Light Merlin ditakdirkan sebagai seorang titisan March, dewa yang telah tersegel ribuan tahun. Dirinya yang dibebankan misi untuk membebaskan sang dewa justru harus menelan kekalahan pahit. Ia terdampar ke sebuah negeri bernama Jinxing dan mengembara sebagai pendekar pedang bergelar "Malaikat Maut Yiyue".
Misinya kali ini sederhana. Menaklukkan semua dewa dan mengalahkan musuh yang membuatnya sengsara. Namun, ternyata konspirasi di balik misi tersebut tidaklah sesederhana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUKE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling Tusuk
“Serius? Jadi, kau hampir gagal di pelatihan tahap keduamu?” Tien bertanya. Ia dan Kiana tengah duduk di taman.
“Iya, serius. Banyak sekali yang terjadi. Kamu tahu? Aku dan Liam bahkan diserang oleh orang aneh yang membawa kopor.”
“Kopor? Orang itu mau bekerja atau mau latihan militer?” Tien memancing tawa Kiana. “Tapi, aku senang karena kau telah banyak berubah, Keiy.”
“Berubah?” Kiana mengernyit.
“Sekarang kau jadi lebih berani dan percaya diri. Aku masih ingat waktu kecil dulu, kau pasti mengadu pada Liam saat kita bertengkar. Liam akan melindungimu dan kami berkelahi.”
“Liam memukulmu,” sambung Kiana.
“Tapi malah dia yang menangis.” Tien tergelak lucu.
“Dasar Liam! Saking gugupnya, ia sampai menangis sendiri.” Kiana geleng-geleng sambil tertawa.
Tien kemudian bangkit dari kursi. Ia berdiri di samping air mancur besar yang ada di depan mereka. Mata tajam pemuda itu menerawang ke dalam aliran yang jernih nan menenangkan. Kiana yang heran akhirnya juga ikut berdiri di sebelah Tien.
“Keiy, bagaimana hubunganmu dengan Liam sekarang? Kalian masih berteman baik?”
Kiana memegang jemarinya cemas. “Tidak sedekat dulu. Kami sangat jarang bertemu. Bukan karena bermusuhan. Hanya saja, Papah sedang berselisih dengan Raja Vince. Aku dengan Liam juga kena imbasnya.”
“Aku mengerti.” Tien kemudian menatap Kiana. “Keiy, tujuan aku datang bersama keluargaku hari ini bukanlah urusan bisnis. Ada hal lain yang sedang dibicarakan ayah kita.”
“A-apa maksudmu, Tien?”
Tien tidak langsung menjawabnya. Lelaki berhidung mancung itu menarik napas perlahan. Bibir tipisnya berkerut, seakan mati-matian menahan sekereta kalimat yang akan menabrak Kiana sebentar lagi. Apakah gadis itu akan mati tertabrak? Atau justru mampu menghindar dengan tenang. Semua itu tergantung pada ketahanan mentalnya.
“Percayalah, ini bukan rencanaku. Ayahku mencoba membujuk ayahmu untuk menikahkan kita, Keiy.”
Kiana bahkan tak sempat terbelalak saking kagetnya. Jantung gadis itu serasa berhenti, lalu dipompa paksa sampai berdegup-degup kencang. Entah karena memang lucu, atau Kiana sudah gila, ia malah terpingkal sendiri setelah itu. Tien sampai mengernyit heran.
"Keiy, k-kau baik-baik saja?" Tian berusaha memegangi Kiana yang sempoyongan.
"Lucu, lucu sekali, Tien," katanya geli. Suara tawa itu terdengar pahit. "Kamu memang jagonya melawak dari dulu. Harusnya kamu jadi badut kerajaan saja."
"A-aku tidak melawak!" Tien tampak sewot. "Aku serius, Keiy. Kami datang untuk mengajukan lamaran."
"Bodoh!" Kiana tiba-tiba menampar pipi Tien. Mata gadis itu berkaca-kaca. "Suasananya jadi rusak gara-gara kamu, tahu!"
"Keiy, dengarkan aku!"
Kiana tak peduli. Ia hendak mangkir meninggalkan Tien. Namun, tangannya ditahan. Genggaman Tien yang erat membuatnya kesulitan melepaskan diri, meski sudah berontak.
