Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 – Sketsa yang Mengungkap Luka
Pagi itu, cahaya matahari menyusup masuk dari sela jendela kamar Raisa. Di atas meja, sketsa gaun “Kehidupan Kedua” sudah hampir selesai. Tangannya yang lentik bergerak lincah dengan pensil warna, memberi sentuhan akhir pada sisi gelap yang berlapis renda hitam transparan.
Gaun itu bukan sekadar proyek kampus. Itu adalah cerminan dirinya. Separuh Raisa, separuh Vira.
Rani membawa segulung kain merah, sementara Ardo datang membawa jarum dan pita hitam.
“Ini dari toko langganan ibuku. Katanya dulu desainer terkenal langganan belanja di sana!” ujar Rani bangga.
“Dan ini... aku nemu pita ini di kotak peninggalan eyang. Katanya dari zaman muda dulu, buat nari,” tambah Ardo.
Raisa tersenyum. “Kita kayak perancang beneran ya.”
Rani cengar-cengir. “Jangan bilang-bilang ya, aku googling dulu ‘cara bikin pola baju’ tadi malam.”
Mereka bertiga mulai bekerja di ruang praktek kampus. Ardo mengukur kain, Raisa menggambar pola, dan Rani menjahit tangan pertama kali—jarinya dua kali tertusuk jarum sambil teriak pelan.
“AUU! Ini jahitannya kayak nembus hidup aku!” keluh Rani, bikin Raisa ngakak sampai nangis kecil.
Sore harinya, mereka bertiga duduk di kafe kampus. Meja kecil penuh sketsa, kain, dan sisa kopi.
“Eh Raisa,” ujar Rani pelan, “kamu pernah punya pengalaman pahit nggak sih? Maksudku, kamu kelihatan kuat banget, tapi juga... sendu.”
Raisa berhenti mengaduk minumannya. Lalu ia mengangkat kepala, tersenyum datar tapi manis.
“Aku... pernah kehilangan. Tapi aku juga pernah diselamatkan. Jadi aku rasa aku harus kuat. Karena nggak semua orang dapat kesempatan itu dua kali.”
Rani menatapnya haru. Ardo hanya mengangguk pelan. Tak ada tanya lebih lanjut. Dan Raisa bersyukur atas itu.
Esok harinya, Raisa memotret gaun setengah jadi dan mengunggahnya ke akun Instagram kampus sebagai dokumentasi tugas kelompok. Caption-nya sederhana:
“Kehidupan kedua. Karena kadang luka tidak perlu disembunyikan.”
Tak lama, notifikasi berdentang.
SONIA: “Desain yang… menyakitkan. Kayak pernah aku lihat. Atau mungkin… aku yang pernah menyakitinya?”
Raisa menatap pesan itu lama.Ia sadar. Sonia mulai merasa sesuatu.
Sabar. Belum saatnya kau tahu seberapa jauh aku ingat semuanya, Sonia.
Tapi kamu sudah melangkah setengah ke dalam perangkap yang kamu buat sendiri.
Malam harinya, rumah keluarga Molan ramai.
Papa Molan baru pulang dari perjalanan bisnis dan membawa oleh-oleh dari Singapura. Gavin, Rey, Jordan, dan Reno langsung berebut snack oleh-oleh.
“Yang ini buat Raisa,” kata Papa sambil menyodorkan kotak kecil berisi syal sutra warna biru muda.
“Waaah, buat nutupin luka hati yang belum sembuh,” canda Rey.
“Bukan luka, Mas. Buat gaya,” jawab Raisa cepat.
Mama memandangi putrinya dengan mata lembut. “Raisa, kamu tahu nggak... sejak kamu pulih, kita merasa rumah ini lebih hidup. Tapi kamu juga makin... dewasa. Ada yang berubah.”
Raisa terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis.
“Mungkin karena aku dikasih hidup kedua, Ma. Dan aku nggak mau sia-siakan.”
📖 Catatan Malam
> Sketsa ini... membuat dia curiga.
Tapi juga membuat aku sadar: bukan cuma luka yang membentukku. Tapi orang-orang yang mencintaiku juga menyembuhkan.
Aku bukan Vira yang hidup untuk membalas.
Aku Raisa, yang hidup untuk menyusun ulang takdirku.
Sonia... tunggu waktumu.nDan saat itu tiba, kamu bahkan nggak akan sadar siapa yang menarik tali jebakan.
Tiga hari menjelang presentasi proyek Kehidupan Kedua, suasana kampus mulai memanas. Mahasiswa sibuk menyelesaikan detail, memperbaiki potongan kain, menempelkan pita dan manik-manik, serta memoles makna dari setiap karya mereka.
Tapi bagi Raisa, ini bukan sekadar tugas kampus. Ini adalah panggung kecil—latihan pembuka menuju panggung besar yang akan menjatuhkan mereka yang dulu menjatuhkannya.
