Ziyanada Umaira, biasa dipanggil Nada jatuh cinta untuk pertama kalinya saat dirinya berada di kelas dua belas SMA pada Abyan Elfathan, seorang mahasiswa dari Jakarta yang tengah menjalani KKN di Garut, tepatnya di kecamatan tempat Nada.
Biasanya Nada menolak dengan halus dan ramah setiap ada teman atau kakak kelas yang menyatakan cinta padanya, namun ketika Abyan datang menyatakan rasa sukanya, Nada tak mampu menolak.
Kisah mereka pun dimulai, namun saat KKN berakhir semua seolah dipaksa usai.
Dapatkan Nada dan Biyan mempertahankan cinta mereka?
Kisahnya ada di novel ''Kukira Cinta Tak Butuh Kasta"
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Yang Menggetarkan
Lobi Hotel Nirwana pagi itu seperti biasa sibuk.
Tamu-tamu check-in silih berganti, resepsionis sibuk dengan komputer, dan tim housekeeping berlalu-lalang sambil membawa alat kebersihan.
Di sudut dekat pot besar tanaman hias, Rosa baru saja selesai menyapu karpet panjang merah marun yang mengarah ke lift utama.
Dengan seragam biru dongker dan rambut di kuncir kuda rapi, ia tampak seperti cleaning service pada umumnya.
Rosa baru saja hendak melangkah menuju pantry saat matanya secara tak sengaja menangkap sosok pria tinggi gagah yang masuk ke lobi hotel.
Langkahnya tegap, setelan jas hitam menyempurnakan postur tubuh yang atletis. Rambutnya disisir rapi, matanya tajam tapi teduh, dan senyum tipisnya... astaga, itu senyum yang sama dengan tiga tahun lalu!
Rosa menegang, dia mengucek matanya berkali-kali, memastikan jika yang dilihatnya adalah benar, orang yang pernah dikenalnya.
Vacuum cleaner yang ia tarik mendadak nyangkut dan hampir terguling.
“Ya Allah… itu… Kak Abyan?!” bisiknya nyaris tak terdengar.
Dia berdiri diam seperti patung. Matanya membuntuti langkah pria itu yang kini berbicara dengan seorang manajer hotel. Rosa bahkan sempat mengintip dari balik vas besar demi memastikan kalau penglihatannya tidak salah.
Itu Kak Abyan. Mahasiswa KKN yang dulu menginap enam bulan di kampung halamannya di Garut. Mahasiswa dari Jakarta yang dulu bikin anak-anak kampung salting setiap lewat.
Mahasiswa yang pernah minta tolong padanya membawakan beras ke posko. Mahasiswa yang diam-diam disukai sahabatnya, meski hanya dalam diam.
Rosa buru-buru berbalik. Tidak, ini bukan waktu untuk nostalgia. Ia bukan remaja yang bisa seenaknya menyapa hanya karena mereka kenal. Ia sekarang adalah petugas kebersihan di hotel milik keluarga besar Abyan. Dunia mereka jauh berbeda. Sangat jauh.
Pikirannya seketika terpusat pada Nada sahabatnya, dia harus tahu jika atasan mereka adalah Kak Abyan. Dengan telinganya sendiri dia mendengar manajer hotel menyapanya dengan sebutan Pak Dirut.
Sementara itu, sore menjelang. Shift pagi baru saja berakhir. Rosa, sahabat Nada, masih berada di lobi, dia membantu membersihkan kaca-kaca besar dekat pintu masuk, yang merupakan tugas Nada.
Beberapa saat lalu, sahabatnya itu menghubunginya untuk meminta bantuan, karena dia akan datang terlambat.
Hari ini adalah hari Jumat, Nada biasanya masuk shift pagi, tapi karena sedang ujian di kampus tempatnya kuliah dia terpaksa harus masuk sore.
