Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alina Cantika
Bara pulang ke rumah ayahnya yang hanya ditinggali oleh istri baru ayahnya atau ibu tirinya, Lisa. Dulu Bara tidak tinggal serumah dengan kedua orang tuanya, itu karena mereka ingin hidup mandiri.
Terutama Bara, ia enggan tinggal serumah dengan ibu tirinya dan adik tirinya, sedangkan Bara memilih memisahkan diri dari ibunya karena ia tidak ingin mencari masalah dengan kakak tirinya.
Bram tidak ingin Bara beranggapan bahwa ia ingin menguasai rumah itu, untuk itulah Alina tidak tidak mengenal dekat keluarga Bram, mantan pacarnya itu.
Kini belum dipaksa ibunya untuk tinggal serumah lagi dengan ayah tirinya, dengan membawa Naura istri Bram yang terpaksa pria itu nikahi karena sedang hamil anaknya.
Awalnya Bram tidak setuju, tapi sang ibu memaksanya sehingga Bram tak kuasa untuk menolaknya.
Di sinilah Robert dan istrinya, beserta Bram dan Naura sedang menikmati makan malam bersama. Bara yang terus paksa pulang karena ayahnya memintanya untuk makan malam bersama di rumah inti.
"Ayah aku sudah pulang." Sapa Bara yang kemudian langsung duduk tanpa memperdulikan ibu tirinya dan Bram.
Bahkan Bara tidak menyapa Lisa ibu tirinya dan Bram, ia seolah menganggap mereka tidak pernah ada.
"Makanlah nak, kamu sudah lama tidak makan bersama kami."
"Hmmm,,,,," hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Bara.
Sedangkan Nova ibu tiri Bara hanya menatap kedatangan putra tirinya, dia seperti sebelumnya baru selalu acuh dan tak pernah menganggapnya ada. Bahkan tidak sekalipun Bara mengajak nya bicara atau sekedar menyapanya.
"Oh iya ayah, ada berita penting yang harus Bara sampaikan pada ayah." Ucap Bara dengan mulut penuh dengan makanan.
"Apa itu nak?" Tanya ayah Bara.
"Gadis itu sudah setuju, ehmm... Maksudnya kakak dari gadis itu. Dan itu artinya kami akan segera menikah."
Robert Ayah Bara yang saat ini sedang sibuk menyantap makanan kini mulai fokus menatap putranya, seketika sendok dan garpu yang tadinya saling berdenting kini ia hentikan.
"Benarkah itu?" Ucap Robert seolah ia tak mempercayainya.
Itu semua karena kemarin Adrian jelas-jelas menolak untuk persunting oleh Bara putranya, di depannya langsung. Dan kini Bara memberitahukan bahwa Adrian telah mengizinkannya, itu berarti tak lama setelahnya mungkinkah Bara kembali berbicara lagi dengan pada Adrian, untuk menikahi adiknya sehingga Adrian kini berubah pikiran.
Itu yang ada dalam batin Robert saat ini, ya putranya itu memang keras kepala apa yang diinginkannya harus dipenuhi. Dari situ Robert bisa menebak bahwa Alina calon menantunya nanti akan memberi perubahan yang baik untuk putranya.
"Ayah ikut senang, dan secepatnya ayah akan mengatur pernikahanmu." Robert yang tak bisa menahan rasa senangnya
Bara dan ibunya yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan itu mulai saling lirik, menatap satu sama lain dengan rasa penasaran dan bingung tentunya.
Sedangkan istri Bram, yaitu Naura dia hanya menatap pria asing yang duduk berseberangan dengannya, tanpa tahu orangnya dibicarakan akan dinikahi Bara adalah teman satu kampusnya.
"Maaf sayang, memangnya Bara sudah punya pacar ya? Dia akan menikah?" Tanya Lisa.
"Oh ya aku lupa memberitahukan pada kamu, Bara juga akan berumah tangga seperti Bram." Jawab Robert pada istrinya.
"Benarkah begitu Bara? Saya kira kamu tidak suka pada wanita. Ternyata diam-diam kamu malah akan menikah, selamat ya." Ucap ibu tiri Bara.
