"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"
"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."
Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.
Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.
Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdiri lagi
Ayah Gissele kini duduk di sofa ruang tamu dengan hidung disumpal tisu.
Semua gara-gara pukulan mantap Federico yang sukses membuatnya mimisan.
Federico duduk di sebelahnya, tampak pasrah. "Maafkan saya, boss..." Federico menggaruk tengkuknya, merasa bersalah.
Ayah Gissele menghela napas panjang, lalu menatapnya tajam. "Kau pikir aku siapa, Rico?"
Federico menelan ludah sebelum ayah Gissele melanjutkan, "Ya, seseorang yang menyebalkan. Mantan Nona, dia mengancam sebelumnya jadi saya berjaga."
Pria paruh baya itu mengibaskan tangannya, seolah ingin mengakhiri masalah. "Sudahlah. Aku kemari karena khawatir pada putriku. Makanya aku buru-buru pulang. Di mana dia sekarang?"
"Dia sedang tertidur, Tuan," sahut salah satu pembantu.
Ayah Gissele mengangguk. "Baiklah, aku ingin melihatnya."
Tanpa menunggu jawaban, ia bangkit dan melangkah masuk ke kamar putrinya.
Federico hanya bisa menghela nafas, menatap langit-langit, sebelum akhirnya mengikuti dari belakang.
Di dalam kamar, Gissele mengerjapkan matanya ketika mendengar suara langkah kaki. Masih setengah sadar, ia bergumam,
"Euh... siapa?"
Ayahnya tersenyum dan mendekat, lalu langsung menariknya ke dalam pelukan.
"Papi pulang, nak."
Gissele yang masih mengumpulkan kesadarannya akhirnya memeluk balik. "Loh papi.. bukannya ayah keluar kota?"
"Nggak jadi, paoi khawatir sams putri kecil papi. Papi dengar kamu jatuh dan terluka ya?"
Gissele mengangguk lemah. "Iya, Pi, tapi aku baik-baik aja. Papi sendiri hidungnya kenapa?"
Ayahnya mendengus dan melirik Federico dengan tatapan sebal. "Ah, ini ulah Rico. Dia salah tinju orang."
Gissele langsung mengalihkan pandangannya ke Federico yang masih berdiri di ambang pintu. Matanya menyipit. "Siapa yang mau Om tinju malam-malam begini?" tanyanya dengan nada waspada.
Federico mendesah, menyilangkan tangan di dada. "Mantanmu yang menyebalkan itu." Ia lalu merogoh saku dan mengeluarkan ponsel Gissele sebelum menyerahkannya.
Gissele merebutnya dengan cepat dan menatap Federico sinis. "Om ngapain sih ambil HP gue?"
Federico mendesah lagi. "Karna dia nelpon. Terus saya nggak mau dia ganggu Nona lagi."
Gissele mengerutkan kening, jelas tidak senang. "Papi! Itu Om Rico benar-benar kurang ajar, dia udah ambil HP aku.. belakangan juga deketin aku terus sampai cium aku! Aku nggak mau sama dia lagi! Papi harus ganti bodyguard yaaa!"
Gissele mulai merengek seperti anak kecil dan mewaduli semua hal yang mengganggu pada ayahnya.
Ayahnya hanya tertawa geli. "Hahaha! Mana mungkin Rico begitu sayang.."
Lagi-lagi papi lebih percaya sama dia. Anak papi tuh aku sapa diaa sih..
Gissele memanyunkan bibirnya, kesal. Gadis itu juga nenatap Federico dengan tajam.
Ayahnya mengacak rambut Gissele dengan sayang. "Rico itu berniat melindungi kamu. Mantan kamu itu kan memang gila. Harus sekali-sekali dapat pelajaran."
Gissele mendengus dan membalikkan badan, malas mendengarkan lebih lanjut. "Terserah..." Gumamnya pelan.
Ayahnya tertawa, lalu mengecup puncak kepala putrinya, "Ok putriku, istirahat ya sekarang.. kalau ada apa-apa bisa panggil Bibi atau Om Rico ya." Setelah itu ayah Gissele keluar dari kamar.
Di sisi lain, Federico tersenyum tipis dan berkata pelan, "Sudah saya bilang bahwa ayahmu lebih percaya pada saya, Nona."
Gissele yang masih di tempat tidur hanya mendengus kesal, lalu menarik selimutnya dan menutup diri sepenuhnya.
Bicara apapun tentang Federico pada ayahnya adalah hal yang sia-sia, pikir Gissele.
Beberapa hari berlalu, kaki Gissele akhirnya membaik. Ia sudah bisa berjalan normal, dan pagi ini, seperti biasa, ia kembali jogging ditemani Federico.
Langkahnya ringan, semangatnya kembali. Namun, tanpa ia sadari, sejak tadi Federico memperhatikannya dari belakang.
Mata pria itu menelusuri setiap gerakan Gissele, mengamati bagaimana tubuhnya yang ramping bergerak dengan lincah.
Gila, nih cewek memang bagus sekali badannya.. Pikir Federico sambil menelan ludah.
Tapi, lamunannya buyar ketika Gissele tiba-tiba berhenti. Federico yang berjalan di belakangnya ikut menghentikan langkah.
"Kenapa, Nona?" Tanyanya.
Tanpa menjawab, Gissele menarik tangan Federico dan membawanya ke sebuah gang sempit.
"Ssst... diam dulu, Om," bisiknya pelan.
Dahi Federico berkerut. "Ada apa ini?"
Ia mengikuti arah pandangan Gissele dan mengintip dari balik tembok.
Di kejauhan, terlihat beberapa cowok mondar-mandir di sekitar trotoar. Federico memperhatikan mereka dengan seksama.
