Galuh yang difitnah oleh penduduk kampung dan dibuang dihutan larangan, hutan yang menyimpang segudang misteri.
Dapatkah galuh membalaskan dendam dan menemukan dalang dari orang yang menghasut penduduk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaacy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Teluh
Tak terasa 6 bulan telah berlalu galuh tinggal bersama saras, postur tubuh pemuda itu pun sudah berbeda, lebih tinggi, dulu ia mempunya kulit putih kini berubah menjadi kuning langsat akibat berlatih.
"Galuh sudah cukup, kamu sudah menguasai sebagian ilmu dari kitab itu." Ucap nek sumi, membuat galuh kesenengan. Ia segera berjalan mendekati nek sumi.
"Berarti aku udah bisa pergi ke desa untuk mencari ibu." Ucapnya dengan mata berbinar binar, ia tak hanya mencari keberadan sang ibu tetapi untuk mengambil kotak hitam tersebut.
"Iya galuh." Sahut nek sumi yang tersenyum tipis.
"Pulang lah, sebentar lagi malam." Ucap nek sumi yang menyuruh galuh untuk segera pulang. Galuh hanya mengangguk dan segera meninggalkan rumah nek sumi, dan ia segera berjalan ke arah gubuk saras.
Dari ke jauhan galuh sudah melihat gubuk saras yang berdiri kokoh disana, dan ia melihat saras yang sedang duduk berdiam diri, selama ini putih juga tak muncul, entah kemana sosok kunti itu pergi.
"Saras, saras." Teriak galuh, ia segera mendatangi saras yang terduduk diam.
"Saras kamu kenapa." Tanya galuh sembari menyentuh bahu wanita itu.
"Aku gapapa luh, cuma ke capean saja." Jawab saras dengan wajah pucat.
"Aku masuk dulu ya, makanan sudah aku siapkan di atas meja." Lanjut saras yang segera masuk ke dalam kamar.
Sementara itu galuh segera pergi kebelakang gubuk itu untuk menimba air untuk mandi. Setelah selesai mandi galuh segera makan dan masuk kedalam kamar.
Jderr, Suara petir yang tiba-tiba mengangetkan galuh yang sedang duduk di atas kasur.
"Ya ampun, nyaring sekali suara petir itu." Ia merasa heran tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba petir dengan sangat keras. Tanpa galuh ketahui, ternyata petir tersebut adalah banaspati yang mencoba memasuki gubuk saras.
"Besok aku harus pergi ke desa itu, dan akan mencari pria yang bernama renggo dan bu marni." Ucap galuh pada diri sendiri. Pria itu segera memejamkan matanya.
***
Pagi harinya, galuh dikejutkan dengan suara saras yang batuk dengan sangat keras.
Uhuk Uhuk
Galuh yang panik segera membuka pintu kamar saras, ia khawatir akan terjadi sesuatu kepada wanita itu, setelah pintu berhasil dibuka pemandangan mengerikan langsung menyambut galuh, ia melihat saras sudah tergeletak dengan bersimbah darah.
"Astagfirullah, saras." Pekik galuh yang langsung berlari masuk kedalam kamar itu dan mengangkat saras untuk dibaringkan di tengah rumah. Setelah membaringkan saras, galuh segera pergi kedapur untuk mengambil kain untuk mengelap saras.
"Maaf ya saras." Ucap galuh lirih, seraya mengelap tubuh saras.
"Apa syang sebenarnya terjadi ras." Ucap galuh yang memperhatinkan muka saras yang pucat seperti mayat hidup. Terpaksa niat galuh untuk pergi ke desa ia urungkan saat melihat saras tergeletak tak berdaya.
"Semoga kamu cepat sadar ras." Ucap galuh dengan sendu.
1 Harian galuh menunggu saras siuman, tetapi tak ada tanda-tanda wanita itu ingin sadar. Saat galuh sedang dilanda rasa cemas tiba-tiba terdengar ketawa khas kuntilanak.
