dan Abi merestui hubungan kami, aku akan masuk akan masuk Islam"
Suasana seketika jadi hening, kini hanya terdengar isak tangis dari Naya. Abinya termenung dengan tatapan kosong ke arah dinding, sementara uminya masih memijit keningnya karena terasa pusing.
"Bukan itu masalahnya, Abi ingin Naya mendapatkan suami yang bisa mendekatkannya pada Allah. Itu artinya suaminya harus bisa mendidik dan menuntun Naya sesuai syariat, sedangkan kamu baru mau masuk Islam. Tentunya mengaji pun belum bisa, apalagi mengamalkannya"
Abinya Naya berdiri sembari mondar-mandir berapa kali, Samuel tertunduk. Naya tau saat ini Samuel pasti sangat kecewa, kasihan untuk kedua kalinya mimpi Samuel ingin menikah dengan perempuan muslim hancur.
Naya menatap ke arah uminya yang tak bisa berbuat apa-apa untuknya, Naya berjalan ke arah abinya lalu berlutut.
Terima kasih banyak ya Tor atas cerita yang sudah dibuat
tetaplah semangat dan terus berkarya
semoga selalu sehat , sukses , dan bahagia
nara sm rendi aja kk, rendi agamanya bagus. ibadahnya bagus.
samuel trnyta jg msih ingat sm naya. mengharukan bngt. selamat brbahagia naya. untuk anisa yg caktik dn baik hati mudah2an dpt jodoh yg lebih baik lg dr samuel. masyaAllah... anisa baik bngt...