Lalu, terdengar percakapan samar dari kelompok itu.
"Bukannya Gissele-Gissele itu suka lewat sini ya?"
Gissele menatap mereka dengan sinis, sementara rahang Federico menegang.
"Mereka semua ingin sekali bersama Nona?" Gumamnya dengan nada dingin. Ada kekesalan tersendiri yang ia rasakan.
Tangannya mengepal, tubuhnya menegang dan siap bertindak. Namun sebelum ia bisa melangkah, Gissele lebih dulu mencengkeram pergelangan tangannya.
"Jangan cari masalah dulu, Om."
Tatapan Federico beralih ke wajahnya. "Kenapa?"
Gissele menunjuk jalan raya yang tak jauh dari gang tersebut. "Lihat, banyak orang lalu-lalang. Gue nggak mau viral lagi."
Federico menghela napas berat, menahan emosi. "Baiklah," ujarnya akhirnya.
Namun, sialnya, mereka berdiri terlalu dekat. Federico bisa mencium aroma parfum lembut Gissele, kulitnya yang mulus hanya beberapa inci darinya, dan bibirnya yang terlihat begitu lembut dengan warna pink alami.
Jantung Federico berdetak lebih cepat. Ia meneguk ludah, mencoba mengendalikan diri.
Sial... ini ujian apalagi? Anak bos ternyata menggoda sekali. Pikirnya.
Federico tak bisa menahan dirinya lebih lama. Semakin ia berusaha mengalihkan perhatian, semakin sulit baginya untuk mengabaikan keberadaan Gissele yang begitu dekat.
Nafasnya mulai berat, dadanya naik turun lebih cepat. Matanya menatap lekat ke arah Gissele, dan tanpa sadar, tubuhnya perlahan bergerak mendekat.
Gissele yang awalnya sibuk memperhatikan orang-orang di ujung gang, akhirnya menyadari sesuatu yang aneh.
Ada kehangatan di belakangnya, dan ketika ia menoleh, wajah Federico hanya berjarak beberapa inci darinya.
Gissele berkedip beberapa kali, merasa janggal. "Om?" suaranya sedikit bergetar.
Federico masih diam, tapi ia tahu, ia sedang kehilangan kendali. Hidungnya menangkap aroma manis dari tubuh Gissele, kulitnya begitu mulus, dan bibirnya…
Sial.
Gissele semakin menyipitkan matanya. Ia mencondongkan sedikit kepalanya ke arah Federico, mencoba memastikan sesuatu.
"Kenapa napas om berat banget? Om Asma?" Tanyanya curiga.
Federico tercekat, sialan.. dirinya tidak bsia tahan lagi. Kalau dulu ia bisa langsung menerkam gadis dihadapannya tapi sekarang? Gissele adalah pengecualian.
Tiba-tiba, ada suara pergerakan di atas mereka. Federico langsung waspada, menoleh ke atas. Seekor kucing liar sedang berjalan di atap seng yang agak rapuh.
Tanpa berpikir panjang, Federico langsung menarik Gissele ke dalam pelukannya.
Gissele terkejut, tubuhnya kini benar-benar berada di dalam dekapan pria itu.
Dadanya yang bidang menekan punggungnya, dan kehangatan tubuhnya terasa begitu jelas. Federico mengeratkan pelukannya secara refleks.
Gissele mengernyit. "Ih, apaan sih, Om?" Keluhnya, berusaha melepas diri.
Federico masih diam, enggan melepasnya. Mata tajamnya justru menatap punggung Gissele dengan mata yang menajam.
"Fuck.." Geramnya.
"Om kenapa sih?!" Sergah Gissele lagi.
"Diam dulu ada kucing, takutnya kamu kejatuhan."
Setelah beberspa saat kucing itu melompat turun ke pundak Federico lalu lompat lagi ke jalan. Gissele lalu mendesis, "Udah turun kan Om, lepasin!"
Namun, Federico tetap diam. Nafasnya berat, tubuhnya terasa lebih hangat dari sebelumnya.
Gissele mulai merasa aneh. Ada sesuatu yang berubah dalam suasana di antara mereka. Federico semakin mengeratkan pelukannya, seolah tak ingin melepaskan.
Parfum Federico menyeruak ke hidungnya—aroma maskulin yang kuat, bercampur dengan detak jantungnya yang berdebar kencang.
Dan lebih parahnya lagi…
Ada sesuatu yang terasa mengganjal di punggung bawahnya. Seketika, wajah Gissele memerah.
Sial ini… nggak mungkin… ganjalannya terasa begitu besar dan berasal dari pria itu. Dengan panik, ia mencoba berdiri lebih tegak.
"O- om…"
Namun, sebelum ia bisa berkata lebih jauh, Federico malah semakin menekan tubuhnya dalam pelukan.
"Ssst... diam dulu."
Suaranya rendah, dalam, dan terdengar terlalu berbahaya. Gissele semakin panik. "Gue nggak bisa napas, Om! Bisa nggak lepasin? Badan gue lebih kecil dari Om, nanti gue penyet!"
Sebelum Federico sempat menjawab, Gissele berusaha melepaskan diri dengan sekuat tenaga. Namun, Federico malah menahan pergelangan tangannya dengan kuat.
"Nggak," katanya tegas.
Gissele membelalakkan mata. "HAH?!"
Federico menarik tangannya semakin erat. Mata mereka bertemu, dan tatapan Federico kali ini berbeda—gelap, intens, seakan ingin menuntut sesuatu.
"Tanggung jawab Nona, itu jadi berdiri karna kamu.."
"DIH?!"
Rasanya Gissele ingin sekali mengubur diri karna pria ini begitu m*sum dan terus birahie.
..