Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa kau marah?
Sejak kecil, Seraphina tidak pernah menerima perhatian dan sorotan semacam ini. Saat semua mata tertuju padanya, ia merasa menjadi tokoh utama dalam acara ini.
Sementara itu, Carmila hanya menatapnya dengan tenang.
“Aku tahu kau pasti bingung, tapi aku tak bisa lagi berpura-pura. Lagi pula… kurasa kau sudah tahu tentang hubungan Duke dan aku,” ucap Seraphina, nada suaranya menantang.
Ia berdiri di sana dengan keyakinan penuh. Ia tahu pasti, Valerian akan selalu mencintainya.
‘Kalau di pikir-pikir, aku juga tidak punya alasan untuk takut,’ gumam Seraphina dalam hati.
“Carmila, Duke dan aku saling mencintai sejak lama. Sekarang aku ingin jujur tentang perasaanku,” lanjutnya, sambil mengulurkan tangan sebagai tanda ingin berdamai.
Namun, Carmila tak menanggapi. Ia tetap berdiri, menatap tangan Seraphina yang terulur, sementara tangannya tetap bersilang di depan dada.
Seraphina menahan napas sejenak, mencoba menebak apa yang ada di pikiran Carmila. Lalu matanya tak sengaja tertuju pada gaun hitam yang di kenakan nya.
'Kenapa tiba-tiba dia mengganti gaunnya?' gumam Seraphina dalam hati. Ia masih ingat jelas, Carmila pergi ke tempat Nyonya Charlotte, memilih setiap detail gaun dengan cermat. Namun sekarang, ia berdiri di hadapannya dengan gaun yang sama sekali berbeda.
Gaun hitam yang bertabur manik-manik itu membalut tubuh Carmila dengan anggun, membuatnya terlihat mencolok di antara keramaian.
'Cantik sekali… dari mana dia mendapatkannya?' Seraphina menyipitkan mata, diam-diam mengamati setiap detail gaun itu.
Saat itulah Carmila akhirnya bersuara. “Selamat… karena akhirnya, kau berhasil menjadi selirnya.”
Seraphina mengerutkan dahi. Reaksi Carmila tidak seperti yang ia bayangkan. Ia kira wanita itu akan marah atau menamparnya di depan semua orang, tapi suaranya justru terdengar tenang, tanpa sedikit pun emosi.
Carmila melirik jam di tengah ruangan, seolah sedang menunggu sesuatu.
'Ada yang aneh,' pikir Seraphina. Dari gaun hingga ekspresi tenang Carmila, semuanya terasa janggal.
Tiba-tiba, suara tegas seorang ksatria memecah suasana. “Yang mulia, tamu kehormatan baru saja tiba.”
Pintu besar yang tadinya tertutup perlahan terbuka, mengundang semua pandangan untuk beralih ke arah sana.
Seraphina mengernyitkan dahinya. Biasanya, pintu akan di kunci setelah pesta di mulai agar tak ada tamu yang keluar masuk. Kalau pun ada yang datang terlambat, seharusnya masuk tanpa menarik perhatian.
Di ambang pintu, berdiri seorang pria bertubuh tegap dengan seragam biru rapi. Tatapannya tenang, tapi ada sesuatu yang dingin di balik sorot matanya.
Para tamu sontak menoleh. Bisikan pelan mulai terdengar, sebelum akhirnya seseorang berseru, “Yang Mulia Pangeran Kedua!”
Sekejap, ruang pesta mendadak hening. Semua orang terpaku, dan terkejut.
Carmila mengamati Alistair, yang baru saja muncul di antara kerumunan tamu.
Ia melirik para tamu di sekitarnya; mereka semua tertengun, tak mampu menyembunyikan keterkejutan di wajah mereka. Valerian dan Seraphina pun tak terkecuali.
'Sungguh kemunculan yang luar biasa.'
Carmila merasa sedikit bangga.
Pakaian yang di kenakan Alistair sebenarnya tak jauh berbeda dari bangsawan pria lainnya. Namun, auranya jelas berbeda. Ia memiliki kharisma yang mampu menarik setiap pandangan tanpa perlu berusaha. Cukup dengan berdiri, kehadirannya sudah mendominasi seluruh ruangan.
“Yang Mulia Pangeran Kedua…” seru seseorang, di ikuti para bangsawan yang menunduk memberi hormat.
