Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Cinta Tanpa Syarat
Ayra masuk dengan membawakan segelas air hangat. Ia memberikan satu cangkir berwarna coklat itu kepada mertuanya.
"Masih panas ma."
Nyonya Lukis menempelkan bibir pada ujung gelas lalu seruput air hangat itu dengan kencang hingga terasa ada udara yang ikut masuk ke dalam mulut nya.
"Sluurp."
"Aahh.... Ini apa Ay? rasanya sedikit pedas?"
Terlihat mata nyonya Lukis menyipit dan bibirnya sedikit tertarik karena menahan rasa aneh dari minumannya.
"Itu wedang atau air jahe ma. Kaki, tangan dan leher mama dingin sekali. Insyaallah setelah minum itu badan mama akan hangat kembali."
Nyonya Lukis menatap suaminya.
"Papa tahu kenapa mama sudah malas ikut perkumpulan ibu-ibu? karena mama tidak pernah bisa menyombongkan menantu mama. Mama bahkan tidak pernah merasakan punya menantu padahal mama sudah punya 2 menantu."
"Karena menantu satu nya tidak pernah dianggap oleh papa."
Suara ketus terdengar dari bibir Bram yang masih duduk dibelakang Ayra.
"Bram..... Please mama tidak mau kalian berdebat dulu. kepala dan leher mama begitu sakit."
Nyonya lukis menyerahkan cangkir wedang jahe tadi ke Ayra lalu mengusap-usap lehernya.
"Mama mau saya pijet ma?"
Tiga pasang mata makin membesar mendengar satu kalimat yang terlontar dari Ayra. Ayra bingung karena melihat Nyonya Lukis dengan ekspresi mulutnya sedikit terbuka.
"Kamu pernah kerja di panti pijat Ay?"
"Bukan ma, tapi Ayra pernah mengikuti pelatihan selama satu bulan. Pelatihan untuk bekam, juga pijet refleksi. Umi Laila biasanya akan meminta Ayra melakukan terapi padanya kalau sedang tidak enak badan."
"Tidak perlu Ay. Papa sudah telpon dokter Krisna."
Tiba-tiba pintu diketuk lalu terbuka setelah ada jawaban untuk masuk dari pak Erlangga.
Tampak seorang lelaki mengenakan kemeja garis-garis biru putih dan sebuah tas hitam ditangannya.
"Tante Kenapa om?"
"Biasa sepertinya tekanan darahnya naik lagi Kris."
"Saya periksa dulu ya Tante."
Ayra mundur dari tempat duduknya. Ayra menundukkan wajah dan pandangannya. Selesai memeriksa Nyonya Lukis, Krisna melirik ke arah Ayra.
"Cantik"
"Ehm.Ehm!"
Bram yang mendapati dokter Krisna melirik Ayra beberapa detik membuat lelaki itu tidak suka.
". Tante harus istirahat dan harus pandai mengelola stress."
"Apakah Tante bisa tidak stress jika harus melihat dua orang yang Tante sayangi selalu berdebat dengan mengandalkan emosi mereka masing-masing?"
Nyonya lukis menatap Bram dan Pak Erlangga bergantian.
"Ini nanti diminum ya Tante. Dan saya minta om dan kamu Bram untuk menunda dulu perdebatan kalian. Saya khawatir tekanan darah Tante makin tidak stabil."
Kedua lelaki itu hanya diam tanpa jawaban.
"Ya sudah aku permisi dulu Tante mau pulang. Ini dari pagi belum pulang."
"Terimakasih ya Kris. Salam buat mama mu."
"Iya Tante. Oh ya mbak bisa minta tolong bawakan tas saya sampai kebawah?"
Krisna menyodorkan tas hitamnya ke arah Ayra. Nyonya Lukis menatap curiga ke arah Krisna. Lelaki yang sama kaku dan dingin kepada wanita sekarang sedang mencoba meminta diperhatikan oleh wanita.
Ayra masih menunduk tak bergeming dia terlihat bingung.
"Oh ya Kris. Kenalkan dia Ayra. Istri Bram."
Deg!
"I-istri Bram?"
"Bukankah kemarin kamu baru saja men-"
"Cerita nya panjang. Kalau kamu mau pulang ayo aku antar kebawah."
Bram cepat menarik Krisna.
