Sya yang merupakan fresh graduate tahun ini telah diterima bekerja di PT Santoso Group. Di hari pertamanya bekerja dia dikagetkan dengan seorang bocah berusia 3 tahun yang memanggilnya " Bunda".
" Dunda.. Dunda.. Kendla mau pipis. " seorang bocah laki-laki menarik celana kerjanya saat Sia berdiri di lobi kantor.
Maureen Calisya Putri ( 23 )
Sungguh mengejutkan ternyata bocah yang memanggilku Bunda adalah anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.
Raditya Diko Santoso ( 30 )
Kamu hanya akan menjadi ibu sambung untuk anakku karena dia menginginkannya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka disaat salah satu diantara mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati?
Akankah terus bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penguntit
Baru saja aku akan membayar belanjaanku, tiba-tiba seseorang menabrak bahuku sedikit keras hingga susu dan serealku berjatuhan, karena memang aku tidak menggunakan keranjang belanjaan.
" Awhh, kalau jalan liat-liat dong mas, barang-barang saya jadi jatuh semua nih." Aku jongkok untuk mengambil susu dan sereal yang jatuh.
" Maaf, saya tidak sengaja." Laki-laki itu ikut jongkok membantuku.
Saat aku menaikkan kepala ternyata.
" Pak Radit? "
Betapa terkejutnya aku ternyata orang yang menabrak bahuku adalah Direktur perusahaan tempatku bekerja.
" Eehhh... Biar saya sendiri aja Pak, saya yang salah jalan nggak liat-liat depan. Sekali lagi saya minta maaf Pak." Aku langsung menundukkan kepala seraya mengambil barang-barang tadi.
" Tidak apa biara saya bantu."
Mendengar suaranya saja sudah membuat bulu kudukku merinding. Bertemu dengan Pak Radit disituasi seperti ini terasa lebih deg-degan dari pada saat aku nonton film horor sendirian.
Selesai membereskan barang-barang yang terjatuh ini, aku langsung berdiri, begitu pula dengan Pak Radit.
" Terima kasih Pak sudah membantu saya. Ngomong-ngomong Pak Radit disini sedang cari apa ya? " Aku mencoba untuk berbasa-basi dengannya.
Namun setelah beberapa detik tidak terdengar jawaban dari bibirnya. Aku memberanikan diri untuk menatap matanya.
Waow, apa dia sedang menatapku? Hhmm.. Mungkin dia tidak mengenali aku, lagian aku kan hanya staf biasa di perusahaan dia. Tidak mungkin dia mengenali satu persatu karyawannya bukan? Lagian kenapa juga tadi aku harus memanggil namanya, tidak-tidak aku bahkan menyapa dia. Seharusnya aku pura-pura saja tidak mengenalinya.
" Saya sedang mencari minuman." Akhirnya suara Pak Radit terdengar juga.
" Oo.. Kalo gitu saya permisi dulu Pak, sudah malam saya mau pulang." Aku merasa tidak perlu untuk memperpanjang pembicaraanku dengan Pak Radit.
Karena dia hanya diam saja, aku langsung menundukkan kepala untuk tanda jika aku akan pergi.
Langsung saja aku berjalan ke arah kasir untuk membayar belanjaanku. Ternyata cukup panjang antriannya. Aku memutuskan berdiri dibelakang ibu-ibu yang juga akan membayar belanjaannya.
Hingga tiba giliranku untuk membayar.
" Totalnya 127 ribu ya kak. "
Aku sedang mengambil uang didompet saat tiba-tiba ada seseorang dibelakangku yang meletakkan sekaleng minuman soda.
" Sekalian sama ini saja Mbak."
Aku seperti hafal dengan suara ini. Suara rendah dan dingin. Setauku ini seperti suara Direktur di perusahaan tempat aku bekerja. Astaga, ini suara Pak Radit. Aku melupakan jika baru saja aku bertemu dengan dia.
" Lho Pak Radit, biar saya bayar sendiri saja Pak."
Namun sepertinya ucapanku hanya dianggap angin lalu oleh dia. Pak Radit mengeluarkan uang 2 lembar pecahan seratus ribuan.
" Jadi totalnya 143 ya Pak, ini uang kembaliannya."
" Berikan saja uang kembaliannya pada dia."
Pak Radit langsung pergi setelah mengambil minuman soda miliknya. Sedangkan aku yang terkejut masih berdiri di depan meja kasir.
" Kak, ini uang kembaliannya." Pegawai kasir ini menyadarkanku dari keterkejutan yang dibuat oleh Pak Radit.
" Ooh iya mba, Terima kasih ya." Aku segera mengambil uang kembalian yang disodorkan oleh pegawai kasir tadi dan bergegas keluar untuk mencari Pak Radit.