Hihihihihi
Ketawa itu membuat galuh merinding, walaupun sudah sering mendengarnya.
"Yuhuu galuhh, kamu apa kab..... Loh loh saras kenapa?." Tanya kunti yang memihat saras sepeti itu.
"Aku gak tau putih, pagi tadi saras batuk dan lebih parahnya lagi, dia kebal.
"Kamu kemana saja putih? Kok udah lama gak kesini."? Tanya galuh dengan penasaran
"Aku ada kerjaan." Jawab putih.
Tak lama jari jemari saras bergerak, ia sudah sadar.
Eghhh. Saras meringis, ia merasa kepalanya pusing.
"Saras, nih minum dulu." Ucap galuh seraya memberikan saras air minum.
"Terimakasih." Ucapnya lirih, ia segera berbaring kembali.
Pandangan putih begitu lekat menatap saras yang sedang terbaring lemah. "Galuh sebaiknya kamu pergi menemui nek sumi." Ucap putih dengan serius.
Galuh yang mendengar lantas kaget. "Untuk apa?." Tanya galuh dengan heran.
"Penyakit saras ini bukan penyakit biasa, kamu harus menemui nek sumi untuk meminta solusi." Jawab putih, pandangannya tak lepas dari saras.
"Maksudnya?." Tanya galuh yang masih belum paham.
"Saras kena teluh, galuh sebaiknya kamu cepat menemui nek sumi." Jawab putih.
"Aku akan menjaga saras, kamu pergilah." Lanjut putih. Galuh hanya mengangguk dan cepat-cepat pergi menemui nek sumi. Tak lama ia telah sampai di air terjun tersebut.
Setelah sampai dibawah, galuh segera menuju ke rumah nek sumi. Dari kejauhan galuh sudah melihat rumah nek sumi.
"Nek, nek sumi." Teriak galuh, namun hening tak ada jawaban.
"Nek, nenek dimana." Teriak galuh sekali lagi, namun masih tak ada jawaban.
"Kemana nek sumi?." Pria itu segera pergi ke halaman belakang namun tetap saja nek sumi tidak ada disana, akhirnya galuh segera kembali ke depan.
Saat galuh sedang duduk, tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya, hal itu membuat galuh terkejut. Ia segera menoleh, ternyata itu nek sumi.
"Hih, nek sumi kemana saja?." Tanya galuh
"Abis dari hutan mencari obat obatan herbal." Jawab nek sumi.
"Ada apa kamu kesini galuh?." Tanya nek sumi yang segera duduk disamping galuh.
"Saras, nek dia sakit tapi sakitnya aneh, kunti putih bilang saras terkena teluh." Jawab galuh dengan tubuh gemetar, nek sumi terkejut mendengar saras diteluh.
"Ayo kita pulang kegubuk saras." Tanpa menunggu lama lagi. Nek sumi segera menarik tangan galuh dan mengajaknya kerumah saras. Tak lama mereka pun telah sampai di depan gubuk saras.
Galuh segera membuka pintu dan mempersilahkan nek sumi untuk masuk. Nek sumi segera mendekat ke arah saras dan melihatnya dengan tatapan terkejut.
"Tidak mungkin." Gumam nek sumi yang masih terdengar oleh galuh.
"Tidak mungkin apa nek?." Tanya galuh dengan cemas.
"Ini teluh yang berbahaya, saras harus segera diobati tapi melihat kondisinya begini tak mungkin kita membawa saras keluar dari hutan ini." Jawab nek sumi, ia merasa cemas dengan keselamatan saras.
"Jadi, kita harus bagaimana nek?." Tanya galuh.
"Galuh, kamu pergilah ke arah timur, disana ada seseorang yang bisa mengobati saras." Jawab nek sumi kepada galuh.
"Aku akan kesana nek." Ucap galuh dengan sungguh-sungguh.
"Tapi perjalananmu pasti akan sangat sulit nak. Rumah orang itu jauh kamu bisa sampai mungkin 2 hari perjalanan tanpa hambatan." Ucap nek sumi dengan tatapan sendu.