"Aku akan sampaikan pada Papah untuk menolak lamarannya segera. Aku, kamu, Liam, kita sudah janji buat jadi sahabat selamanya. Kenapa kamu malah mencoba merusak hubungan kita?"
"Sudah kubilang kalau ini bukan rencanaku!" tampik Tien. "Aku juga dipaksa untuk menyetujuinya. Entah apa yang dipikirkan Ayah sampai tercetus ide ini. Tapi, aku yakin ada hubungannya dengan bisnis dan konflik di antara kaum bangsawan Mars. Kalau sampai orang-orang Jinxing ikut campur, keadaan bisa bertambah parah."
"Aku tidak peduli." Kiana merobek mentah-mentah perkataan Tien. "Konflik orang dewasa memang selalu kolot. Kalau sampai kamu mengikuti pola pikir mereka, kamu juga sama kolotnya."
"Untuk itulah aku bicara padamu, Keiy. Bantu aku menggagalkan rencana pernikahan ini."
"Lalu kenapa kamu malah menahanku untuk menemui Papah? Kita bisa langsung bicara pada mereka!" timpal Kiana.
"Karena ... Ayah akan membuangku dari keluarga Heng kalau sampai ketahuan membujukmu untuk menolak pernikahan ini. A-aku tidak bisa kehilangan gelar bangsawanku. Kamu tahu itu. Jinxing bukan negeri yang ramah untuk rakyat jelata. Dewa kami, Yiyue, hanya membagikan berkah kepada kalangan atas saja."
Kiana tertunduk lesu. Tangannya dingin. Butir keringat menggenang di pelipisnya. Kalau buka tengah berpikir keras, tak mungkin gadis itu diam saja sampai lebih dari lima menit.
"Kamu bilang membutuhkan bantuanku untuk menggagalkan rencana pernikahannya. Apa yang bisa kubantu?" ujarnya kemudian.
"Hanya ada satu cara agar ayahku tidak bersikeras melanjutkan rencana ini. Pernikahannya batal kalau kau sudah punya calon suami yang sah."
"APA!?" pekik Kiana.
"Itu satu-satunya cara. Percayalah! Ayahku adalah pebisnis ulung. Dia sangat jago bernegosiasi. Apapun yang dikatakannya pada ayahmu, pasti itu berhasil menghasutnya agar setuju. Untuk itulah, kau harus membujuk ayahmu supaya menetapkan pengumuman resmi tentang pertunangan atau semacamnya. Dan, calon suamimu harus dari kalangan bangsawan juga. Kalau tidak, ayahku akan cari cara untuk menghabisinya."
"Cukup! Maafkan aku, Tien. Kurasa sekarang aku harus menghajar ayahmu sampai dia kapok. Sejak kapan suami dan pernikahanku bisa diatur-atur orang lain?!"
"Hey, Keiy! Tunggu!"
Tien berusaha menyusul Kiana yang lari meninggalkan taman. Tak ada tempat lain yang dituju gadis itu, kecuali ruang pertemuan sang ayah dengan para tamunya hari ini. Ia sudah tak peduli akan dilabeli anak kurang ajar atau semacamnya. Apapun itu, Kiana ingin menegaskan bahwa dirinya tak bisa diatur-atur.
Akan tetapi, begitu sampai di ruang pertemuan, yang Kiana dapati hanyalah ayahnya seorang diri. Para tamu telah beranjak dari kediaman mereka. Tien yang menyusul sekian menit kemudian juga heran karena keluarganya lesap tiba-tiba.
"Oh, Tien. Keluargamu sudah pamit sekitar tujuh menit yang lalu. Katanya kau akan menyusul," ujar Nicolas Haldgeprinz.
"Eh! Oh, be-benar. A-aku sepertinya harus pergi sekarang. Terima kasih atas sambutannya, Tuan Nicolas, Nona Kiana. Aku pamit dulu. Sampai jumpa."
Tien lekas-lekas keluar dari rumah keluarga Haldgeprinz. Ia mendapati sebagian kapal sudah mulai menjauh dari dermaga. Pemuda itu segera naik kapal yang paling besar, tempat Tao Heng dan anggota keluarga lain telah menunggu.
"Lihat putra kesayanganku." Tao terkekeh geli melihat Tien yang sesengalan karena berlari.