Ya, Nada kini tengah merajut impiannya, dengan bekal tabungan selama tiga tahun bekerja sebagai cleaning servis, sisa mengirimi uang ke kampung untuk membantu biaya pendidikan adik-adiknya, dia akhirnya bisa mendaftar kuliah kelas karyawan di salah satu kampus swasta di Jakarta.
Sambil bersenandung pelan, Rosa tidak menyadari bahwa seorang pria muda baru saja melangkah masuk. Berkemeja biru langit, dengan ransel kecil di punggungnya, pria itu menatap sekeliling lobi, sebelum matanya berhenti di wajah Rosa.
Dia mengernyitkan dahi.
"Eh… kita pernah ketemu, nggak ya?” tanyanya ramah.
Rosa yang awalnya kaget, lalu menatap lebih saksama. Matanya membesar.
“Kak Rendi?!” Rendi tertawa.
“Yes! Aku ingat! Rosa, kan? Kamu yang dulu sering masakin mie goreng di dapur posko." Rosa tertawa geli.
“Masih inget aja, Kak. Iya, itu aku. Astaga, Kak Rendi sekarang kerja di sini juga?”
“Iya. Asisten pribadi Abyan. Baru balik dari luar kota. Lah kamu?”
“Jadi cleaning service di sini sejak tahun lalu,” jawab Rosa, tidak malu.
Rendi mengangguk kagum.
“Hebat, kamu. Tetap semangat dan kerja keras. Nggak nyangka kita ketemu lagi di sini.”
“Kak, jadi bener kalau hotel ini milik Kak Abyan?” Rosa tanpa ragu bertanya, bertemu kembali dengan Rendi yang supel dan langsung mengenalinya membuat dia tak ragu untuk bertanya.
“Tepatnya milik keluarga Abyan, kamu sudah pernah bertemu dia?” Rendi balik bertanya, dan Rosa memilih menggelengkan kepala sebagai jawaban.
“Nanti …” Obrolan mereka terhenti saat ponsel Rendi bergetar.
“Ups, sorry. Abyan nelpon. Nanti kita sambung ya!”
Rosa hanya melambaikan tangan. Tapi setelah Rendi masuk ke lift, dia melompat kecil di tempat.
“GILA! GILA! GILAAAA!!” teriaknya pelan.
“NADA HARUS TAHU INI!”
Malam itu, di ruang ganti karyawan, Rosa seperti balon helium siap meledak. Ia duduk di depan Nada yang sedang mengganti sepatu.
“Nad, kamu tahu nggak siapa cowok keren yang hari ini nginep di lantai lima belas?!”
Nada menoleh santai.
"Artis Korea?”
“Lebih bikin deg-degan dari itu! Kak Abyan, Nad! Kak Abyan!! Yang KKN dulu!”
Nada pura-pura kaget.
“Masa sih?”
“Dan kamu tahu siapa yang aku temuin sore ini?! Kak Rendi! Sahabatnya Kak Abyan yang suka nyuruh anak-anak buat ikut senam pagi!” Nada mengangguk.
“Kak Rendi masih sama ya, ramah dan cerewet?”
“Masih. Dia inget aku, Nad! Sumpah, aku kira dia udah lupa. Tapi dia inget mie goreng buatan aku! Gimana nggak meleleh?” Nada terkekeh.
“Iya sih. Kami dulu bisa bikin mie goreng rasa cinta.”
"Tapi yang bikin aku shock bukan itu… Nad, kamu sadar nggak, atasan kita yang di lantai lima belas itu KAK ABYAN! Mahasiswa KKN yang dulu kamu suka diem-diem!” Nada membulatkan mata.
“Ssst! Jangan keras-keras!” bisiknya, panik. Rosa mendelik.
“Kenapa?! Kamu malu?”
“Bukan malu. Tapi… ya udah lah, Ros. Itu masa lalu. Sekarang dia... beda.”
“Kamu masih suka?” Nada tertawa pelan.
“Suka itu udah lewat, Ros. Sekarang aku sadar, kita kayak dua dunia yang gak pernah bisa nyatu.”