"Nenek tenang saja, galuh kesana untuk menemui orang untuk mengobati saras." Ucap galuh yang meyakinkan nek sumi, kalo dia tidak akan kenapa-napa.
"Huftt, baiklah kamu hati-hati ya, dan ini gunakan saat kamu terdesak." Ucap nek sumi yang memberikan sebuah benda tajam yang dibungkus kain hitam.
"Apa ini nek?." Tanya galuh dengan penasaran.
"Itu senjata buat kamu ketika lagi terdesak, gunakan lah benda itu." Jawab nek sumi.
"Baik nek, galuh pergi dulu?." Pamit galuh, ia tak ingin menunda waktu lagi.
*Cepat sembuh, ras." Gumam nek sumi.
****
Sementara itu, galuh saat ini sudah lumayan jauh dari gubuk itu, ia segera mengikuti arah mata angin. Tak lama ia telah sampai dijalan yang kiri kanannya jurang dan semak belukar, galuh harus ekstra hati-hati agar ia tak terpeleset kebawah sana. 1 jam lebih galuh berjalan, akhirnya ia berhasil melewati jalan tersebut dan segera mencari pohon untuk berteduh.
"Huh, sebaiknya aku berteduh dipohon itu saja." Gumam galuh, ia berjalan ke arah pohon rindang tersebut.
Saat galuh sedang ber istirahat tiba-tiba telinganya menangkat suara desisan ular.
Sssttt sssttt. Sontak membuat galuh mendongokkan kepalanya, ia terbelalak kaget saat melihat ke atas pohon tersebut, dimana sudah melingkar ular sebesar paha orang dewasa.
"Astagfirullah." Ucap galuh seraya menghindari ular yang ingin mematuknya.
Ia merasa ular tersebut memandangnya dengan tajam, galuh tak ambil pusing ia segera pergi dan melanjutkan perjalanannya, setelah mengucapkan kata maaf di dalam hati.
"Hari sudah sore, sebaiknya aku mencari air dan buah hutan yang bisa dimakan." Ucapnya, seraya mencari sungai. Tak lama ia menemuka sungai dan galuh juga melihat tak jauh dari sungai itu ada buah pisang yang sudah mateng.
Galuh cepat-cepat memasukan air kedalam botol yang dibawa, setelah terisi semua, galuh segera mengambil buah pisang tersebut untuk menganjal perut. Setelah kenyang dan mengambil beberapa pisang untuk perbekalan, galuh segera melanjutkan perjalananya.
30 menit galuh berjalan akhirnya ia melihat dikejauhan lampu-lampu rumah penduduk, galuh semakin semangat dan mempercepat jalannya, ia sudah sampai di gapura yang bertuliskan 'Selamat datang di desa kembangan." Galuh baru menyadari jika desa ini tak jauh dari desa singosari-desa galuh. Itu artinya ia belum jauh dari hutan larangan.
"Sebaiknya aku cari warung terlebih dahulu." Gumam galuh, ia melihat langit sudah gelap, artinya malam telah tiba.
Dari ke jauhan ia melihat warung, dan segera melangkah kesana.
"Permisi, bu." Ucap galuh ramah kepada si pemilik warung.
"Mau beli apa, nak?." Tanya pemilik warung yang ternyata seorang lelaki tua.
"Kopi satu, kek.' Jawab galuh dengan sopan, ia melihat goreng pisang yang masih panas itu dan segera mencomot untuk dimakan. Tak lama kopi pesanannya sudah datang.
"Silahkan nak." Ucap kakek itu.
"Terimakasih kek." Ucap galuh seraya tersenyum. Kakek tersebut duduk di depan galuh seraya melihat ke arah luar warung.
"Ngomong-ngomong kamu dari mana? Sepertinya bukan warga sini." Tanya kakek itu memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
"Saya dari jauh kek, mau ke arah singosari." Jawab galuh berbohong.