"Kenapa kalian pergi cepat sekali? Kukira rencananya tidak seperti ini," protes Tien.
"Kenapa kami pergi cepat?" ulang sang ayah. "Tentu karena rencana kita berjalan lebih mulus dari perkiraan. Kau harus belajar negosiasi dariku, Nak. Tak pernah gagal walau satu kali saja." Tao tersenyum bangga.
"Benarkah?" Tien kaget. "A-aku bahkan belum selesaikan bagianku. Aku sudah mempengaruhinya untuk cari calon suami bangsawan. Tapi aku lupa menyebut nama Light Merlin."
"Ah, tak perlu dipikirkan." Tao menguap. "Tidak banyak bangsawan besar di negeri tanpa dewa ini. Nama Light Merlin akan muncul dengan sendirinya. Yang penting, misi dewa Yiyue yang diberikan pada kita telah berjalan dengan baik. Mari lihat kelanjutannya."
o0o
"Kiana, Papah perlu bicara sesuatu padamu." Nicolas menatap wajah sang putri dengan gusar.
"Bicara ... apa?" Wajah Kiana tampak jauh lebih gusar.
"Papah tahu ini jahat. Tapi, mimpimu untuk menjadi kadet militer Merlin mungkin harus berhenti sampai di sini. Kamu dengan Tien Heng akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat."
BRUK!
Kiana ambruk, lemas termakan syok. Matanya membulat, tak percaya kata-kata pedas barusan keluar dari mulut sang ayah.
"Kenapa?" lirihnya. "Kenapa Papah tega sekali melakukan itu?"
"Ini yang terbaik bagi keluarga kita. Ibumu sebentar lagi akan melahirkan, dan Papah rasa menjadikanmu sebagai mata-mata di militer Merlin tidak lagi penting. Kita akan mendapat bantuan dari para bangsawan Jinxing. Mereka hanya membutuhkan pernikahan ini."
"Tidak." Kiana menggeleng setengah mati. "Tidak mau! Kiana tetap ingin menjadi prajurit Mars. Merebut wilayah Mars yang dijajah, lalu mengembalikan dewa kita adalah tujuan utama Kiana mengikuti pelatihan militer. Bukan sebatas jadi mata-mata saja."
"Apa yang kamu bicarakan? Membebaskan Mars itu hanya mimpi. Bahkan dewa kita saja sudah mati. Tuan Tao akan datang lagi dalam waktu dekat untuk membahas kelanjutan wacana ini. Papah tidak punya banyak pilihan, Kiana. Keluarga ini harus bertahan. Andai saja keluarga Merlin tidak terus-terusan mendesak kita, mungkin Papah tak harus seperti ini." Nicolas menghela napas sedih.
Lain lagi dengan Kirana. Ia tercenung, seolah lampu inspirasi baru saja dijejalkan ke dalam kepalanya. Mendengar kalimat "Andai saja keluarga Merlin tidak terus-terusan mendesak kita", membuatnya tersadar akan sesuatu. Masalah ini akan selesai jika perselisihan di antara kedua keluarga juga selesai.
Menempuh jalur negosiasi terdengar mustahil (karena sudah dilakukan sekian kali dan selalu gagal). Maka, cara yang terpikirkan di benak Kiana hanyalah usulan yang diucapkan Tien.
"Hanya ada satu cara agar ayahku tidak bersikeras melanjutkan rencana ini. Pernikahannya batal kalau kau sudah punya calon suami yang sah."
Haruskah benar-benar menepuh jalur itu? Kiana meragu sekali lagi. Pilihan-pilihan ini tak ubahnya jalur Duodenum yang penuh tipuan. Kalau sampai salah memilih, masa depan Kiana akan dipertaruhkan.
"Tolong aku, Liam." Kiana membatin. "Hanya kau harapanku satu-satunya."
(Bersambung)
Mungkinkah beneran 😱😱
Meskipun ini pasti nadanya emosi tapi aku yang lagi nyari referensi kalimat makian buat tokohku malah demen wak 🤣
Semoga aja dia bisa mengemban itu
Aku suka aku suka
Aku ampe bingung mo dukung siapa karena awalnya mereka saklek semua 😅
Sekarang mungkin aku sudah menentukan pilihan
Dewa egois katanya
Tapi.... pasti ada plot twist nanti