NovelToon NovelToon
Malam Saat Ayahku Mati

Malam Saat Ayahku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia risti

Di dunia tempat kepercayaan bisa menjadi kutukan, Izara terjebak dalam permainan kelam yang tak pernah ia pilih. Gadis biasa yang tak tahu-menahu tentang urusan gelap ayahnya, mendadak menjadi buruan pria paling berbahaya di dunia bawah tanah—Kael.
Kael bukan sekadar mafia. Ia adalah badai dalam wujud manusia, dingin, bengis, dan nyaris tak punya nurani.

Bagi dunia, dia adalah penguasa bayangan. Namun di balik mata tajamnya, tersembunyi luka yang tak pernah sembuh—dan Izara, tanpa sadar, menyentuh bagian itu.

Ia menculiknya. Menyiksanya. Menggenggam tubuh lemah Izara dalam genggaman kekuasaan dan kemarahan. Tapi setiap jerit dan tatapan melawan dari gadis itu, justru memecah sisi dirinya yang sudah lama terkubur. Izara ingin membenci. Kael ingin menghancurkan. Tapi takdir punya caranya sendiri.

Pertanyaannya bukan lagi siapa yang akan menang.
Melainkan... siapa yang akan bertahan.
Karena terkadang, musuh terbesarmu bukan orang di hadapanmu—melainkan perasaanmu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa iba dan trauma

Langkah kaki terdengar di ujung lorong.

Kai berdiri kaku, napas masih memburu. Kael masih membungkuk, diam dengan darah menetes dari bibirnya. Keduanya terdiam hingga suara dokter kembali terdengar, memecah ketegangan.

“Pasien sudah lebih tenang. Untuk saat ini, kami tidak menyarankan ada interaksi lagi dengan pasien, siapa pun kecuali pihak medis.”

Kai mengangguk kaku. Sementara Kael, hanya menarik napas dalam, menahan luka yang bukan hanya fisik.

“Apakah... dia berkata sesuatu?” tanya Kai dengan suara tertahan.

“Tidak banyak. Tapi... dia menyebut nama Anda beberapa kali, Pak. Sepertinya Anda memberi rasa aman untuknya. Kami akan terus pantau kondisi mentalnya,” ujar sang dokter hati-hati.

Kael hanya menatap lurus ke dinding. Pandangannya kosong.

Setelah dokter pergi, Kai menoleh ke arah Kael, tapi kali ini suaranya lebih tenang—meski tetap keras.

“Kau bilang... kau mabuk. Tapi apa kau ingat semuanya?”

Kael mengangguk pelan.

Kai mengepalkan tinjunya lagi. Tapi kali ini dia tak melemparkan pukulan. Yang keluar justru kalimat dingin, namun tajam:

“Kalau begitu, kau tahu apa yang harus kau lakukan.”

Kael menatapnya.

“Aku tidak tahu kenapa... aku seperti bukan aku. Saat lihat dia berdarah... aku sadar. Tapi semuanya sudah terlambat.”

Kai mendengus pelan. “Jangan pernah mendekatinya lagi. Aku akan urus semuanya. Visum, penyelidikan... termasuk Izara.”

Kael tidak menjawab. Kepalanya tertunduk. Ia tahu, itu harga dari kehancuran yang ia ciptakan sendiri.

Malam mulai turun.

Izara terbaring di tempat tidur rumah sakit, matanya terbuka namun kosong. Pandangannya menatap langit-langit ruangan, seolah tak ada yang bisa menenangkannya lagi.

Tapi dalam benaknya, suara-suara itu terus berbisik.

Suara jeritan... suara tawa samar... suara hujan... dan tatapan mata pria itu.

Pria yang menyiksanya

Pria yang menghancurkannya.

Orang yang sama.

Kael.

Tangannya perlahan meraih pergelangan yang dibalut perban. Luka itu belum sembuh. Tapi luka yang sebenarnya... jauh lebih dalam.

Tetes air mata jatuh pelan.

Dan dalam diam, Izara berbisik, “Kenapa aku? Kenapa harus aku?!”

• • •

Beberapa jam setelah kejadian. Ruang rawat sunyi. Izara terjaga, tubuhnya meringkuk di ranjang, tangan masih memegangi selimut erat-erat. Kai duduk di kursi di sampingnya, menatap gadis itu yang belum mengucapkan sepatah kata pun sejak siuman.

Kai bersuara pelan, takut menakuti, “Izara… kalau kau belum siap bicara, tidak apa-apa. Aku akan tetap di sini.”

Izara tidak menjawab. Matanya menatap jendela, kosong. Hanya gerakan kecil di ujung jemarinya yang menunjukkan bahwa ia masih sadar.

Kai melanjutkan, lebih lembut, hampir seperti gumaman, “Aku tahu… semuanya terlalu menyakitkan. Tapi kau tidak sendirian… Aku di sini.”

Tubuh Izara sedikit bergetar. Air matanya mulai mengalir, meski tak bersuara.

Kai nyaris tak mendengar.

“Apa,…?”

“Kenapa dia... menyelamatkan saya… kalau akhirnya dia yang—” suara Izara pecah. Ia menutup wajahnya dengan tangan yang gemetar.

“Saya bahkan tidak tahu… aku harus benci atau bersyukur.”

Kai mengepal jemari, mencoba menahan gejolak dalam dadanya. Tapi ia tetap menatap Izara dengan penuh iba.

“Kau tidak perlu tahu, kau hanya perlu bertahan bertahan. Hari ini. Besok. Sampai semua ini tidak lagi menyakitkan seperti sekarang.”

“Saya takut…” suara Izara pecah lagi. “Setiap kali aku memejamkan mata…bayangan itu.…” Ia menggigil, lalu menahan napas panjang, mencoba meredam tangisnya.

Kai hendak mendekati dan mengulurkan tangannya, tapi reaksi tak terduga Izara membuat kai terkejut.

“Jangan dekat… jangan mendekat!!” teriaknya tiba-tiba, napas tersendat. Tangannya bergerak liar seolah ingin melindungi tubuhnya sendiri.

Kai mendekat perlahan, “Izara, ini aku… Kai...”

Tapi Izara menutup telinganya. “Aku masih bisa dengar dia... suaranya... dia masih di sini!!”.

Kai menggenggam tangannya, pelan, tidak memaksa. “Dia tidak ada di sini. Kael tidak ada di sini. Hanya kau… dan aku. Izara, tarik napas… ikuti aku, ya?”

Kai menarik napas panjang, lalu meniupkannya perlahan. “Tarik napas… buang perlahan. Tarik… buang…”

Izara masih gemetar, tapi perlahan tubuhnya mulai menuruti. Meski air mata tetap mengalir deras di pipinya.

Kai menyesal, karena dia meninggal Izara malam itu. Harusnya dia tidak pergi, harusnya dia menepati janjinya, dan semua ini tidak akan terjadi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!