“Kalian pernah bertemu?” Nada mengangguk, membuat Rosa seketika mendekat penasaran.
“Kalian saling bicara? Atau dia nyapa kamu atau kamu nyapa dia?” berondong Rosa penasaran.
Nada diam sejenak. Kemudian ia berkata pelan,
“Aku gak yakin dia masih inget aku. Aku juga gak cukup percaya diri buat berdiri di depannya dengan seragam ini.” Rosa terdiam. Ia menatap sahabatnya dengan campuran kagum dan iba.
“Kamu sadar gak sih, Nad? Kamu bukan cewek lemah yang perlu dikasihani. Kamu hebat. Kamu pekerja keras, kamu tangguh. Kalau Kak Abyan gak ngelirik kamu, dia yang rugi.”
Nada hanya mengangguk kecil.
“Terima kasih, Ros. Tapi... aku cuma gak mau berharap apa-apa.” Balas Nada tak mau banyak berharap.
Pagi berikutnya, shift Nada dan Rosa bersamaan. Mereka sudah berjaga di lobi sejak pukul tujuh, sibuk dengan rutinitas biasa. Tapi pukul sembilan pagi, suasana lobi mendadak terasa berubah.
Abyan turun dari lift dengan langkah tenang. Hari ini ia mengenakan kemeja hitam polos, celana bahan abu-abu, dan sepatu kulit mengkilap. Tapi perhatian Rosa dan Nada tidak tertuju padanya saja.
Di sebelah Abyan, berjalan seorang perempuan cantik dengan dress pastel, rambut panjang terurai, dan riasan natural.
Wajahnya khas sosialita muda. Manis, kalem, tapi terlihat mahal dari ujung rambut hingga ujung sepatu.
Rosa menunduk dan membisik pada Dela rekan sesama cleaning service,
“Itu... siapa?”
Dela menjawab ringan. “Kata gosip, dia calon istri Pak Abyan. Dipilih langsung sama kakeknya.” Rosa menganga.
“Calon istri?!” Dela mengangguk, tetap tenang. Matanya masih tertuju pada dua sejoli yang akan meninggalkan lobby.
Sementara Rosa lebih tertarik untuk memerhatikan raut wajah Nada.
“Dia emang... cocok sih,” lanjutnya, setelah tak melihat perubahan apapun di wajah sahabatnya itu.
“Jelas dong, mereka sama-sama datang dari dunia yang berkilau. Beda dari kita yang datang dari jalanan berdebu.” Lanjut Dela yang berjalan mengikuti Nada untuk melanjutkan pekerjaannya.
“Nad…” Rosa menatap sahabatnya dengan prihatin.
Nada menarik napas, lalu tertawa pelan.
“Aku gak apa-apa, Ros. Serius.”
Rosa menggenggam tangan Nada.
“Aku tau kamu kuat. Tapi bukan berarti kamu gak boleh sedih.” Nada menatap sahabatnya itu dan menggeleng.
“Aku gak sedih. Aku cuma… sempat tergetar. Tapi itu gak bikin aku goyah. Karena aku tahu, cinta bukan soal dulu pernah dekat. Tapi soal siapa yang memilih untuk tinggal.”
Rosa menatapnya takjub.
"Kamu pantes jadi penulis buku motivasi, Nad.” Nada terkekeh.
“Atau jadi motivator cleaning service keliling Indonesia?”
Keduanya tertawa. Suasana mendadak ringan kembali. Nada kembali merapikan jilbabnya dan menatap pantulan dirinya di kaca jendela. Dia satu-satunya cleaning service yang berjilbab.
“Dulu, aku pikir cinta gak butuh kasta. Tapi ternyata, perasaan gak cukup buat menyatukan dua orang. Butuh keberanian, waktu, dan tempat yang sama. Dan sekarang? Aku cukup bahagia ada di tempatku berdiri hari ini.” Monologna dalam hati sembari menatap pantulan dirinya.
terimakasih double up nya kak🥰
kira kira apa lagi rencana indira
lanjut kak