Kerumunan segera memberi jalan saat Alistair melangkah maju dengan tenang. Di tengah keheningan itu, seseorang memberanikan diri dan bertanya dengan lantang, "Apa alasan Yang Mulia hadir di pesta ini...?"
Pertanyaan itu seolah mewakili rasa ingin tahu semua orang. Bagaimanapun, kedatangan Pangeran Kedua ke kediaman Duke Hamilton adalah hal yang tak pernah terbayangkan.
Alistair tersenyum tipis. “Aku datang untuk bertemu seseorang.”
Beberapa tamu saling berpandangan, tak yakin dengan apa yang baru saja mereka dengar.
“Bertemu seseorang? Siapa?” bisik salah satu tamu tak percaya.
Alistair mengalihkan pandangan, menelusuri ruangan dengan tenang. Hingga akhirnya matanya berhenti pada satu sosok. Sudut bibirnya terangkat pelan. “Sepertinya dia di sana.”
Perlahan, Alistair melangkah mendekati Carmila di tengah ruangan. Tatapan mereka bertemu, dan seketika ruangan terasa hening.
Carmila tersenyum tenang. Saat Alistair berhenti tepat di depannya, ia meraih tangan Carmila, mengangkatnya, lalu mengecupnya dengan lembut.
Bisikan kembali pecah di antara para tamu. Tatapan mereka terpaku pada dua sosok di tengah ruangan, mereka tak percaya dengan apa yang baru saja di saksikan.
Alistair menatap sekeliling, lalu berkata dengan tenang, “Aku datang bukan hanya untuk menemuinya… tapi juga untuk mengakui hubungan kami pada semua orang di sini.”
Keheningan menyelimuti seluruh ruang pesta. Para bangsawan menatap keduanya dengan ekspresi kaget dan bingung.
“Jadi… kalian berdua sedang menjalin hubungan?” tanya seseorang tamu lainnya.
“Ya,” jawab Alistair singkat. “Aku mencintai Carmila. Dan kami sudah bersama sejak beberapa waktu lalu.”
Para tamu terpaku di tempat, seolah waktu berhenti sesaat.
Apa-apaan ini?
Alistair Moretti—pria yang dikenal tenang, dingin, dan tak pernah tersentuh skandal, tiba-tiba mengumumkan hubungannya dengan seorang Duchess?
Selama ini, banyak wanita berusaha mendekatinya, tapi tak satu pun berhasil. Ia selalu menjaga jarak, hingga sempat beredar kabar bahwa mungkin ia tak tertarik pada wanita sama sekali.
Kini semua mata tertuju pada Carmila, seolah menuntut jawaban darinya. Ia menatap para tamu dan berkata, “Semua yang di katakan Alistair benar.”
Begitu mendengarnya, para tamu sontak terkejut. Beberapa bahkan menatap Carmila seolah tak percaya dengan ucapannya.
Suasana langsung menegang. Seorang bangsawan yang tadinya hanya berani berbisik kini memberanikan diri bertanya, “Tapi... bukankah Nyonya masih berstatus sebagai istri Duke Hamilton?”
“Kalau begitu, apakah Anda berniat menceraikan Yang Mulia Duke setelah ini?” tanya yang lain.
“Aku tidak tahu,” ucap Carmila datar. “Aku hanya memutuskan untuk punya kekasih lain. Dan juga... hubungan kami memang sudah tidak seperti dulu.”
Tatapannya beralih ke arah Valerian. Pria itu hanya diam, tapi sorot matanya tajam. Carmila tidak menunduk. Sebaliknya, ia tersenyum tipis dan berkata pelan, “Lagi pula, dia yang lebih dulu mengambil selir. Jadi kenapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama?”
Ucapan Carmila membuat semua orang terdiam. Hingga akhirnya Seraphina membuka suaranya.
"Ini tidak mungkin!"
Seraphina berdiri dengan wajah pucat, matanya bergantian menatap Carmila dan Alistair dengan campuran kesal dan marah.
“Apa yang kau katakan barusan itu tidak benar kan, Carmila? Kau pasti bercanda?”
Carmila menatapnya datar. “Itu semua memang benar."
“Tidak mungkin… bagaimana bisa kau—” Suara Seraphina tercekat, ia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.
Carmila menghela napas pelan, lalu menatapnya tajam. “Lucu sekali. Kenapa kau marah... padahal kau adalah selingkuhan suamiku.”