Bara hanya menipiskan senyumannya, ucapan ibu tirinya itu menurutnya sarkas baginya, seolah wanita tua itu merendahkannya.
"Jangan lihat penampilan saya nyonya, jika saya mau berpenampilan rapi mungkin anak anda kalah ketampanannya dengan saya. Satu hal lagi kamu akan terkejut Bram jika tahu siapa pendampingku." Jawab Bara yang kini menatap pada Bram.
Bram saja tak paham maksud dari perkataan kakak tirinya, namun hatinya begitu diliputi rasa penasaran. Terutama kemarin ia sempat melihat Bara kakak tirinya itu ada di kampusnya.
Yang lebih terkejutnya lagi Bara mengenal Alina, ya Alina. Iya baru saja mengingat hal itu.
"Maaf kak, memangnya aku mengenal calon istri kamu?" Tanya Bram.
"Tentu saja."
"Siapa dia?" Saya belum lagi.
"Alina, kau pasti mengenalnya bukan?'
Langsung saja Mata Bram mendelik pada sosok yang kini tersenyum remeh padanya, dengan jawaban yang diucapkan oleh kakak tirinya itu.
"Alina...?"
"Ya......Alina Cantika, dialah yang akan aku nikahi." Jawab Bara dengan sering lainnya yang licik.
Bukan hanya Bram yang terkejut, Naura teman sekelasnya pun juga ikut terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Bara.
"Tapi bagaimana bisa? Dia kan......."
"Sstthhh perutku sakit...." Naura memegangi perutnya.
Ibunda Bram yang melihat menantunya kesakitan mulai cemas, Bram pun sontak tak melanjutkan kalimatnya, dan Naura sengaja berpura-pura sakit perut karena ia tak ingin Bram menyebut nama Alina, dan itu membuatnya benci.
"Bram ajak istri kamu istirahat di kamar." Titah Lisa, pada Bram yang malah diam tanpa bertindak sedikit pun menolong Naura.
"Tapi ma, Bram belum selesai bicara dengan kak Bara....."
"Cukup Bram, pergilah ke atas." Titah sang ibu.
Bram terpaksa mengapit lengan istrinya untuk membawanya ke kamar setelah ibunya marah dengan melebarkan matanya menatap tajam putranya.
Naura dibawa ke kamar mereka, lalu istrinya direbahkan di atas kasur, Bram yang akan meninggalkan tempat ditarik lengannya oleh Naura.
"Jangan pergi kak Bram, perutku sakit."
"Kamu sedang tidak berpura-pura kan? Aku tahu ini hanya aktingmu saja." Tebak Bram.
"Kak kamu ini suamiku, tolong jangan tinggalkan aku saat ini." Pinta Naura seraya memohon.
"Lepaskan tanganmu, aku belum berbicara banyak dengan kak Bara. Dia harus tahu bahwa Alina adalah pacarku."
Dengan cukup kasar Bram menarik tangannya dari genggaman istrinya, Naura terkejut atas kekasaran suaminya, ia tak menyangka Bram yang biasanya begitu lembut dan pendiam kini mengasarinya.
"Kamu kenapa sih kak? Bisakah kamu lembut padaku? Aku ini istrimu dan sedang mengandung anakmu." Seru Naura.
Bram langsung tersenyum tipis bahkan senyumannya terkesan menyeramkan baginya, lalu ia sedikit membungkukkan badannya dan membersihkan sesuatu di telinga istrinya.
"Aku hanya lembut pada satu wanita, dia adalah........"
"Cukup kak, aku tak mau kamu menyebut namanya lagi. Aku benci aku benci." Teriak Naura histeris.
"Sudah tahu jawabannya bukan? Dan aku akan selalu menyebut nama Alina, karena dia adalah orang yang aku cintai." Jawab Bram, tanpa memperdulikan betapa sakit hatinya istri yang mendengar itu semua.
Bram meninggalkan istrinya di kamar sendiri, meninggalkan Naura yang kini tengah menangis, tangisannya semakin mengencang seolah hatinya begitu sakit akan ucapan suaminya.