Sesampainya di luar, aku sudah tidak melihat keberadaan dari Pak Radit. Disini hanya ada 2 mobil dan 3 motor yang terparkir. Kalau Pak Radit menggunakan motor sepertinya tidak mungkin. Kalau naik mobil, aku juga tidak tau mobilnya yang mana karena semua kaca mobilnya gelap jadi tidak terlihat dari luar.
Apa mungkin dia sudah pergi? Lalu bagaimana caranya aku mengembalikan uang ini, tidak mungkin kan jika aku mengembalikan uangnya saat di kantor, apa kata karyawan lain jika mereka melihat aku yang hanya staf biasa berbicara dengan Pak Radit, yang seorang Direktur. Seperti bukan levelnya untuk bisa berbicara dengan dia.
Aku memutuskan untuk pulang ke kosan saja karena sudah hampir pukul 9 malam. Peraturan jam malam di kosan ku juga hanya sampai pukul 10 malam. Lebih dari Jam itu maka gerbang kos sudah di kunci.
.
.
Setelah mengakhiri pembicaraanku dengan Mama, aku memutuskan untuk kembali ke kantor mengambil berkas yang tertinggal. Sebenarnya bisa saja aku menyuruh Andre untuk mengambilnya, namun tidak aku lakukan karena aku sendiri merasa penat dirumah sendirian karena suasana yang sepi dengan tidak adanya Kendra, sekalian juga ingin mencari angin malam.
" Malam Pak, ada yang bisa saya bantu? Kenapa Pak Radit malam-malam kembali lagi ke kantor." Tanya satpam yang saat ini bertugas malam begitu melihatku keluar dari mobil.
" Saya hanya mengambil berkas, kamu bisa lanjutkan pekerjaanmu." Aku langsung bergegas naik ke ruanganku.
Aku keluar dengan menenteng berkas yang sudah aku temukan. Aku lihat ketiga satpam ada di posnya sedang menyeduh kopi. Begitu melihatku mereka langsung keluar dari sana.
" Sudah selesai Pak." Tanya salah satu dari mereka.
" Iya." Aku mengambil 3 lembar uang seratus ribuan untuk diberikan kepada mereka.
" Ini buat kalian beli makan, saya pulang dulu."
" Terima kasih banyak Pak Radit."
Aku jawab dengan membunyikan klakson.
Diperjalanan pulang, aku seperti melihat seseorang yang aku kenal. Aku ingat, dia adalah Maureen. Sepertinya dia sedang membeli makanan. Aku putuskan untuk menghentikan mobil dan memperhatikannya. Tidak lama kemudian Maureen menjalankan motornya. Entah pemikiran dari mana hingga aku mengikuti arah motornya. Ternyata dia berhenti disalah satu supermarket. Begitu dia masuk, aku segera memarkirkan mobilku disebelahnya dan ikut masuk kedalam supermarket.
Aku ikuti dia yang menuju ke rak sereal dan susu. Terlihat dia tidak menggunakan keranjang. Entah ide dari mana, aku sengaja menabrakkan tubuhku pada Maureen hingga barang belanjaannya jatuh berserakan.
Dia begitu terkejut saat melihat ternyata yang menabraknya adalah aku. Aku tidak begitu memperhatikan apa yang dia katakan kepadaku. Yang aku perhatikan hanya wajahnya yang selalu menunduk saat berbicara denganku.
Bagaimana mungkin gadis semuda ini yang disebut Bunda oleh Kendra, terlihat dari wajahnya yang saat ini tidak menggunakan make up justru terlihat seperti gadis yang baru lulus SMA usia 18 tahunan.
Aku tersadar saat dia bertanya apa yang aku beli. Dan hanya aku jawab dengan singkat jika aku sedang membeli minuman.
Lagi-lagi aku terfokus dengan wajahnya. Hingga tidak lama kemudian dia berpamitan.
Aku lihat dia sudah berdiri di meja kasir, tanpa basa-basi aku langsung mengambil sekaleng soda dan berdiri dibelakangnya.
Hingga saatnya membayar, aku lebih dulu memberikan uang kepada pegawai kasir. Terlihat Maureen sangat terkejut melihatku.
Ditengah keterkejutannya itu, aku bergegas keluar dan menuju mobil. Aku lihat Maureen masih berdiri ditempatnya. Hingga tidak lama kemudian dia keluar. Terlihat dia seperti sedang mencariku. Namun karena kaca mobilku yang gelap, jadi tidak terlihat dari luar.
Tidak lama kemudian Maureen menuju arah motornya dan pergi dari sini.
Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu.
Apa yang sudah aku lakukan dari tadi?
Apa aku sedang menguntitnya?
selalu ngalamin itu, karena nama asli saya juga panjang banget 😂
kali ini Lo salah sya, gimana kalau keadaannya di balik?
mengingat sifatnya diawal bagaikan freezer 😂