Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Perjodohan part 2
Selepas acara perjamuan makan malam, kedua keluarga konglomerat itu tidak langsung beranjak dari meja makan, mereka melanjutkan dengan berbincang-bincang santai.
"Pak Wijaya, jadi ini puteri bungsunya anda, cantik sih meski tidak bermake up," ucap Bramono melirik ke arah Rena, yang di lirik hanya diam tidak peduli dengan komentar terhadap dirinya.
"Iya, memang dia dari kecil jarang bermake up, tapi sepertinya bila sudah kenal dengan nak Niko, Rena pasti akan berdandan dengan cantik, karena tidak mungkin kan dia mempermalukan calom suaminya," timpal Pak Wijaya dengan senyuman ramah.
Niko pun terus curi-curi pandang terhadap Rena, menurut pengamatan Anak kedua dari keluarga Bramono tersebut, wanita yang ada di hadapanya memang tipe yang dia sukai, selain mempunyai kecantikan yang alami, anak dari kolega ayahnya itu, mempunyai sifat agak jutek dengan orang yang baru dia kenal, ini menjadi tantangan tersendiri baginya, Niko yang selalu dijuluki oleh teman masa kuliahnya, sebagai petualang sang Penakluk wanita merasa termotivasi untuk mendapatkannya.
"Tapi kalau memang dasarnya cantik, mau bermake up ataupun tidak tetap saja cantik Om," ucap Niko mulai memuji kecantikan dari Bidan muda tersebut.
"Jadi kapan kalian akan melakukan pertunangan, saya harap sih secepatnya," seru Bu Bramono yang ikut nimbrung dalam percakapan, mendengar perkataan tersebut membuat Rena terkejut, meski dia sudah bisa menebak bahwa ini bukan sekedar perjamuan antara kolega saja.
"Pertunangan siapa?" tanya Rena ketus, meski Niko mempunyai tampang gagah dengan tampilan Good lookingnya, tapi Rena tidak tertarik sama sekali, karena dia sudah mempunyai tambatan hati yaitu seorang pemuda yang mempunyai hati yang lurus dengan sifat sederhanaannya.
"Tentu saja pertunanganmu dengan Niko," ucap Kakak pertama Rena, yang jengkel dengan tampang pura-pura bodoh adiknya itu, karena bagaimanapun Rena sudah dia beritahu.
"Tapi Kak Rudy, apakah ini tidak terlalu mendadak, bahkan kami tidak saling mengenal sama sekali," ucap Rena memasang raut muka kurang setuju, yang mencoba menolak secara halus, dan didalam hatinya dia ingin sekali pertunangannya dengan Niko tidak terjadi, namun jawaban tersebut membuat Ayah dan ibunya Niko sedikit kurang senang, terlihat dari ekspresi pasangan suami istri tersebut, karena mereka sangat ingin sekali anaknya bersanding dengan anak dari keluarga Wijaya.
"Maka dari itu kami mengadakan acara perjamuan dengan keluarga Pak Bramono agar kau dan nak Niko bisa saling mengenal," ucap Pak Wijaya menimpali perkataan anak bungsunya.
"Yang diucapkan Rena ada benarnya Om, jangan terlalu terburu-buru biar kami saling mengenal lebih jauh lagi, dan saling mengakrabkan diri," Timpal Niko mencoba menyetujui saran dari gadis yang berprofesi sebagai seorang bidan tersebut.
Dengan pernyataan yang di sampaikan oleh Niko dan bahkan di setujui oleh kak Keysa, yaitu kakak perempuannya Rena, membuat kedua keluarga tidak terlalu memaksakan kehendak mereka untuk segera melakukan acara pertunangan untuk anak-anaknya.
***
Semburat jingga yang dipancarkan sang surya, perlahan mulai nampak dari balik pegunungan, saat Rehan serta Kinan, dan juga ibunya tengah berjalan diantara pemetangan sawah, untuk menuai padi yang mulai menguning, ini adalah panen kedua kalinnya ditahun ini, dan bertepatan pada hari libur, membuat Kinan sedari pagi sudah semangat membantu ibunya mempersiapkan bekal untuk dibawa ke sawah.