"Hei. Aku belum berkenalan dengan istri mu."
Protes Krisna karena tangannya ditarik paksa oleh Bram.
"Kamu sudah melihatnya. Jangan harap dia akan menatap wajah mu. Wajah ku saja dia tak mau menatapnya."
Deg!
"Astaghfirullah...."
Seketika Bram dan Krisna menghilang di balik pintu itu.
Ayra bisa bernapas lega.
"Ay.... Sini...."
Nyonya Lukis menepuk kasur yang ada disebelahnya. Ayra berjalan dan mengikuti keinginan ibu mertuanya.
"Sabar ya. Bram memang seperti itu tapi percaya sama mama hati nya tidak kasar seperti mulutnya. Tadi kamu bilang mau pijet mama. Ayo, mama mau. Mama tidak mau minum obat terus. Mama ingin coba pijatan menantu mama."
Nyonya Lukis tersenyum manis dan mengelus punggung tangan Ayra. Ayra melirik mertua lelaki nya.
"Ya sudah papa keluar dulu, jangan terlalu lelah Ay kamu baru sampai dirumah ini. Maaf untuk semua ketidaknyamanan yang kamu dapatkan. Baru satu hari kamu harus melihat semua seperti ini."
"Setiap keluarga pasti memiliki masalahnya masing-masing pa. Insyaallah Ayra mengerti dan akan bersabar. Semoga papa selalu diberi kesabaran ya menghadapi mas Bram, Aamiin."
Ayra melihat ke arah mertua lelaki nya.
"Papa akan berusaha Ay, kamu juga harus berjanji pada papa. Kamu akan bersabar menghadapi sifat Bram dan kamu tidak akan meninggalkan dia karena sifatnya?"
"Ayra tidak bisa berjanji. Jika talak satu mas Bram berikan pada Ayra maka tidak ada alasan Ayra masih tetap berada disisi mas Bram, Pa."
"Maksud mu kamu tidak akan meninggalkan Bram selagi dia tidak mengucapkan cerai pada mu?"
Ayra mengangguk kan kepalanya dan tersenyum.
"Ya sudah kamu temani mama mu dulu papa perlu bicara sama Bram."
"Pa...."
Suara Nyonya Lukis terdengar lirih.
"Papa janji kali ini papa akan mengalah demi kalian wanita-wanita spesial dimata papa."
Pak Erlangga meninggalkan nyonya Lukis dan Ayra di ruangan itu. Pintu ia tutup sangat pelan.
Nyonya Lukis memegang dagu menantu nya itu.
"Entah mengapa Ay, Belum satu hari kamu hadir disini. Tetapi kamu mampu mengikis karang yang begitu kokoh berdiri ditengah terjangan ombak. Mama berterima kasih kepada Tuhan karena mempertemukan Bram dengan kamu dan mama memiliki menantu kamu."
"Ucapkan Alhamdulillah ma disaat mama merasa bersyukur atas setiap nikmat yang Allah berikan untuk mama dan keluarga mama. Terlepas dari masih belum dibukanya tabir-tabir kekurangan pada diri Ayra di mata mama."
"Alhamdulillah. Mama menerima kamu dengan segala kelebihan dan kekurangan kamu Ay."
Nyonya lukis memeluk Ayra. Wanita itu meneteskan air mata di pundak Ayra.
"Subhanallah, Terimakasih Rabb. Engkau kabulkan satu doa dalam setiap malam ku."
Ayra pun meneteskan air mata bahagia dalam pelukan Ibu Lukis karena salah satu doanya Allah kabulkan pada hari ini. Doa yang ia selalu selipkan setelah shalat nya.
"Rabb, hamba memohon pada mu yang memiliki dunia dan isinya. Semoga jika kelak aku menikah, Engkau memberikan hamba mu ini mertua yang mau menerima hamba mu yang tidak sempurna ini.
Engkau memberikan Hamba mu yang memiliki hati yang lemah ini seorang suami yang menyayangi hamba dengan baik.
Semoga Engkau memberikan Hamba rezeki adik-beradik dari suami ku kelak yang suka akan kehadiran ku di keluarganya.
Semoga Engkau memberikan aku rezeki suami yang dapat menjadi sahabatku dalam urusan agama, dunia dan akhirat. Aamiin. Alfatihah...."
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