Pria tua tersebut hanya tersenyum, ia mengetahui jika galuh sedang berbohong. "Tak usah berbohong anak muda, aku tau kamu ingin pergi ke arah timur sana untuk menemui seseorang." Ucap kakek itu, mengangetkan galuh yang sedang minum kopi, untung saja ia tak tersedak.
"Ba-bagimana kakek bisa tau?." Tanya galuh tak percaya.
"Nama kakek adalah darmo, kamu bisa panggil dengan sebutan kakek darmo." Bukannya menjawab pertanyaan galuh, ia malah memperkenalkan diri.
"Saya galuh, kek." Ucap galuh yang memperkenalkan diri.
"Saya sudah tau." Ucap kek darmo, membuat galuh terbelalak kaget.
"Bagaimana bisa." Ucap galuh tak percaya.
"Gak usah kamu pikirkan." Ucap kakek darmo.
"Hehe, saya hanya bingung kek, bagaimana kakek biasa tau nama saya." Ucap galuh.
"Hanya menebak saja." Sahut kakek darmo.
Galuh hanya diam dan cepat-cepat menghabiskan kopinya, lalu membayar kopi tersebut.
"Ini uangnya kek, saya pergi dulu." Ucap galuh.
"Tunggu, sebaiknya kamu menginap disini sampai pagi tiba, akan sangat berbahaya jika kamu melanjutkan perjalanan." Teriak kakek darmo yang membuat galuh berhenti dan membalikan badannya.
"Saya harus segera bertemu dengan orang itu kek, saya sangat membutuhkan bantuan beliau. Saya akan berhati-hati." Sahut galuh.
"Baiklah, tapi pesan kakek, jangan pernah menengok ke arah belakang jika kamu belum jauh dari warung kakek." Pesan kakek darmo yang terdengar aneh.
"Baik kek." Ucap galuh. Ia segera pergi meninggalkan warung tersebut. Setelah sudah lumayan jauh, galuh yang merasa penasaran segera berhenti dan menengok kearah belakang, ia terbelalak kaget, warung kopi kakek darmo sudah tidak berada disana, lokasi tadi hanya ditumbuhi semak belukar, tak ada tanda-tanda kehidupan.
"Astagfirullah." Galuh beristifar seraya memegang dadanya, ia merasa tak percaya apa yang dilihatnya barusan, jika warung itu tak ada itu artinya kakek darmo bukan manusia.
"Hihh, bisa-bisanya aku ketemu sama hantu." Ucap galuh seraya bergidik, ia segera melanjutkan perjalanannya, sesekali pria itu berpapasan dengan warga desa kembangan. Mereka saling sapa, walaupun tak kenal.
Tak lama, galuh sudah sampai diujung desa tersebut, ia segera melangkah kan kakinya untuk memasuki hutan tersebut.
"Capek sekali, tapi aku gak boleh nyerah ini semua demi keselamatan saras." Ucap galuh yang menyemangati dirinya sendiri.
Saat galuh sedang berjalan, tiba-tiba ia merasa diawasi dari balik semak belukar tersebut. Galuh segera waspada.
Srek srek srek, bunyi langkah kaki yang menggema dihutan itu. Tak lama keluar 5 orang memakai topeng dari balik semak belukar tersebut.
"Siapa kalian, Minggir aku mau lewat." Bentak galuh kepada orang bertopeng tersebut.
Sring. Ternyata salah satu diantara mereka mencabut pedang yang ada dipinggangnya dan segera berlari menyerang galuh, galuh yang belum siap terkena sabetan pedang itu dibagian lengannya, sontak saja darah mengalir deras dari luka tersebut.
Sambil menahan perih, galuh menyiapkan kuda-kudanya, ia segera mencabut benda yang diberikan oleh nek sumi yanh ternyata sebuah tombak kecil yang bisa memanjang, pria itu segera melemparkan tombaknya ke salah satu diantara mereka.
Jlebb. Darah mengucur deras dari luka tombak tersebut yang dilemparkan oleh galuh. Pria bertopen tersebut saling pandang dan mulai menyerang galuh secara bersama.