"Kak, teh Rena sedang ngapain ya sekarang, kok udah hampir satu minggu belum juga balik lagi ke kampung kita lagi ya," tanya Kinan yang berjalan tepat dibelakang Rehan.
"Idih udah berani panggil teteh segala sekarang mah, sok akrab banget ya," timpal Rehan mencoba menggoda adiknya.
"Hehehe... Iya dong, kan Teh Renanya sendiri yang nyuruh Kinan panggil begitu waktu berkunjung ke rumah kita, katanya jangan panggil ibu kesannya ketuaan, jadi kapan teh Rena kesini lagi kak?, Kinan udah kangen pengen bertemu dengan Teh Rena," ucap Kinan tersenyum sambil bertanya kembali pada kakaknya.
"Kurang tau juga, mungkin masih menunggu ibunya sembuh dulu, kan baru seminggu juga belum," jawab Rehan singkat, tapi jauh didalam hatinya dialah orang paling merasa rindu dengan tingkah ceria yang selalu berbalut senyum tulus nan menawan.
***
Hari minggu, banyak orang bilang hari untuk memupuk rindu, tapi tidak dengan Rena, dia nampak bingun tak menentu, terlihat dari raut wajahnya yang sendu.
Selepas acara makan malam dengan keluarga Bramono, Rena dicerca dan diberi berbagai pertanyaan oleh papa serta kedua kakaknya, bahkan istri-istri mereka pun ikut angkat bicara, kenapa dia terlalu bodoh tidak langsung menerima lamaran dari Niko anak dari Pak Bramono itu.
Meski Niko memberi kelonggaran dengan alasan yang diberikan oleh Rena waktu itu, tapi tetap saja kedua keluarga tersebut ingin mereka cepat-cepat melakukan pertunangan.
"Tring"
"Tring"
Lamunan Rena terbuyarkan oleh pesan masuk pada telepon genggamnya, dia pun membaca dengan malas pesan masuk tersebut, yang ternyata dari Niko yang mengajaknya dinner di sebuah restoran ternama yang ada di ibukota.
"Gimana Nanti saja," jawab singkat Rena membalas pesan lantas melempar kembali ponselnya ke samping.
"Andai itu pesan dari Kang Rehan, mungkim hati ini akan senang tiada terbilang," gumamnya.
Sejurus kemudian Ponselnya kembali berdering, yang membuatnya jengkel dan hendak memaki dalam hati, tapi melihat nama yang muncul kali ini membuatnya sedikit terobati, ternyata yang menghubunginya adalah ibu kepala desa Padasuka.
" Assalamualaikum Cantik, lagi apa nih?" seru suara renyah di seberang telepon dengan tawa khasnya.
" Waalaikumsalam Bu Nia cantik, yang punya wilayah kampung Padasuka, nggak lagi ngapa-ngapain kok, ada apa emang Bu?" balas Rena sambil tersenyum, meladeni candaan dari Istri dari Pak Kades Haji Jalaludin tersebut, membuat Rena mampu melupakan sejenak tekanan yang ada di benaknya.
"Eh nggak ada apa-apa sih, cuman mau nanya Neng Rena kapan balik lagi ke kampung sederhana kami ini? soalnya nanti pas hari rabu akan ada kegiatan Posyandu di kampung padasuka, tapi kalau masih tidak bisa mah, tidak apa-apa sih," Ucap Bu Kades.
"Hmm... Insyaallah nanti hari senin sore paling lambat saya kembalinya Bu, ah bisa aja sederhana, meski sederhana kan membuat rindu," balas Rena.
"Cie rindu siapakah, hmm... Apa yang suka jemput itu ya, hehe," timpal Bu Nia sambil tertawa.
"Hehe... Bisa aja ibu ah, maaf Bu Kades bukannya tidak kangen tapi mama manggil Rena, salam untuk semuanya ya Bu, sampai ketemu hari selasa," ucap Rena.
"Iya gak apa-apa, sampai ketemu hari selasa," timpal Bu Kades, keduanya pun mengakhiri percakapan via jarak jauh tersebut.
Rena pun berlari ke arah kamar Mamanya, karena dia mendengar suara memanggil dari arah tersebut, dan setelah sampai di kamar ternyata mama yang dia hormati itu tengah menyender.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