---
“Ini... indah banget...” bisik Rani saat mereka menyelesaikan gaun di ruang kerja kampus.
Kain merah di sisi kanan gaun tampak terang berkobar. Di sisi kiri, renda hitam yang sobek rapi menyusun harmoni gelap dan luka. Bagian pinggangnya dilapisi pita transparan bertuliskan kata-kata kecil hasil bordir: ‘Still breathing’.
Ardo menambahkan bros kecil buatan tangan yang berbentuk setengah bunga dan setengah bara api. “Simbol transisi dari luka ke hidup.”
Raisa mengangguk. “Ini bukan hanya tentang kehidupan kedua. Ini tentang keberanian mengaku bahwa kita pernah mati—tapi tidak menyerah.”
---
Sore itu, Bu Nadhira masuk kelas dengan kertas pengumuman di tangan.
“Dari semua karya, kami memilih lima terbaik untuk dipresentasikan di pameran mingguan kampus.”
Dia membaca satu per satu… hingga:
“Kelompok dengan tema ‘Kehidupan Kedua’: Rani, Ardo, dan Raisa. Selamat!”
Sontak kelas riuh. Rani berteriak kecil, Ardo menepuk bahu Raisa sambil tertawa, dan Raisa hanya tersenyum—diam-diam penuh makna.
Satu panggung kecil telah kuambil kembali.
Tapi pemain lamaku akan segera muncul…
---
Keesokan harinya, saat Raisa dan teman-temannya tengah rapat kecil di kantin kampus, langkah tinggi bersepatu hak menggema di lantai marmer lorong kampus. Suara tawa elegan dan parfum menyengat menyertai satu nama yang tak asing.
“SONIA?” Rani berbisik kaget. “Itu... Sonia kakak sepupumu kan?”
Raisa menoleh pelan. Matanya menatap Sonia dengan lembut—berlapis kaca dingin.
Sonia berjalan mendekat dengan senyum palsu termanis di dunia. “Raisa sayang, tante bilang kamu masuk finalis! Aku bangga banget! Gimana kalo kita rayakan hari ini? Aku kebetulan ada urusan kerja sama dengan dosen Fashion Bisnis di sini.”
Raisa bangkit perlahan. “Oh? Urusan kerja sama atau urusan mencari perhatian?”
Sonia terkejut sepersekian detik—tapi cepat tersenyum lagi.
“Kamu memang cepat bicara seperti dulu,” katanya pelan, hanya cukup didengar Raisa.
Raisa membalas pelan, “Tapi kamu lupa... sekarang aku juga cepat membaca siapa yang hanya pakai topeng.”
Rani dan Ardo bingung melihat interaksi dingin itu. Tapi tak satupun yang sadar: dua wanita itu sedang saling menggali jejak perang lama.
---
Sore itu, Raisa mampir ke toko kain tempat ia biasa membeli bahan. Pemilik toko—Nyonya Tjandra—menyambutnya hangat.
“Raisa, barusan teman kamu beli bahan persis kayak yang kamu pakai untuk proyek final. Tapi warnanya dibalik: putihnya robek, hitamnya lembut.”
“Temanku?”
“Iya. Namanya... Sonia, ya? Wajahnya cantik. Tapi... senyumnya aneh.”
Raisa terdiam.
> Dia mencoba meniru... atau mengirim pesan.
Dia mulai menyentuh bagian dalam rencanaku. Tapi itu artinya dia juga mulai bergerak tanpa tahu ke mana arah jebakan ini.
---
Di rumah, keluarga Molan berkumpul untuk makan malam. Papa membacakan kutipan dari buku favoritnya, dan Rey sibuk pamer video TikTok joget yang gagal.
Gavin tiba-tiba berkata, “Ra, kalau kamu menang presentasi nanti, kita rayain ya. Dinner di rooftop favoritmu.”
Jordan menimpali, “Atau sekalian kita liburan ke luar kota. Kamu butuh refreshing.”
Reno yang biasanya kalem hanya menepuk kepala Raisa pelan. “Kami semua bangga sama kamu.”
Mama menatap putrinya sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Apa pun yang terjadi, kamu tetap berlian keluarga kita.”
Raisa menatap mereka. Hangat. Murni.
Mereka menyembuhkan bagian dari hatiku yang tak bisa disentuh siapa pun dulu.
Dan karena mereka… aku akan membalas dendam tanpa darah. Hanya kebenaran. Dan pembalasan yang lebih elegan.
---
📖 Catatan Malam
> Hari ini Sonia datang.
Dia mulai menggigit umpan.
Tapi aku tak akan bertarung seperti dulu.
Aku punya sahabat. Aku punya keluarga.
Dan untuk pertama kalinya, aku sadar: bukan kematian Vira yang penting…
Tapi hidupnya kembali.
Sonia… permainan sudah dimulai.
Bersambung
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Hufftt....
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
ttp smngt...😘😘😘
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